CINTA dalam DIAM

Pagi itu, aku duduk termenung di sebuah kursi taman kota Jakarta. Sedari siang aku hanya duduk di sini, meratapi nasib yang seolah menamparku dengan kenyataan pahit.

Kulihat jam yang ada di seberang, sudah sore pikirku. Aku baru akan beranjak dari kursi saat pandanganku tertuju pada sepasang remaja beda kelamin yang tengah duduk di kursi taman seberangku. Si pemuda asik menatap si gadis yang terlelap di bahunya.

Mereka berdua saling bertatapan. Senyum manis terukir di wajah keduanya.

Aku baru sadar bahwa mereka sama sekali tidak berbicara selama aku berada di taman ini. Dengan rasa penasaran yang tinggi, aku menepuk bahu remaja yang laki-laki.

"Permisi, ini sudah sore nak. Akan lebih baik jika kalian segera pulang." ucapku sambil tersenyum.

Si pemuda terlihat sibuk membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah papan tulis kecil beserta spidol. Dia menulis beberapa kalimat di papan itu

Maaf pak, saya bisa mendengar tapi saya tidak bisa berbicara. Anda benar, kami sedang pacaran. Tapi seperti yang anda lihat, kami berdua sama-sama tidak bisa berbicara.

"Astaga, maaf sudah menganggu kalian." ucapku

Si pemuda kembali tersenyum sambil menggelengkan kepala. Dia menghapus kalimat di papan tulis dan menulis kalimat baru.

Tidak masalah, saya justru berterimakasih pada anda. Jika tidak, saya tidak akan sadar bahwa hari sudah gelap. Omong-omong, mengapa anda terlihat begitu kusut?

Aku menghela napas berat sambil mengambil tempat duduk di samping si pemuda.

"Aku baru saja dijodohkan dengan seorang wanita yang bahkan tak kukenal." ucapku sambil tersenyum getir.

Senyum si pemuda tiba-tiba menghilang, digantikan dengan raut wajah yang terlihat mendung. Dia kembali menulis di papan kecil itu dan memperlihatkannya padaku.

Anda orang yang beruntung.

Apa maksudnya? Beruntung? Dijodohkan itu beruntung?! Teriakku dalam hati.

"Apa maksudmu?" tanyaku

Si pemuda kembali menulis.

Cinta itu bermacam-macam. Tapi yang paling sakit di antara semuanya adalah cinta dalam diam. Kami saling mencintai, tapi tak bisa saling mengungkapkan.

Aku terdiam seketika. Kalimat itu walaupun hanya berupa goresan spidol di atas papan tulis kecil, berhasil membuat hati kecilku serasa tertusuk pecahan-pecahan kaca yang membuat pedih.

Si pemuda menghapus tulisannya tadi dan menulis kalimat baru.

Anda beruntung, karena masih bisa berbicara.
Anda beruntung, karena masih bisa mencinta.
Anda beruntung, karena masih bisa menikmati dunia ini lebih lama daripada saya.

Aku menatap si pemuda dengan tatapan iba, lalu berkata

"Jangan bilang padaku, bahwa kau..."

Si pemuda mengangguk. Setetes embun mengalir dari matanya.

Saya terjangkit AIDS. Kata dokter, hidup saya tak lama lagi. Tapi, setidaknya saya ingin menikmati waktu lebih lama dengan pacar saya. Setidaknya, saya bisa mati dengan bahagia.

Aku tak bisa lagi membendung air mata. Dengan pandangan berkaca-kaca, aku mengusap rambut si pemuda sambil berkata

"Berjuanglah, kau pasti bisa!"

Si pemuda menatapku dan langsung menulis dengan cepat

Terima kasih. Anda orang kedua setelah pacar saya yang menyuruh saya untuk berjuang. Selama ini, orang-orang menghindari saya karena penyakit ini. Tapi sekali lagi, terima kasih.

Akhirnya, kami berpisah dengan tujuan masing-masing. Aku pulang ke rumah dan si pemuda mengantar pacarnya.

Sebulan kemudian...

Aku mengambil koran pagi yang biasa tergeletak di halaman rumah. Tapi kali ini, ada barang lain yang menarik perhatianku.

Sepucuk surat di kotak posku.

Setelah melihat nama pengirimnya yang bagiku terasa asing, aku membuka amplop pembungkus dan membaca kertas didalamnya yang berisi tulisan yang dibuat dengan spidol

Terima kasih, saya berhasil bertahan hidup berkat dukungan anda dan pacar saya. Besok kami akan menikah, apakah anda bersedia untuk menjadi teman terbaik saya?

Selesai membaca surat itu, aku tak dapat menahan senyum sekaligus air mata. Air mata bahagia.

+++++

THE END

Gimana ceritanya? Silahkan renungkan sendiri ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top