2. Gadis Unik Pemegang Palu dan Kuas

Uluran sekotak batang bernikotin membuat Rengga mendesah panjang. Ia menarik satu batang, mengepitnya di antara dua jari. Satu kali pantikan api dari tangan pemuda yang berdiri di sisinya menyulut ujung rokok. Rengga mengisapnya pelan, mengembuskannya bersama batuk kecil. Ia lupa kapan terakhir kali merokok.

Pemuda berambut yang memerah ketika diterpa mentari itu sebenarnya bukan perokok akut. Ia hanya mau mengisap nikotin ketika pikirannya sedang ruwet saja.

"Lo balik ke sini karena urusan bisnis apa sinis nih?" Lucas—sepupunya—bertanya dengan nada penuh sindiran.

"Sinis gimana?" Rengga meraih cangkir kopinya. Minuman pemberian Rum yang ia bawa naik ke kontrakan begitu Lucas datang ke sini.

"Ya ... kali aja masih sinis sama undangan nikah mantan lo." Lucas mengembuskan asap rokok dari cuping hidung, menyentil abu rokok ke atas asbak.

"Nggak. Bisnis aja sekalian jenguk Balqis." Rengga bersandar malas pada pembatas balkon, menatap ke bawah, mengamati gadis itu lagi.

Anis tampak cekatan duduk di kursi kecil sambil mengecat kursi, menggantikan Danu yang sedang sarapan. Tadi hubungan canggungnya sempat mencair gara-gara obrolan blog Home Sweet Home with Pram.

Gadis itu mengagumi artikel-artikel dalam blog yang membahas kehidupan mahasiswa desain interior. Beberapa ada artikel mengenai macam-macam desain interior dan foto-foto berbagai tatanan interior bernilai seni, mulai dari gaya kontemporer, shaby, rustic, sampai victoria.

Rengga bisa melihat binar cerah dari sorot Anis ketika mereka membahas tentang rumah bergaya ructic. Dari caranya membiacarakan hal itu, Rengga tahu, Anis mencintai hal-hal yang berbau alam. Seperti sang paman yang bakat mengubah kayu menjadi mebel bernilai estetika yang menawan. Tapi hal terpenting yang cukup membuat Rengga senang adalah, ia bertemu fans sejatinya di sini.

"Jenguk Balqis apa emaknya Balqis?" Lucas tertawa dengan lontaran ejekannya, membuyarkan konsentrasi Rengga memperhatikan lagi gadis di bawah sana.

Rengga berdecak sebal. Ia meraih kopinya lagi, tapi mengembuskan napas putus asa ketika dilihat tinggal ampasnya saja. Tahu tak ada pengalihan lagi untuk menghindari kejaran sindirian Lucas, Rengga menatap sepupunya sengit.

"Kalaupun mau ketemu Alice juga, emang salah?"

Tawa Lucas membahana. Pemuda yang berusia 25 tahun itu menepuk bahu kiri Rengga. "Salahlah! Ngaku, deh, lo, kemarin ngapain jauh-jauh ke Jogja? Ketemuan sama Alice, kan? Cari tempat yang jauh biar nggak ketahuan gue, nyokap gue, sama Eyang?"

Rengga mendengkus kasar, tak mau menjawab pertanyaan yang bisa jadi berujung ceramah panjang.

"Bro, lo kayaknya butuh buka hati, deh. Biar cepet-cepet move on. Mau gue kenalin sama teman-teman cewek gue?"

Rengga hanya melirik sekilas. Namun, matanya mendadak tertarik ke arah telunjuk Lucas menunjuk.

"Tuh, yang di bawah. Nggak setipe sama Alice, sih. Tapi kalau lo tahu gimana galaknya dia pas secuil aja lo sentuh, beuh ... cantik! Yang galak gitu emang menarik. Lebih menantang jiwa laki."

Satu kali jitakan membuat Lucas mengaduh, mengusap kepalanya yang kesakitan. Tak cukup sampai di situ, Rengga memitingnya di sela ketiak kiri saking geramnya. Sepupunya ini memang menyebalkan setengah mampus kalau sudah berurusan dengan mengejek kelemahan Rengga dan bicara mengenai perempuan.

"Lo kalau bahasin cewek tuh norak!" rutuk Rengga sebal seraya melepas pitingan. Ia meletakkan batang bernikotin ke atas asbak setelah menyesapnya dalam-dalam sekali lagi.

Laki-laki berdarah campuran itu memilih menyambar kunci mobil di meja kopi balkon kamarnya. "Balik naik taksi sana! Makasih mobilnya. Bilang ke Eyang, entar gue ke Bandung kalau urusan bisnis udah kelar."

"Bisnis apa sinis?!" goda Lucas lagi masih dengan tawa kencang.

Namun, godaan itu hanya berbalas satu debuman pintu kamar yang dibanting. Lebih baik ia mengabaikan segala tudingan yang nyatanya mungkin benar, tapi Rengga belum mau mengakuinya saja.

Memang benar Rengga datang jauh-jauh dari London ke Jakarta untuk mengurusi urusan bisnis. Mamanya sedang membangun vila komersil di area Bandung, dekat dengan rumah sang eyang. Rengga yang mendapat tugas mengisi bagian desain interior harus turun tangan, mengecek kondisi penataan ruang bangunan yang sedang dalam proses berdiri. Sejak lulus dari perkuliahannya di jurusan desain interior, Rengga sering dipercaya perusahaan papanya menjadi bagian dari tim perancang desain.

Yang ia ingat, rumah Eyang Sulastri teramat cantik dengan gaya rustic yang seolah benar-benar menyatu dengan alam. Dari rumah itu, Rengga ingin vila milik mamanya menyerupai rumah Eyang yang hangat dan nyaman.

Dari informasi Lucas, mengantarkan Rengga ke tempat ini—rumah Danu. Nyatanya, Danu bukanlah pemilik pabrik furniture besar. Hanya usaha rumahan biasa, tapi dilihat dari segala bentuk dan rupa mebeler rumah Eyang yang dipesan langsung dari Danu, hasilnya menawan. Kayunya pilihan dan tak gampang lapuk. Potongannya halus dan proporsional.

Rengga ingat tempat tidur berbahan kayu jati yang sering ia tiduri waktu SD di rumah Eyang, masih ada. Kata Lucas, itu buatan Paman Danu.

Keheningan membuat cowok itu bangkit dari tempat tidur. Sepertinya Lucas sudah pergi. Ia keluar kamar, menelisik ruang santai kamar yang terhubung langsung dengan pantry. Rengga mengedik, lega adik sepupunya pergi. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan, Rengga terhindar dari segala cibiran gagal move on yang menyebalkan.

Lucas sempat tinggal di London bersama keluarga Rengga untuk menumpuh pendidikan di kampus yang sama dengan Rengga. Bertahun-tahun bersama, mereka bak kakak-adik yang teramat akrab. Bahkan perkara sindir menyindir menjadi hal lumrah dan jarang membuat mereka tersinggung. Keduanya tahu itu hanya bercanda meski terkesan menyebalkan. Toh dulu ketika Rengga bersedih mengenai kisah cintanya yang pelik, Lucas pula yang menemani dan menghibur.

Mereka berpisah setelah lulus dari bangku perkuliahan. Sepupu Rengga yang hobi berganti-ganti pacar itu pulang ke Indonesia, memilih bekerja sebagai konsultan di perusahaan rekan ibunya.

Rengga beranjak lagi ke balkon. Ia lupa belum memadamkan puntung rokok di atas asbak tadi. Namun, Lucas ternyata masih perhatian. Laki-laki itu sempat-sempatnya memadamkan puntung rokok yang masih bersisa banyak milik Rengga.

Rengga mulanya berniat memindahkan cangkir kopi yang sudah kosong ke wastafel cuci piring. Dicuci dahulu sebelum dikembalikan. Nanti malam ia kembalikan sambil membawakan camilan. Namun, langkah berbaliknya terhenti. Lagi-lagi ia menilik ke bawah.

Gadis itu masih betah di sana. Mengobrol dengan pamannya sembari tetap aktif mengecat bangku kecil-kecil. Bagaimana bisa seorang guru—yang Balqis sebut sebagai Ibu Guru Cantik—hobi memegang palu, kuas, gergaji, dan alat pertukangan furniture lain?

Seperti ada yang salah, tapi caranya yang luwes memegang palu semakin meyakinkan Rengga bahwa sepertinya gadis itu punya bakat terpendam. Tak seperti perempuan lain yang memegang palu, Anis berbeda. Rengga ingat bagaimana Alice takut-takut memalu paku untuk memasang pigura foto mereka bersama Balqis. Pada akhirnya, memegang palu memang ahlinya laki-laki. Tapi kenapa Anis cocok-cocok saja, ya?

Gadis itu sepertinya menyenangkan dengan kecintaannya pada dunia perkayuan. Rengga menyukainya, kecuali cara gadis itu menghindari kontak mata. Apalagi caranya menghindari kontak fisik. Jujur, Rengga tersinggung ketika Anis menolak jabatan tangannya. Padahal, seumur hidupnya, tak pernah ada yang menolak jabatan tangan. Bukankah itu hal biasa sebagai permulaan pertalian pertemanan?

**

(11-06-2022)

===***===

Hai, selamat siang! :)

Cerita ini masih sepi pembaca, ya. Mungkin karena aku update-nya seminggu sekali. :'D

Tapi nggak papa, semoga masih ada yang mau betah baca di cerita Anis dan Rengga. Terima kasih untuk vote dan komentarnya, ya.

Yang mau baca di KaryaKarsa juga boleh. Di sana sudah sampai bab 3. Aku saranin beli paket Rengganis aja, harga 20k, tapi bisa buat baca ceritanya sampai tamat nanti tanpa harus bayar-bayar lagi. Paketnya berlaku seumur hidup, ya, Kak. Bisa baca kapan pun kalian mau.

Terima kasih dan salam sayang. :*

===***===

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top