Chapter 8

Maafkeun hamba yang telat mulu update >_<

Btw diakhir cerita mau curcol dikit, dibaca ya. wkwk

Happy Reading ^^


"Kamu ngapain disini?" tanya Bian.

"Saya kondangan lah Dok masa pemakaman." jawab Hanin sambil memutar bola matanya malas.

"Kamu kenal Afifah?" tanya Bian tak mengindahkan sindiran halus Hanin.

"Kenal lah Dokter ganteng, Fandi mempelai prianya kan mantan Hanin."

Bukan Hanin yang menjawab tapi Bela yang dengan kurang ajarnya menyerobot pembicaraan mereka. Hanin menatap Bela garang kenapa dia perlu mengatakan itu di depan orang ini sih?

Seperti dugaan Hanin lihat ekspresi Bian, ekspresi mencemooh yang membuat Hanin ingin sekali melaundry wajah mulus Bian.

Tak mau mendengar apa yang akan dikatakan Bian, Hanin buru-buru pamit dari tempat itu.

"Saya permisi." ucap Hanin dan langsung pergi begitu saja menuju pelaminan. Eh maksudnya menuju ke barisan yang akan mengucapkan selamat pada kedua mempelai.

Hanin menghembuskan napasnya kasar, ia sebenarnya tidak ingin mengucapkan selamat apa-apa. Tapi jika tidak nanti dikiranya Hanin belum move on lagi.

"Jadi dia mantan kamu."

Hanin bergidik ketika sebuah suara mampir di telinganya. Bukan itu yang membuatnya merinding, tapi hembusan napas hangat Bian dapat Hanin rasakan di lehernya.

Hanin berbalik tapi sial bahkan jarak wajah mereka tidak lebih dari 5 cm. Hanin memundurkan wajahnya ketika menyadari bahwa posisi kepala Bian sedang membungkuk yang membuat posisi mereka sangat dekat.

"Jangan dekat-dekat dengan saya Dok." ucap Hanin.

Ia bahkan lupa akan mengatakan apa, hanya kata-kata itulah yang keluar dari mulutnya.

"Saya cuma kasihan lihat seorang gadis yang sendirian di nikahan mantan." ucap Bian tersenyum miring.

Sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepala Hanin.

"Dokter mau bantuin saya gak?" tanya Hanin.

Antrian di depan mereka sangat panjang jadi setidaknya Hanin mempunyai waktu untuk bernegosiasi dengan Bian.

"Nggak." jawab Bian singkat.

"Sekali aja Dok. Anggap saja bantuan Dokter kali ini untuk menebus kesalahan-kesalahan Dokter pada saya selama ini." ucap Hanin.

"Kamu yang banyak salah sama saya Hanin." ucap Bian.

Hanin mencibir dan akhirnya membalikkan kembali tubuhnya karena merasa bahwa Bian sampai kapan pun tak akan membantunya.

"Bantuan apa?" tanya Bian tiba-tiba berbisik.

"Ish! Dokter bisa gak jangan berbisik tiba-tiba?" protes Hanin yang merasakan seluruh badannya merinding akibat perbuatan Bian.

"Saya suka aja lihat ekspresi kaget kamu. Kamu jadi terlihat lebih manusiawi ketika kaget." ucap Bian dengan tampang yang membuat Hanin merapalkan seribu do'a dalam hatinya agar tidak lepas kontrol dan membunuh orang ini.

"Dokter pura-pura jadi gandengan saya ya di hadapan Fandi." ucap Hanin mengecilkan suaranya.

"Kamu kira saya truk gandengan. Nggak!" ucap Bian.

"Ayolah Dok sekali ini saja." ucap Hanin menampilkan ekspresi memelasnya.

"Pokoknya saya gak mau. Menurut novel yang pernah saya baca di rumah kak Ayya biasanya yang pura-pura di awal itu suka jadi beneran akhirnya. Dan saya gak mau lah kalau harus berakhir dengan kamu." ucap Bian dengan pongah.

Ingatkan Hanin bahwa orang sabar disayang Tuhan.

"Karma itu ada lho Dok. Awas jangan sampai termakan omongan sendiri." ucap Hanin dan berbalik membelakangi Bian.

.

Tinggal dua orang lagi di hadapan Hanin dan ia akan berhadapan kembali dengan sang mantan yang tidak Hanin ketahui kabarnya selama 6 bulan terakhir dan tiba-tiba mengirimkan surat undangan pernikahan.

"Selamat Fan." ucap Hanin sambil tersenyum paksa.

Catat! Paksa! Iyalah siapa sih yang mau datang ke nikahan mantan dan putusnya gara-gara dikhianati.

"Makasih Tha udah datang." jawab Fandi.

Hanin benci mendengar panggilan itu, Fandi selalu memanggilnya Agatha.

Hanin melanjutkan langkahnya dan menyalami Afifah istri Fandi.

"Tha kamu datang sama dia?" tanya Fandi pada Hanin yang tengah mengucapkan selamat pada Afifah.

Hanin menengok dan melihat Bian yang berada di depan Fandi.

"Nggak." jawab Hanin acuh.

"Tapi kata Bian kamu datangnya sama dia." ujar Fandi.

Hanin kesal benar-benar kesal. Kenapa si mantan malah bahas dia datang sama siapa sih.

"Kamu gak datang sama Carrol?" tanya Afifah pada Bian.

"Carrol udah ada janji sama pasien. Katanya sorry gak bisa datang." ucap Bian.

"Kalian saling kenal?" tanya Afifah.

"Iya kita satu rumah sakit." jawab Bian.

"Jadi beneran datang sama dia Tha?" tanya Fandi lagi.

"Iya datang dari pintu." jawab Hanin dan langsung berjalan untuk turun dari pelaminan.

Lihatlah antrian di belakangnya tampak kesal karena mereka bercakap cukup lama. Tak mau membuat keributan Hanin pun berjalan dengan cukup cepat.

Hanin berjalan di lorong-lorong hotel. Setelah mengucapkan selamat pada Fandi dan istrinya ia langsung keluar dari ballroom. Menyentuh makanan? Oh tentu saja tidak Hanin lakukan. Ia tidak mau terjebak lebih lama di dalam pesta itu.

Hanin menghentikan langkahnya ketika seseorang mencekal pergelangan tangannya. Dengan segera Hanin pun berbalik melihat siapakah gerangan pelaku yang tiba-tiba memegang tangannya.

"Ada apa Dok?" tanya Hanin ketika mengetahui bahwa Bian lah yang melakukannya.

"Tadi kamu minta saya buat pura-pura jadi gandengan kamu kesini. Tapi setelah saya katakan pada mantan kamu bahwa kita bareng kesini kamu malah menyanggahnya." ucap Bian.

"Tadi yang bilang gak mau bantuin siapa?" tanya balik Hanin.

"Tapi kan saya udah coba buat bantuin kamu. Kamunya juga bukannya berkompromi dengan saya malah mempermalukan saya di depan mantan kamu." ujar Bian kesal

Tak ada respon dari Hanin. Hanin hanya memperhatikan pergelangan tangannya yang masih dipegang Bian.

Hanin tidak berniat untuk menghempaskan tangan Bian. Ia bahkan sudah tidak mood untuk sekadar menjawab perkataan Bian.

"Kamu belum move on ya Nin?" tanya Bian tiba-tiba.

Hanin mendongak dan menatap mata Bian tajam.

"Sembarangan kalau ngomong!" ucap Hanin dan hanya dihadiahi tawa pendek Bian.

"Saya mau pulang Dok. Tolong lepaskan tangan saya." pinta Hanin.

"Yaudah saya antar pulang." ucap Bian.

Bukannya melepas cekalan tangannya Bian malah menggenggam tangan Hanin dan melangkah menuju lift diikuti Hanin.

"Saya bisa pulang sendiri Dok." ucap Hanin ketika mereka sudah berada dalam lift.

"Saya juga bisa antar kamu." balas Bian.

Lelaki ini dengan seribu kalimatnya pasti bisa menjawab segala argumen Hanin.

Hanin hanya terdiam pasrah mendengar jawabab Bian. Ia melirik sekilas pada telapak tangannya yang di genggam Bian.

***

Hanin berjalan di lobby rumah sakit. Ia kebagian shift pagi hari ini. Sebenarnya Hanin merasa tak enak badan untuk pergi bekerja namun kewajiban membuatnya tetap memaksakan diri untuk berangkat.

"Muka lo agak pucat Nin." ucap Rere ketika Hanin baru sampai di instalasi Farmasi.

"Kurang enak badan gue Re." jawab Hanin.

"Suara lo juga sedikit beda Nin, agak serak gitu." ujar Rere kembali.

"Mungkin bakalan flu gue." jawab Hanin.

Hanin mendudukkan diri di kursi yang terdapat disana. Kepalanya sedikit berdenyut dan Hanin memang merasakan lemas pada tubuhnya. Hari ini saja ia berangkat kerja dengan diantar oleh ayahnya.

"Lo ke Dokter aja dulu Nin." usul Rere yang merasa khawatir dengan Hanin.

"Nggak ah gue gak kenapa-napa kok. Paling cuma capek doang." jawab Hanin.

Setelah merasa sedikit baikan Hanin pun berdiri dan bergegas untuk melaksanakan tugasnya.

***



Holla!! Apa kabar?

Di masa pandemi kaya gini kalian ngapain aja gais?

Kalau aku sih tetep kerja seperti biasanya:)

Btw maafkan aku yang sering telat update karena pikiran di dunia nyata sangat menyita, huhuhu..

Apalagi saat pandemi kaya gini anak-anakku pada ga bisa berangkat ke Jepang karena penerbangan masih ditutup:(

Disini ada ga temen-temen yang mau ke luar negeri tapi ga bisa karena pandemi? yuk share dong gimana perasaannya:(

Tetap bersyukur dan jaga kesehatan ya temen-temen, semoga dunia kembali membaik. Aamiin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top