Chapter 3
Halu Gais..
Selamat siang, btw adakah yang kangen dengan Ayya?
Happy Reading..
"Tumben lo kesini Dek?" tanya Ayya (kakak Bian) pada adiknya yang tengah duduk manis di sofa ruang tamu rumahnya.
"Pusing gue Kak ke rumah." ucap Bian sambil menyandarkan kepalanya ke sofa.
"Kenapa emangnya?" tanya Ayya.
"Mommy selalu nanya kapan katanya gue mau nikah? Atau kapan gue mau resmikan hubungan dengan Carrol?" ucap Bian dengan nada frustasi.
Ayya hanya tertawa mendengar ucapan Bian.
"Serius mom selalu nanya gitu? Lo nya sih Dek wajah lo kaya udah tua makannya mom khawatir." ledek Ayya.
"Sialan lo." ucap Bian.
"Kak Adrian belum pulang Kak?" tanya Bian.
"Belum. Dia sekarang jadi wakil daddy makannya kesibukannya semakin banyak." jawab Ayya.
"Lo senang gak sih punya suami yang jadi wakil Direktur utama?" tanya Bian.
"Kenapa nanya gitu?" tanya Ayya.
"Jawab aja lagi apa susahnya." ucap Bian sambil mendengkus.
"Ya senang gak senang sih. Tapi banyak enggaknya. Lo tahu sendiri kan dulu saat kita masih kecil kita banyak kehilangan waktu bersama daddy karena beliau sibuk dengan perusahaannya. Dan sekarang mas Adrian pun sibuk, kakak hanya takut Arkana dan Raina pun mengalami hal yang seperti itu." ucap Ayya.
"Tapi kak Adrian selalu sempatin waktu buat mereka kan?" tanya Bian.
"Iya setidaknya mas Adrian selalu menemani mereka saat mau tidur, atau mengantar mereka ke sekolah dan selalu mengisi waktu dengan mereka saat weekend." jawab Ayya.
"Ngomong-ngomong kemana tuh bocah dua?" tanya Bian yang tak melihat kedua anak Ayya.
"Mereka di rumah mommy." jawab Ayya.
"Lha terus elo Kak ngapain disini?" tanya Bian.
"Gue baru pulang dari cafe dan gak tahu kalau Arkan sama Rain kesana." jawab Ayya.
"Mereka berdua itu bukan anak lo Kak, tapi anaknya mommy." ucap Bian sambil tertawa.
"Elo ngapain sih pake acara buka cafe segala?" tanya Bian.
"Pengalih rasa bosan gue. Lagian sekarang kakak gak kesana tiap hari kok." jawab Ayya.
"Suami udah kaya, punya orang tua juga kaya, harusnya lo itu ongkang angking kaki aja Kak. Kalau gue nih ya kak punya istri, bakalan gue suruh aja dia buat diem dirumah atau jalan-jalan kemana gitu. Pokoknya dia itu gak boleh kerja, cuma gue aja yang boleh cari nafkah." ujar Bian dan hanya dibalas tawa oleh Ayya.
"Kenapa lo malah ketawa sih Kak?" tanya Bian.
"Lo lucu Dek, emangnya Carrol mau lo suruh diem?" tanya Ayya sambil tetap tertawa.
"Kenapa harus bahas Carrol sih?" ujar Bian sambil mendelik.
"Gue jadi inget sama si Apoteker songong itu kan." gerutu Bian.
"Siapa Dek? Apoteker? Jadi calon istri lo itu Apoteker?" tanya Ayya.
"Amit-amit! Ih lo kalau ngomong suka sembarangan sih Kak." ucap Bian.
"Habisnya lo ngomongin Apoteker segala." ujar Ayya.
"Dia Apoteker tersongong yang pernah gue kenal. Masa iya dia katanya mau nentang kalau gue jadi wakil Presdir, bahkan untuk ukuran kepala Departemen saja gue gak memenuhi syarat. Dia gak tahu apa ya kalau Presdir rumah sakit itu tante Ashilla adiknya dad?" ucap Bian.
"Serius dia bilang begitu? Tapi dia cerdas dong, berarti dia tahu aturan di rumah sakit itu tentang siapa yang boleh memimpin manajemen. By the way emangnya lo mau jadi wakil Presdir Dek?" tanya Aya.
"Enggaklah. Itu tuh karena waktu gue makan bareng tante Ashilla dia usil bilang mau jadiin gue wakil Presdir, dan parahnya itu di kantin rumah sakit yang pasti banyak orang dengar dan akhirnya gagal faham." terang Bian.
"Gue pergi dulu ah mau ke rumah mommy jemput dua bocil yang lagi disana. Bareng gak Dek? Biar gue nebeng mobil lo." ucap Ayya.
"Ogah! Lo tahu kan alasan gue kesini itu buat hindarin mom. Pergi aja sono sendiri gue mau nginep disini." ucap Bian.
"Kenapa gak ke apartement lo aja sih yang deket rumah sakit?" tanya Ayya heran. Adiknya itu sering banget jadiin rumahnya sebagai tempat pelarian dari orang tuanya. Padahal dia udah punya apartement sendiri.
"Males. Kalau disana gue harus masak sendiri, atau delivery. Kan kalau disini praktis tinggal makan aja, lagian gue juga ogah buat belanja kebutuhan makan nantinya, wong besoknya pasti langsung disuruh pulang sama mom."
"Dasar Bocah!" gerutu Ayya sambil beranjak pergi.
"Gue udah 29 tahun woy." ujar Bian yang mendengar perkataan kakaknya.
"Iya tahu kok jomblo!" ucap Ayya sambil tersenyum mengejek.
***
"Tadi mamih ketemu Bian di rumah sakit." ucap Ny. Kansha yang tak lain adalah ibu dari dokter Carrol.
"Dia ngomong apaan Mih?" tanya Carrol di sela-sela makannya.
"Nggak ngomong banyak sih hanya nyapa aja. Katanya ada janji temu dengan pasien." jawab Ny. Kansha.
"Oh." jawab Carrol pendek.
"Kamu sama Bian kapan mau meresmikan hubungan?"
Carroline terbatuk ketika mendengar pertanyaan dari Papihnya Tn. Jordi.
"Pih, udah deh jangan memaksakan kami. Lagi pula aku dan Bian itu gak ada hubungan apa-apa kok. Kami hanya bersahabat, itu saja." ucap Carrol.
"Masa sih? Kalian itu kemana-mana selalu bersama. Lagi pula ibunya Bian sangat menyukai kamu. Jika kamu menjadi menantu keluarganya itu akan baik untuk masa depan kamu kan Carrol?" papih nya memberikan pertanyaan yang sebenarnya adalah pernyataan.
Carrol tidak menjawab perkataan dari sang papih, ia hanya melanjutkan makannya.
---
Drrtttt...
Carrol segera mengambil ponsel yang ia letakkan di nakas samping tempat tidurnya.
"Ada apa Ian?" tanya Carrol kepada si penelpon.
"Jutek amat sih. Kenapa?" tanya Bian dari seberang telepon.
"Gak kenapa-napa. Oh ya apa aku kerja aja ya besok?" tanya Carrol.
"Cuti kamu kan ada dua hari lagi. Emangnya kenapa?" tanya Bian.
"Aku bosen di rumah terus. Aku jadi kangen pasien-pasien aku." ucap Carrol dengan tertawa renyah.
"Makannya kalau cuti itu bareng-bareng sama aku. Kamu sih ngambil cuti tapi malah diam di rumah." ucap Bian.
"Jatah cuti anda telah habis Dokter Fabian." ucap Carrol sambil tertawa.
"Kamu di rumah Ian?" tanya Carrol.
"Aku di rumah kak Ayya." jawab Bian.
"Oh." jawab Carrol.
Tidak ada balasan dari Bian dan hanya keheningan yang menyelimuti mereka.
"Ian." panggil Carrol.
"Hmmm." gumam Bian.
"Kamu bosen gak sama aku?" tanya Carrol.
"Kenapa aku harus bosen sama kamu? Kamu itu orang yang selalu meramaikan kehidupanku, menemaniku di saat-saat aku ingin menyerah, memberikan aku semangat ketika aku terpuruk. You are everything Carroline." jawab Bian.
Ahh Bian jadi membayangkan bagaimana beratnya perjuangan mereka hingga sampai di titik ini. Menjalani kuliah, pendidikan spesialis, dan banyak lagi yang harus mereka lakukan sampai hari ini. Ia dan Carrol sama-sama menjalaninya. Bian juga sama seperti manusia pada umumnya, ia kadang merasa jenuh dan ingin berhenti saja. Namun ada Carrol yang selalu memberikannya motivasi untuk terus berjuang.
"Dan kamu juga Ian, kamu adalah segalanya. Kamu tahu bukan? Jika aku ada masalah atau apapun aku hanya bisa minta tolong padamu. Kamu laki-laki kedua yang aku percaya selain papih." ucap Carrol.
Ia merupakan anak tunggal sehingga Bian adalah segalanya, Bian menjadi sosok yang begitu diperlukan oleh Carrol.
"I know oleh karena itu kamu harus baik-baik sama aku Carrol." ucap Bian sambil tergelak di ujung sana. Ia mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba canggung.
"Kamu yang harus baik sama aku. Kurang baik apa coba aku terhadap junior sepertimu." ucap Carrol dengan kekehan merdunya.
"Junior?" ulang Bian.
"Yes! Di rumah sakit kamu itu junior ku Ian. Aku telah kerja disana selama 2 tahun, sedangkan kamu? Baru satu tahun kan." jelas Carrol.
"Shit!" umpat Bian. Kenapa semua orang membahas tentang lamanya ia bekerja di rumah sakit hari ini?
"Ian boleh aku minta tolong?" tanya Carrol.
Wanita ini dasar! Setelah menghinanya barusan dan sekarang ia malah meminta tolong? Bian tidak habis pikir dengan Carrolline.
"Apa?" tanya Bian malas.
"Tolong kamu minta nomor teleponya Hanin ya." pinta Carol.
"Hanin?" tanya Bian.
Ia mencoba menegaskan kembali, mungkin saja ia salah dengar karena hari ini ia begitu benci mendengar nama itu.
"Iya Hanin yang dari Farmasi itu. Aku belum berterimakasih atas kado darinya tempo hari." ucap Carrol.
"Seriously? Kamu minta aku untuk meminta nomor perempuan itu?" tanya Bian.
"What's wrong Ian? Aku hanya minta kamu meminta nomornya bukan menikahinya!" jawab Carrol dengan suara terkikik.
"Carrol dengar! Bagaimana jika nanti ada gosip di rumah sakit bahwa Dokter Bian yang paling famous itu meminta nomor telepon seorang Apoteker?"
"Kamu lebay Ian. Sudahlah kalau kamu tidak mau. Aku tutup telponnya ya." ucap Carrol dengan datar.
"Okay aku akan meminta nomornya." jawab Bian dengan nada pasrah.
"Aigoo thank you boy. I love you." ucap Carrol dengan tawa.
"I hate you!" jawab Bian dengan kesal dan hanya dihadiahi tawa oleh Carrol.
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top