Chapter 25
Selamat hari Senin, yuk hari Seninnya ditemani dokter Bian><
Happy reading^^
Bian terus mencoba untuk menghubungi Hanin. Namun anehnya perempuan itu tidak menjawab satu pun panggilannya dan juga tidak membalas semua pesannya.
Dengan bingung akhirnya Bian pun menghentikan kegiatannya menghubungi Hanin karena waktu telah menunjukkan saatnya ia mengikuti kegiatan.
Sementara itu Hanin terus mengabaikan semua pesan yang ia terima. Hanin masih merasa sakit hati atas apa yang Bian lakukan. Bahkan perempuan akan merasa cemburu ketika melihat prianya tertawa bersama wanita lain, dan ini? Berpelukan!
Hanin tidak habis pikir apa yang sebenarnya Bian pikirkan saat itu? Apa dia sungguh tidak berniat untuk menjaga perasaan Hanin?
Hanin sekarang tengah berada di rumah sakit dan ia telah mengajukan untuk mengambil cuti tahunannya. Beruntungnya Hanin karena pihak personalia meng-acc permintaan cutinya walaupun harus ditunda selama 3 hari.
"Jadi rencananya lo mau kemana selama 12 hari itu?" tanya Anti.
"Gue mau ke Bali." jawab Hanin.
"Wihh akhirnya Hanin liburan." ucap Nita rekan Hanin yang lainnya.
Hanin memutar bola matanya malas. Tahun lalu dia memang jadi bahan olok-olokkan rekannya karena cuti tahunannya ia gunakan hanya untuk bermalas-malasan di rumah.
"Jangan lupa oleh-olehnya Nin." ucap Anti.
"Berisik! Kerja sana." ucap Hanin pada Anti dan hanya dibalas tawa.
"Mbak PMS ya?" tanya Rina apoteker baru di farmasi.
"Dia mah PMS tiap hari." ucap Nita sambil berjalan melalui Hanin.
Hanin hanya mengatur napasnya berulang kali. Entahlah ketika suasana hatinya buruk kenapa orang-orang disekitarnya juga jadi bersikap menyebalkan?
***
"Nin Bian hubungi Mama katanya kamu gak angkat telponnya." ucap Ibunya Hanin ketika Hanin baru sampai di rumahnya.
"Oh gak tahu Ma. HP aku error kayanya." ucap Hanin sekenanya.
"Kalau ada masalah omongin baik-baik Nin jangan malah diem." Nasihat Ibunya.
"Hmmm." gumam Hanin malas. Topik tentang Bian selalu membuatnya teringat akan foto itu lagi.
"Ma boleh pinjam HP nya bentar gak?" tanya Hanin.
Ibunya segera menyerahkan HP nya tanpa bertanya apapun. Hanin segera mencari kontak Bian dan memblokirnya. Hanin tahu Ibunya gak akan faham dengan hal-hal seperti ini.
"Ini Ma, makasih." ucap Hanin dan mengembalikan ponsel ibunya.
"Eh Ma Hanin udah ngajuin cuti." kata Hanin.
"Dari kapan mulainya?" tanya sang Ibu.
"Tiga hari lagi. Dan Hanin mau pergi ke Bali." ucap Hanin.
"Kok ngedadak sih Nin?" tanya Ibunya.
"Enggak kok. Hanin emang udah rencanain ini hanya saja waktunya baru kesampaian sekarang." jawab Hanin.
Hanin mengatakan maaf di dalam hati kepada Ibunya karena telah berbohong.
"Bian udah tahu?" tanya Ibunya.
"Udah, jadi Mama gak usah kasih tahu lagi." jawab Hanin.
Untuk yang kedua kalinya Hanin mengucapkan kata maaf di dalam hati.
***
Bian turun dari mobilnya dengan tergesa. Ia memasuki rumah sakit dengan langkah yang terburu-buru. Satu minggu ia melaksanakan diklat dan tidak ada kabar sama sekali dari Hanin. Bahkan Bian tidak bisa menghubungi orang tua Hanin.
Menurut jadwal yang ia hitung, seharusnya hari ini Hanin masih berada di rumah sakit setelah shift malamnya. Dengan segera Bian pun menuju ke arah counter farmasi.
"Hanin ada?" tanya Bian pada salah satu staf farmasi.
"Hah? Nggak ada Dok." jawabnya dengan sedikit bingung.
Tanpa banyak bertanya Bian segera kembali ke parkiran dan memasuki mobilnya. Mungkin Hanin telah pulang, pikir Bian.
Ia pun melajukan mobilnya menuju kediaman Hanin.
Bian tersenyum saat melihat motor yang biasa dikendarai Hanin terparkir di garasi samping rumah Hanin. Ia pun segera bergegas untuk masuk ke dalam rumah Hanin.
"Assalamu'alaikum." salam Bian di depan pintu yang memang sedikit terbuka.
"Wa'alaikumsalam." jawab ibunya Hanin.
"Eh nak Bian. Ayo masuk." ajak ibunya Hanin.
Bian pun mengikuti langkah ibunya Hanin dan duduk di sofa ruang tamu.
Bian sedikit aneh dengan suasana rumah yang sepi.
"Nak Bian baru pulang dari Semarang?" tanya ibunya Hanin.
"Iya Tante. Semalam saya baru pulang." jawab Bian.
"Rumah sepi ya Tan?" tanya Bian.
"Iya kebetulan ayah Hanin baru aja berangkat kerja. Tante kebagian ngajar siang hari ini." jawab ibunya Hanin.
"Hanin kemana Tan?" tanya Bian kembali.
"Loh, kan Hanin ke Bali satu hari yang lalu." jawab ibunya Hanin.
"Bali?" ulang Bian.
"Iya. Hanin bilang Nak Bian udah tahu." jawab ibunya Hanin dengan pandangan bingung.
Bian menghela napas panjang. Ada apa sih dengan perempuan itu? Satu minggu ini ia mengabaikannya dan bahkan tidak mengabari rencana perginya ke Bali.
"Hanin gak bilang ke saya lho Tan." ucap Bian kemudian.
"Ckckck, anak itu. Dia bilang udah ngasih tahu nak Bian." decak ibunya Hanin.
"Berapa lama Tan?" tanya Bian.
"Sepuluh hari." jawab ibunya Hanin.
"Sepuluh hari?" Bian membulatkan matanya tidak percaya.
"Iya. Kan Hanin mengambil cuti tahunannya." jawab ibunya Hanin.
"Yaudah kalau gitu Tan. Saya kembali lagi ke rumah sakit." pamit Bian.
"Oh ya Tan, nomor Tante kok gak bisa dihubungi?" tanya Bian sebelum benar-benar pergi.
"Masa sih? Nomor tante aktif kok." ucap ibunya Hanin sambil memperlihatkan ponselnya.
"Boleh saya lihat sebentar Tan?" tanya Bian.
Tanpa menjawab ibunya Hanin menyerahkan ponselnya pada Bian.
Bian berdecak ketika melihat nomornya yang terblokir. Pantas saja dia tidak bisa menghubungi ibunya Hanin, sedangkan nomor ayahnya Hanin? Bian belum punya. Ini semua pasti kerjaan Hanin, pikir Bian.
"Kenapa nak?" tanya ibunya Hanin.
"Gak papa kok Tan. Ini saya kembalikan." ucap Bian sambil menyerahkan ponsel itu setelah membuka blokir kontaknya.
"Yaudah Tan saya permisi. Assalamu'alaikum." ucap Bian.
"Wa'alaikumsalam." jawab Ibunya Hanin.
---
Bian menatap sebal pada jadwal yang tengah ia periksa. Tidak ada waktu baginya untuk menyusul Hanin ke Bali untuk waktu dekat, kecuali saat weekend dan itu berarti dia harus menunggu lima hari lagi.
Ceklek...
Bian menatap siapa yang membuka pintu ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Dan ternyata itu Carrol.
"Ian Hanin dimana?" tanya Carrol tiba-tiba.
"Bali." jawab Bian singkat.
"Nomornya kenapa gak bisa dihubungi sih?" tanya Carrol lagi.
"Sama." jawab Bian.
"Dia pasti salah faham Ian." ujar Carrol.
"Maksudnya?" tanya Bian tidak mengerti.
Carrol menunjukkan foto di ponselnya.
"Shit!" umpat Bian. Jadi karena itu Hanin mengabaikannya?
"Kamu dapat darimana?" tanya Bian.
"Tadi pagi saat aku datang para perawat di poly-ku tiba-tiba tersenyum-senyum. Ya aku curiga dong, langsung saja aku tanya ada apa. Dan mereka tiba-tiba mengucapkan selamat padaku. Saat aku desak mereka pun akhirnya memperlihatkan foto itu. Menurut mereka foto itu telah banyak tersebar di kalangan pegawai rumah sakit." tutur Carrol.
Bian kembali menghela napasnya berulang-ulang. Kepalanya berdenyut ketika memikirkan bagaimana marahnya perempuan itu.
"Aku minta maaf Ian karena telah membuat kesalahfahaman ini." kata Carrol dengan wajah sendu.
Bian menatap wajah itu dan kemudian berkata sambil tersenyum, "Gak usah minta maaf. Ini masalah aku dan Hanin. Lagipula aku tahu Hanin bukan perempuan yang hanya mengandalkan hati tanpa memakai logika. Mungkin sekarang dia benar-benar sedang membutuhkan penenangan diri." ujar Bian.
"Kamu susul Hanin ke Bali Ian." usul Carrol.
Bian terkekeh pelan sebelum menjawab. Ia kemudian mengacungkan kertas yang berisi jadwalnya.
"Aku gak mungkin nelantarin pasien hanya karena urusan pribadiku." ucap Bian.
"Aku ngerti." ucap Carrol sambil tersenyum.
"Yaudah aku balik lagi ya." lanjut Carrol.
Bian hanya mengangguk dan menatap pintu yang telah kembali tertutup. Ia mengerang frustasi memikirkan bagaimana caranya untuk menyelesaikan kesalahfahaman ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top