Chapter 24

Happy Friday and happy reading^^



Bian hendak mengambil ponsel untuk menelpon Hanin namun suara ketukan dari luar kamar hotelnya menghentikan kegiatannya. Bian pun bergegas untuk membuka kan pintu.

"Antar aku cari makan yuk." ajak Carrol langsung ketika pintu telah terbuka.

"Kan kamu bisa pesan biar diantar ke kamarmu." jawab Bian.

"Aku gak mau makanan hotel. Ayo antar aku cari makan Ian." ujar Carrol.

Bian mendesah ketika sudah melihat wajah Carrol yang seperti ini, ia tak kuasa untuk menolak.

"Yaudah tunggu aku ambil jaket dulu." ucap Bian dan Carrol pun langsung tersenyum senang.

---

"Aku gak nyangka kalau ternyata perempuan yang kamu suka itu Hanin." ucap Carrol.

Mereka tengah berjalan menuju ke hotel setelah makan di salah satu restaurant yang berada tidak jauh dari hotel.

Bian terkekeh pelan mendengar ucapan Carrol.

"Aku juga bingung kenapa aku bisa jatuh cinta pada dia. Mungkin memang benar kata orang bahwa rasa cinta itu muncul begitu saja tanpa memandang siapa orangnya." kata Bian.

"Heem kamu benar." gumam Carrol.

"Kamu lagi jatuh cinta Carrol?" tanya Bian menghentikan langkahnya. Ia menatap lekat mata Carrol, namun Carrol mengalihkan pandangannya.

Carrol mati-matian menahan supaya air matanya tidak jatuh.

"Katakan siapa orangnya." lanjut Bian penasaran.

"Tidak perlu kamu tahu. Lagipula aku tidak mungkin memilikinya." jawab Carrol.

"Kenapa tidak mungkin? Tidak akan ada laki-laki yang mampu menolakmu." ujar Bian.

"Tapi nyatanya pria itu lebih memilih wanita lain." lirih Carrol.

Carrol benar-benar tidak sanggup sekarang, air matanya luruh begitu saja. Bian merasa bersalah karena telah menyinggung hal itu. Bian berpikir mungkin saja pria itu benar-benar berarti bagi Carrol. Sejak 15 tahun ia mengenal Carrol baru kali ini ia melihat wanita ini menangis karena seorang pria.

"Maaf jika aku mengatakan hal yang tidak seharusnya." ucap Bian sambil membawa Carrol ke dalam pelukannya.

Carrol semakin terisak di dalam pelukan Bian.

Setelah tangisnya agak reda Carrol melepaskan pelukan Bian.

"Terima kasih." ucap Carrol sambil menyeka sisa air matanya.

"Maaf aku membuat jaket kamu basah." ucap Carrol sambil memandang jaket Bian yang meninggalkan bekas air matanya.

"Jangan pikirkan itu." ucap Bian sambil mengelus kepala Carrol.

Air mata Carrol kembali luruh ketika Bian memperlakukannya dengan lembut.

"Ian..." lirih Carrol.

"Hmmm." jawab Bian.

"Aku harap kamu dapat berbahagia dengan Hanin." ucap Carrol sambil tersenyum.

Bian mengerutkan keningnya merasa ada yang janggal dari ucapan Carrol.

"Jika kamu berbahagia dengannya setidaknya akan mengurangi rasa penyesalan dalam diriku." lanjut Carrol.

"Carrol..." Bian menyadari semuanya sekarang.

"Iya. Pria yang aku sukai itu kamu. Aku menahan semua rasa ini bertahun-tahun karena aku takut persahabatan yang kita jalin selama belasan tahun hancur." kata Carrol.

"Lalu kenapa kamu mengatakannya sekarang? Setelah ada seorang wanita di sampingku?" tanya Bian.

"Aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Mungkin sekarang aku telah membuat kamu kebingungan, tapi aku gak bisa nahan ini lagi Ian. Semakin aku pikirkan semakin sesak rasa ini. Walaupun aku tidak bisa memilikimu sebagai seorang pendamping tapi setidaknya aku merasa lega telah mengatakan ini." tutur Carrol.

"Tapi kamu tahu bukan konsekuensinya?" tanya Bian.

Carrol tersenyum sebelum menjawabnya, "Aku tahu. Mungkin setelah ini hubungan kita akan menjadi canggung. Tapi aku harap kamu tidak meninggalkan ku. Cukuplah aku kehilanganmu sebagai seorang pria, tapi jangan buat aku kehilanganmu sebagai seorang sahabat."

"Maaf jika selama ini aku tidak menyadari perasaanmu terhadapku. Tapi jujur Carrol sejak awal aku hanya menganggapmu sebagai seorang sahabat. Aku menyayangimu dan ingin melindungimu. Tapi semua itu sebagai bentuk kasihku kepada seorang saudara." ucap Bian.

"Aku mengerti. Dan kamu tidak perlu meminta maaf akan hal itu Ian. Kamu membuatku terlihat menyedihkan." ungkap Carrol sambil terkekeh.

Bian tersenyum melihat Carrol. Ia tahu wanita ini masih terluka karenanya.

"Baiklah aku akan lupakan kejadian malam ini. Anggap saja tidak ada yang terjadi di malam ini. Kita akan bersikap seperti biasanya seperti hari-hari yang telah lalu." ujar Bian.

Carrol hanya tersenyum dan mengangguk. Setidaknya perasaannya sudah cukup baik sekarang. Mungkin dia akan menyesal seumur hidup jika malam ini ia tidak mengatakan apa yang ia rasakan selama ini.

***

Hanin melirik jam di dinding. Sudah pukul setengah 9 malam dan Bian belum juga menghubunginya. Akhirnya Hanin pun berinisiatif untuk menelponnya terlebih dahulu.

Tidak diangkat.

Hanin mendesah frustasi kemana pria ini? Apa mungkin jam segini sudah tertidur? Tiba-tiba bayangan buruk bergelayut dalam pikirannya.

Hanin menepis semuanya. Tidak! Dia tidak boleh berprasangka yang tidak-tidak. Hanin mengerang ini bahkan belum satu hari Bian di Semarang tapi mengapa hatinya selalu cemas akan Bian? Bahkan Bian bukan berada di area perang tapi Hanin selalu khawatir. Apa mungkin sebenarnya kekhawatirannya karena ada Carrol disana?

Ting...

Bunyi notifikasi dari whatsapp membuat Hanin buru-buru membukanya. Ternyata dari Rere.

Rere mengirimkan sebuah foto. Namun foto disana cukup membuat Hanin merasa sesak.

Rere : Seperti yang gue duga mereka memang ada apa-apanya-_-

Hanin mengambil napas pelan dan mencoba untuk berpikir positif. Di foto itu memang terlihat sangat jelas Bian yang tengah memeluk Carrol, tapi bukankah dulu juga banyak foto mereka yang mesra layaknya pasangan di instagram Carrol? Tapi masalahnya kenapa sekarang Bian masih melakukan itu disaat dia telah memiliki Hanin?

Me : Dari mana itu re?

Rere : Dari grup sebelah lagi rame. Itu diambil sama salah satu dokter yang kebetulan melihat mereka.

Me : Kurang kerjaan dokternya.

Rere : Dia dokter anonim yang selalu ngasih kita info tentang para dokter:v seperti yang gue bilang para dokter pun sama-sama lambenya. Tapi mereka so cool aja di depan kita, padahal aslinya sama-sama kepo.

Me : Oh

Rere : Sakit tak berdarah cuyyy dibales oh doang.

Hanin tidak membalas pesan Rere karena sekarang hatinya lebih sakit.

Ia mencoba untuk menghubungi Bian kembali, namun hasilnya nihil. Bian masih tidak mengangkat panggilannya.

Pada akhirnya Hanin mematikan ponselnya dan menelungkupkan kepalanya pada bantal.

***

Setelah mengantarkan Carrol sampai di kamarnya Bian kembali menuju kamarnya.

Setelah masuk ia menatap ponselnya yang tergeletak tak berdaya diatas tempat tidur. Bian dengan segera meraihnya dan merutuki kebodohannya karena lupa untuk menghubungi Hanin.

Saat membuka ponselnya dia menemukan lima panggilan tak terjawab dari Hanin.

Dengan segera Bian pun menghubungi Hanin. Namun sialnya malah suara operator yang menjawabnya.

Bian pun meletakkan kembali ponselnya dan berniat untuk menghubungi Hanin besok saja.

Ia menatap langit-langit kamar tidurnya dan memijit pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut. Ia merasa bingung dengan keadaannya sekarang.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top