Chapter 2
Selamat siang:)
Buat menemani siang kalian ya, bacanya sambil santuy.... wkwkwkwk
"Selamat pagi" sapa Hanin kepada Perawat yang bertugas di poli obgyn.
"Pagi. Eh Hanin! Ada apa?" tanya Perawat itu yang memang sudah mengenal Hanin.
"Aku mau titip kado buat Dokter Carrol." ucap Hanin sambil menyerahkan sebuah bungkusan yang dari tadi dipegangnya.
"Wah sayang banget, Dokter Carrol lagi cuti untuk seminggu kedepan." ucap Perawat tersebut.
"Yah, gimana dong?" tanya Hanin dengan mengerucutkan bibirnya.
"Oh iya, kamu titip aja deh ke Dokter Bian. Mereka kan deket jadi biar langsung diberikan." saran Perawat itu.
"Oke deh makasih ya Na." ucap Hanin.
Hanin pun meninggalkan poli obgyn yang masih sepi tersebut dan bergegas untuk menemui Dokter Bian.
***
Hanin duduk di kursi yang tepat berada di depan tempat BPJS rumah sakitnya. Kebetulan sekali tempat itu berada tepat di depan tempat parkir khusus dokter. Hanin sebenarnya agak risih dengan tatapan mata orang-orang yang memang sangat penuh di BPJS. Ia masih mengenakan seragamnya karena sekarang sebenarnya waktunya pulang setelah shift malamnya. Namun, Hanin duduk disana menunggu Dokter Bian yang menurut Perawat di tempatnya akan segera datang.
Sudah setengah jam Hanin duduk disana, dan Dokter Bian belum juga muncul. Di dalam hatinya Hanin sudah menggerutu karena keterlambatan Dokter tersebut.
Sebuah mobil Mercedes-Benz Maybach S-Class terparkir dengan sempurna tepat tak jauh dari tempat Hanin duduk. Ia pun segera memperhatikan siapa yang akan turun dari mobil yang hanya bisa dibayangkan Hanin untuk dimiliki itu.
Jika saja tidak banyak orang disekitarnya, mungkin Hanin akan berteriak histeris melihat siapa yang turun dari mobil itu. Dengan segera Hanin pun menghampirinya.
"Dokter." panggil Hanin ketika sudah berada tepat di depan mobilnya.
"Panggil saya?" tanya Dokter yang tak lain adalah Bian.
"Iyalah Dok." jawab Hanin sambil memutar bola matanya malas.
"Ada apa?" tanya Bian kembali sambil menaikkan alisnya.
"Ini Dok, saya mau titip kado untuk Dokter Carrol." jawab Hanin sambil menyerahkan kado yang sedari tadi dipegangnya.
"Oh oke. Dari siapa?" tanya Bian.
"Dari Hanin Farmasi. Dokter Carrol pasti tahu kok." ucap Hanin.
"Oke." singkat Bian.
Bian pun membuka kembali pintu mobilnya dan menyimpan kado dari Hanin di dalam mobil.
"Makasih Dok. Saya permisi." ucap Hanin.
"Ya." jawab Bian singkat.
Hanin pun segera pergi dari tempat itu dan mengambil motor miliknya yang terparkir di basement rumah sakit.
***
"Nin lo udah tahu gosip terbaru dari Dokter Bian gak?" tanya Rere rekan sejawat Hanin di farmasi yang juga merupakan sahabatnya dari masa kuliah.
"Apaan?" tanya Hanin dengan mulut masih mengunyah.
"Makan dulu deh." ujar Rere.
"Yaelah Re, kaya yang kita punya waktu aja buat ngobrol setelah makan." ujar Hanin sambil terkekeh pelan dan diikuti oleh Rere.
Mereka sedang istirahat dan makan di kantin rumah sakit, memang benar dengan apa yang dikatakan Hanin. Tidak ada waktu luang untuk sekadar mengobrol karena jumlah pasien yang ribuan membuat mereka tak bisa bersantai, mengobrol pun mereka lakukan di sela-sela kegiatannya.
"Gini nih, katanya Dokter Bian bakalan jadi wakil Presdir rumah sakit ini." ucap Rere.
"What? Bukannya Dokter Adit baru beberapa bulan jadi wakil Direktur?" tanya Hanin kaget dan menghentikan kegiatan makannya.
"Bukan jadi wakil Direktur Hanin, tapi jadi WAKIL PRESDIR catat itu di otak lelet lo." ucap Rere dengan gemas.
"Wakil Presdir? Bukannya posisi itu dipegang oleh pak Angga ya?" Hanin mencoba mengingat-ingat nama orang-orang di manajemen atas itu.
Direktur, wakil Direktur, Presdir, dan wakil Presdir semua orang itu berasal dari dunia kedokteran.
"Ya tapi dari info yang gue denger katanya Balla's Company akan melakukan perombakan besar-besaran di semua cabang usahanya." jawab Rere.
"Tapi gak mungkin deh Re Dokter Bian jadi wakil Presdir. Dia juga kerja disini baru satu tahun. Lagi pula jadi kepala Departemen aja dia belum bisa, masa langsung jadi wakil Presdir?" ucap Hanin.
"Ya bisalah nin, dia kan putra pemilik Balla's Company." jawab Rere.
"Pokoknya aku gak setuju! Dia itu walaupun ganteng tapi gak masuk kriteria untuk memegang tanggung jawab sebesar itu." ucap Hanin.
"Tingkahmu itu lho Nin, emangnya siapa yang mau dengerin kamu? Lagi pula Presdir rumah sakit yang sekarang juga kan tantenya." ucap Rere sambil menunjukkan cengirannya.
Hanin pun hanya menghela napas.
"Udahlah lagi pula tugas kita bukan untuk ikut campur dengan manajemen atas kok, kita hanya perlu menolong pasien." lanjut Rere.
---
Seusai pulang makan dari kantin ia masih kepikikiran ucapannya Rere.
"Nin, Hanin!" ucap Anti rekannya yang berada disampingnya.
"Eh iya?" Hanin kaget karena dia sedang melamun, dia tidak sadar bahwa pemilik nomor antrian telah berdiri di depannya.
"Itu yang ngambil obat." ucap Anti dan dia pun melanjutkan pekerjaannya.
Hanin melihat kedepannya ternyata ada seorang ibu yang Hanin perkirakan usianya sama dengan Ibunya. Tapi dilihat dari penampilannya dia adalah orang kaya. Apalagi beliau adalah pasien umum.
"Mohon maaf bu. Dengan ibu Kansha Jordi?" tanya Hanin dengan senyum menghiasi bibirnya.
"Iya." jawab ibu tersebut sambil balas tersenyum.
"Bisa sebutkan tanggal lahirnya bu?" pinta Hanin.
"12-02-xxxx" jawab ibu tersebut.
Setelah mengecek kebenaran dengan obat yang telah disediakan, Hanin pun segera menyerahkan obat tersebut, tak lupa ia juga menjelaskan aturan pemakaiannya.
"Terima kasih Mba." ucap Ibu tersebut.
"Iya sama-sama Bu semoga.." ucapan Hanin terputus ketika seseorang menghampiri ibu tersebut.
"Mih di Rumah sakit? Kok gak bilang aku?" tanya Bian tiba-tiba ke ibu tersebut.
Hanin mencoba menerka ibu itu siapa? Mih? Mamih maksudnya? Ibu nya Dokter Bian? Tapi Hanin tahu kok wajah istri dari Direktur Utama Balla's Company itu.
"Eh Bian. Mamih biasa lah kesini kegiatan rutin." ucap Ibu tersebut.
"Carrol kemana? Dia gak ngantar Mamih?" tanya Bian.
"Biarkan dia menikmati cutinya. Mamih gak mau ganggu." ucap ibu tersebut sambil terkekeh.
Dokter Carrol maksudnya? Jadi ibu ini ibunya Dokter Carrol? Pikir hanin.
"Mih sorry ya Bian gak bisa antar pulang soalnya udah punya janji sama pasien." ucap Bian.
"Gak papa lah Bian, lagi pula mamih kesini sama sopir kok." jawabnya.
"Yaudah mamih pulang dulu ya." lanjut ibu tersebut.
"Oke Mih, hati-hati." jawab Bian.
Setelah melihat ibu tersebut pergi, Dokter Bian berbalik hendak pulang tapi dia melihat sekilas ke counter farmasi.
"Selamat siang, Hanin?" ucapnya sambil melirik sekilas name tag Hanin.
Tanpa menunggu jawaban Hanin, Dokter Bian pergi melanjutkan langkahnya.
Hanin yang tiba-tiba disapa oleh Bian hanya terdiam merasa tidak percaya. Setelah sekian lama dia mengidolakannya baru kali ini dia disapa langsung oleh Dokter itu.
***
"Udah mau pulang Nin?" tanya Reva rekan Hanin yang lainnya.
"Iya Va, udah beres shift pagi gue." jawab Hanin sambil membereskan barangnya.
"Ah rasanya tulang gue semuanya mau remuk. Berdiri di depan counter itu gak enak ya?" tanya Hanin seperti bermonolog sendiri.
"Haha emang iya. Tapi Nin, lo katanya tadi disapa Dokter Bian?" tanya Reva mulai kepo.
"Hmmm." jawab Hanin malas. Sudah beberapa orang yang menanyakan itu padanya, ini semua gara-gara mulut ember nya Anti.
"Kok bisa sih Nin?" tanya Reva lagi.
"Bisalah, gue sama dia kan sama-sama manusia ya wajar lah saling sapa." jawab Hanin.
"Udah ah mau pulang gue, mau menikmati kasur yang indah." ucapnya sambil tertawa.
"Serius ih Nin tunggu dulu apa." Reva tak puas dengan jawaban Hanin.
"Gue ngelayanin ibunya Dokter Carrol. Puas lo sekarang?" tanya Hanin. Tanpa menunggu jawaban dari Reva Hanin segera bergegas pulang.
"Gue pulang dulu ya, bye. Selamat bertugas rempong." ucap Hanin mempelesetkan nama Reva.
"Sialan lo" desis Reva.
Hanin berjalan di lorong rumah sakit. Tapi di depan sana Hanin melihat punggung seseorang yang ia kenali sedang berjalan. Hanin pun segera menyusulnya.
"Siang Dok." sapa Hanin setelah mensejajarkan langkahnya.
Dokter Bian menoleh sekilas tanpa menjawab sapaan Hanin.
"Mau pulang Dok?" tanya Hanin kembali.
"Hmmm." Hanya gumaman pelan yang dapat Hanin dengar.
"Oh iya Dok, berita itu benar gak sih?" tanya Hanin hati-hati.
"Berita apa?" tanya Bian dengan nada tidak tertarik.
"Katanya Dokter akan jadi wakil Presdir." ucap Hanin.
Seketika Bian menghentikan langkahnya
"Siapa yang menyebarkan berita itu?" tanya Bian menatap lurus ke arah Hanin.
Hanin yang ditatap sedemikian rupa tiba-tiba merasakan gugup yang luar biasa.
"It ... itu hampir semua orang sudah mengetahuinya kok. Apalagi dikalangan perawat." jawab Hanin dengan gugup.
Sialan! Padahal sebelumnya Hanin tidak pernah gugup berbicara dengan siapapun, ya kecuali saat dirinya interview untuk pertama kalinya disini.
"Kalian disini itu untuk membantu pasien bukan ikut campur masalah manajemen. Apalagi dengan menyebarkan hal-hal yang belum dapat dipastikan kebenarannya." ujar Bian dengan pongah.
"Lho Dok? Emang salah ya kalau kami juga menginginkan informasi mengenai pimpinan kami disini. Jika kita buta informasi bagaimana jika ternyata kami dipimpin oleh orang yang tidak kompeten?" tanya Hanin.
"Maksud kamu saya tidak kompeten untuk menjadi seorang wakil Presdir?" Bian balik bertanya.
"Walaupun Dokter cerdas tapi pengalaman Dokter masih minim. Dokter baru bekerja disini selama satu tahun. Dan Dokter tahu bukan untuk menjadi kepala Departemen saja Dokter belum memenuhi kualifikasinya." jawab Hanin.
"Benarkah saya belum memenuhi kualifikasi?" tanya Bian sambil tersenyum miring.
"Jika Dokter membaca peraturan di rumah sakit ini tentu saja Dokter akan menemukan jawabannya. Intinya saya menyatakan menolak Dokter menjadi wakil Presdir." ucap Hanin mantap.
"WOW! Saya baru tahu bahwa ternyata seorang Apoteker begitu tertarik dengan manajemen. Sayangnya kamu tidak mempunyai kuasa apapun disini, mau saya menjadi wakil Presdir, atau jadi Presdirnya atau bahkan menjadi Dirut di kantor pusat itu tidak ada hubungannya dengan kamu." ucap Bian dengan nada meremehkan.
Hanin kehilangan kata-kata mendengar ucapan Bian. Sebelum ia hendak bicara lagi, Bian telah pergi meninggalkannya.
"Wah ... apakah ternyata ini sikap asli Dokter yang aku idolakan? Benar-benar sulit dipercaya." ucap Hanin bermonolog sendiri sambil menatap punggung Dokter Bian yang semakin menjauh.
Hanin menghela napas panjang, ia juga bertanya kenapa dirinya begitu penasaran dengan manajemen atas? Bukankah saat pergantian wakil Direktur pun dia tidak begitu memusingkannya? Tapi lebih dari itu mulai hari ini Hanin memutuskan untuk menjadi haters Dokter Bian!
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top