Chapter 16
Happy reading ^_^
Hanin berjalan pelan menuju lobby rumah sakit. 15 menit yang lalu ia telah menerima pesan dari Bian bahwa dirinya sudah menunggu di depan lobby. Entah kenapa namun rasa gugup itu kembali menyergap, bahkan capek nya bekerja hari ini seolah sirna dan digantikan oleh rasa gugup yang berkepanjangan.
Hanin dapat melihat dengan jelas mobil Bian terparkir di samping lobby utama, ia kembali menghembuskan napasnya berulang.
"Maaf lama Dok." ucap Hanin begitu dirinya masuk ke dalam mobil.
"Gak papa." jawab Bian santai.
Hanin sengaja menyuruh Bian untuk menunggu di dalam mobil saja. Ia tidak mau menjadi bahan gosip di rumah sakit karena dijemput oleh Bian.
"Langsung pulang?" tanya Bian begitu mobil bergerak meninggalkan pelataran rumah sakit.
"Iya." jawab Hanin singkat.
Entah hanya perasaannya saja atau bukan, namun atmosfer di dalam mobil terasa berbeda dari sebelumnya. Hanin melirik sekilas ke arah Bian yang tengah fokus mengemudi, namun tiba-tiba Bian meliriknya juga. Dengan buru-buru Hanin memalingkan wajahnya ke arah jendela di sampingnya.
"Kenapa Nin? Saya ganteng ya?" tanya Bian sambil terkekeh.
"Iyalah ganteng kan cowok. Emang mau disebut cantik?" ujar Hanin dengan ekspresi judesnya. Yakinlah itu semua hanyalah topeng untuk menutupi kadar gugupnya yang semakin meningkat.
"Jadi maksudnya saya harus bilang kalau kamu baru cantik, begitu?" tanya Bian.
"Bukan gitu Dok! Please deh Dok jangan menyalah artikan sesuatu." ujar Hanin.
"Santai aja Nin gak usah nge gas." ucap Bian terlanjur santai.
"Siapa coba yang mulai?" tanya Hanin.
"Yang mulai apanya?" tanya Bian kembali.
"Yang mulai mancing-mancing emosi siapa?" tanya Hanin galak.
"Emosi yang bagaimana?" tanya Bian ambigu.
"Tau ah!" ucap Hanin kesal dan hanya dibalas gelak tawa oleh Bian.
---
Hanin memandang pria yang kini tengah berbincang seru dengan ibunya. Sudah hampir satu jam dan obrolan mereka seolah tak ada habisnya. Segala hal mereka bicarakan. Hanin sebenarnya merasa aneh apa seperti ini yang selalu Bian lakukan? Apa hanya kepada dirinya saja semua nyinyiran ditunjukan? Mereka mengobrol dengan santai tanpa disisipi sindiran-sindiran. Sedangkan jika bersama Hanin? Uhh mulut laki-laki ini siap menyemburkan segala kata-kata sarkasnya.
"Ayah Hanin juga sebentar lagi pulang kok. Tunggu aja ya." pinta ibunya Hanin.
"Maaf tante saya harus pulang sekarang. Saya udah ada janji sama mommy tan." kata Bian dengan nada menyesal.
"Yaudah gak papa. Kapan-kapan kesini lagi ya nak Bian." ucap Ibunya Hanin.
Setelah berpamitan dan mencium tangan ibunya Hanin, Bian pun berjalan ke luar rumah dengan diantar Hanin.
"Nin." panggil Bian sebelum masuk mobil.
Hanin menaikkan alisnya sebagai jawaban 'apa?'.
"Soal ucapan saya yang tadi pagi, saya serius." ucap Bian sukses membuat Hanin hampir tersedak ludahnya sendiri.
"Saya tunggu jawaban dari kamu." lanjutnya.
Hanin mengambil napas sejenak sebelum hendak menjawab.
"Saya perlu waktu Dok." hanya itu kata yang terlontar dari mulut Hanin.
Bian mengangguk mengerti.
"Jangan terlalu lama ya." ucap Bian dengan senyuman.
Bukan jenis senyuman pongah yang biasa Hanin lihat, tapi senyuman yang sukses membuat Hanin ketar ketir dibuatnya.
"Saya pamit pulang sekarang." kata Bian lagi.
"Iya. Hati-hati Dok." jawab Hanin.
Mobil Bian pun bergerak menjauhi kediaman Hanin. Dan Hanin pun kembali masuk ke dalam rumahnya.
"Bian itu lebih baik dari mantan kamu lho Nin." ucap Ibunya ketika Hanin kembali mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.
"Mamah apaansih malah bandingin sama mantan. Emang Dokter Bian itu siapanya Hanin." ujar Hanin.
"Bukan siapa-siapanya kamu tapi mamah yakin suatu hari nanti pasti jadi siapa-siapanya kamu." ucap Ibunya.
"Ih Mamah sok tahu." Kata Hanin sambil mencebikkan bibirnya.
"Bian itu kelihatan banget deketin kamunya Nin. Nih ya kalian kan awalnya cuma rekan kerja di rumah sakit, itupun gak deket deket amat. Masa sekarang dia tiba-tiba antar jemput kamu, ngobrol sama ayah tadi pagi, terus sama mamah juga. Emangnya kamu gak peka?" tanya Ibunya.
"Kita hanya teman." jawab Hanin.
"Halah! Zaman sekarang banyak yang ngakunya teman padahal sebenarnya lebih dari teman." ucap Ibunya sambil terkekeh dan hendak beranjak pergi dari ruang tamu.
"Mamah ke belakang dulu ya Nin." lanjut Ibunya.
Sepeninggal ibunya Hanin kembali berpikir tentang ucapan Bian. Apa yang harus ia jawab? Apakah Hanin merasakan hal yang sama dengan Bian? Jujur saja, Hanin memang merasa nyaman dengan Bian. Kepercayaan? Rasanya Hanin bisa mempercayai Bian. Yang Hanin nilai Bian tidak seperti pria lainnya yang player hanya karena mempunyai tampang yang lebih. Hanin harus mengakui bahwa dirinya sering merasa cemburu jika melihat kedekatan Bian dengan Carrol.
Seperti menemukan titik permasalahan Hanin menegakkan duduknya dan mengetuk ngetuk meja di depannya. Ia sekarang mengerti perasaan yang mengganjal di hatinya yaitu Carrol. Walaupun Bian telah menjelaskan berulang kali bahwa dirinya tidak ada apa-apa namun tetap saja Hanin merasakan keganjalan. Hanin dapat melihat, sebagai wanita Carrol merasakan hal yang sama sepertinya kepada Bian. Lalu apakah dirinya akan sanggup berhubungan dengan pria yang selama belasan tahun telah ada wanita yang hampir sempurna di sisinya? Apakah dirinya akan sanggup menjalin hubungan dengan pria yang bahkan dunia seperti mendukung hubungan antara Bian dan Carrol?
***
Sudah 5 hari sejak Bian menyatakan perasaannya dan Hanin belum memberikan jawaban sama sekali. Jika Bian mengirim pesan pun Hanin hanya membalasnya singkat atau bahkan tidak membalasnya. Selalu saja ada alasan untuk Hanin menolak bertemu dengan Bian.
"Akhir-akhir ini lo kelihatan beda Nin, ada apa?" tanya Rere.
Mereka sekarang tengah berada di kosan Rere karena kebetulan mereka kebagian shift sore dan jam masih menunjukkan pukul setengah 12 siang.
"Gak ada apa-apa Re." jawab Hanin mengelak.
"Cerita aja gak usah bohong." ujar Rere.
"Serius gak ada apa-apa. Gue hanya kepikiran salah satu drama Korea yang lagi gue tonton, ceritanya masih on going makannya gue kepikiran tuh episode nya gantung banget." kata Hanin sambil terkekeh menutupi kebohongannya.
Rere hanya memutar bola matanya malas. Masalahnya Rere kurang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan artis di negara ginseng itu.
"Jadi gini ceritanya Re, si cewek kemarin di tembak sama cowok yang baru ia kenal beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya itu cewek pun merasakan hal yang sama sama cowok itu tapi ia malah menggantung jawabannya.."
"Kalau sama-sama suka kenapa digantung? Ogeb kali tuh cewek." ucap Rere memotong ucapan Hanin.
"Ih Rere! Dengerin dulu lanjutannya." ucap Hanin dan hanya dibalas cengiran tanpa dosa oleh Rere.
"Masalahnya si cowok itu punya sahabat seorang wanita. Mereka udah bersahabat selama 15 tahun. Dan si cewek ini ragu mau menerima, ya ... karena wanita itu."
"Mereka kan cuma sahabat, letak masalahnya dimana?"
"Mereka bersahabat tapi semua orang mengira mereka itu ada hubungan khusus. Dan si cewek gak mau dong jadi omongan orang, ntar dikira dirinya pelakor." kata Hanin.
"Omongan orang kok di dengerin. Biarkan saja mereka bergosip yang penting diantara mereka bertiga tahu kebenarannya."
"Terus Re, sahabat cowoknya itu wanita yang hampir sempurna. Dan cewek itu yakin bahwa wanita itu menyukai cowok yang nembaknya."
"Jadi si cewek gak percaya diri? Dan si wanita itu baper sendiri sedangkan cowoknya menyukai orang lain." Rere tampak berpikir sejenak dan Hanin menunggu kelanjutan omongan Rere.
"Dapat gue tebak si cowok dan sahabat perempuannya pasti dari kalangan bangsawan dan ceweknya rakyat jelata. Iya, kan?"
Untung saja Hanin ingat bahwa mereka pura-pura sedang membahas drama. Coba kalau Hanin kelepasan menabok Rere karena mengatainya rakyat jelata. Walaupun Hanin tidak sekaya Bian dan Carrol tapi dia juga tidak bisa dikategorikan miskin. Ibunya guru yang sudah PNS dan ayahnya sudah menjadi pegawai tetap di salah satu Bank BUMN.
"Bisa dikategorikan gitu lah. Tapi gak rakyat jelata juga Re. Kalangan menengah lah." ujar Hanin mengoreksi.
"Gue gak peduli! Mau dia kalangan menengah atau apapun yang pasti si pria lebih kaya dari wanitanya." Rere menjeda kembali.
"Cerita yang kaya gini biasanya happy ending kok Nin. Jadi lo gak usah khawatir, gue yakin di episode terakhirnya pasti si cewek dan cowok itu bersatu." ucap Rere mengakhiri omongannya.
Hanin hanya menghembuskan napasnya kasar. Kalau di drama sih memang semudah itu, tapi masalahnya ini tuh di kehidupan Hanin bukan di drama.
"Kalau lo jadi ceweknya bakalan lo terima gak Re?" tanya Hanin kemudian.
"Ya pastilah. Ini kesempatan langka supaya kaum jelata naik kelas menjadi bangsawan." ucap Rere sambil tertawa.
"Yang bener ogeb!" ucap Hanin kesal.
"Terima dong Nin. Walaupun sahabatnya wanita yang hampir sempurna kata lo, kalau dianya cinta sama gue ya biarin aja."
"Tapi gue kasihan sama sahabatnya, dia itu wanita yang baik banget." kata Hanin.
"Kalau dia baik lo yakin aja pasti dia menemukan pria yang baik juga yang akan menerima segala tentangnya. Dan sahabatnya itu bukan pria yang cocok untuknya karena nyatanya dia mencintai wanita lain saat ada seseorang yang hampir sempurna di sisinya. Itu artinya si cowok benar-benar hanya menganggap perempuan iu sebatas sahabat." kata Rere panjang lebar.
"Tapi orangtuanya gimana? Biasanya para kaum bangsawan itu menentang hubungan putranya dengan rakyat jelata." tanya Rere tiba-tiba.
Hanin tercenung sesaat, benar kata Rere bagaimana dengan orang tua Bian? Tidak menutup kemungkinan bukan bahwa mereka akan menentang hubungannya. Apalagi Hanin yakin Carrol sudah begitu dekat dengan keluarga itu. Buktinya di rumah kak Ayya pun Carrol tidak kelihatan canggung sama sekali.
Tapi kak Ayya sendiri begitu baik kok. Tanpa sadar Hanin menggeleng-gelengkan kepalanya. Orang tuanya kan bisa saja berbeda?
"Lo kenapa Nin?" tanya Rere merasa aneh.
"Hah? Nggak kok, gue cuma kepikiran aja dengan orang tuanya." jawab Hanin.
"Tapi walaupun orang tuanya menentang, asal mereka menunjukkan kesungguhan cinta mereka saja. Pada akhirnya orang tua tetap akan memberikan restu mereka." ucap Rere.
Hanin mengangguk-angguk. Perasaannya sekarang setidaknya lebih tenang. Hanin berpikir bolehkah dia egois untuk perasaannya? Bolehkah dia mengabaikan perasaan orang lain untuk saat ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top