VII: Fairest of All

Day 7:
Pilih satu karakter dari cerita orang lain yang kamu suka (bisa novel baik sudah terbit fisik/digital, bisa film, series, bebas) lalu deskripsikan dia dari sudut pandang karaktermu.

Aku ingat waktu kecil dulu aku senang sekali membaca dan menonton dongeng para putri. Bukan hanya menikmati cerita-cerita mereka, tetapi aku juga terobsesi ingin menjadi mereka.

Bukan ingin terkena kutukan, memakan apel beracun, diisolasi dari dunia luar, atau punya ibu tiri jahat, tetapi aku ingin menjadi putri. Ingin tinggal di istana yang mewah, memakai gaun-gaun indah, memakai tiara yang berkilau, berdansa bersama pangeran tampan, menjelajahi dunia penuh keajaiban, lalu menari serta menyanyi seharian di mana tak ada seorang pun yang akan memprotes bagaimana fals-nya suaraku karena aku adalah seorang putri.

Suatu hari ibuku pernah berkata bahwa aku mirip Putri Salju. Ia punya kulit seputih salju, rambut sehitam arang, pipi merona kemerahan, dan bibir mungilnya semerah mawar. Kira-kira cocok dengan deskripsi fisikku. Aku punya kulit putih layaknya orang asia, rambut hitam, pipi yang mudah merona—apalagi jika terkena sinar mentari, dan bibir mungilku yang berwarna merah.

Tentu saja aku senang dan tersipu malu. Siapa yang tidak mau disamakan dengan perempuan paling cantik di seluruh negeri?

Sejak saat itu aku amat menyukainya. Ia menjadi putri yang paling kusukai.

Sebenarnya Putri Salju tak seperti putri yang hidupnya kudambakan. Ia tak tinggal di istana mewah, ia tak memakai tiara, dan ia tak berdansa bersama pangerannya. Karena hal itu, aku mengubah idealismeku, aku hanya ingin tinggal di sebuah rumah kecil di tengah alam yang luas bersama para hewan dan kurcaci-kurcaci kecilku.

Aku bahkan rela memotong rambut panjangku demi kelihatan makin mirip dengannya. Aku senang berpura-pura bisa berbicara dengan hewan, aku menganggap boneka-boneka yang kupunya adalah para kurcaci, dan aku jadi rajin makan apel karena hal itu, aku bahkan membeli cermin yang dalam khayalanku itu adalah cermin ajaib.

Semua obsesi itu bertahan hingga aku kelas dua SD. Aku memang tak lagi pura-pura berbicara dengan hewan, rajin makan apel, bermain dengan para "kurcaci", atau berbicara pada cermin yang kuyakini adalah cermin ajaib. Namun, Putri Salju tetap menjadi putri favoritku dan aku rajin memakai barang-barang bergambar putri apa saja, hingga suatu saat di kelas empat.

Masih melekat betul di ingatanku. Seorang anak laki-laki, maniak teori konspirasi. Ia akan menceritakan semua teori konspirasi dan fakta-fakta menarik yang baru ia tonton di YouTube di kelas pada setiap orang, menganggap apa yang ia bicarakan paling menarik sedunia dan tak ada orang lain di dunia yang mengetahui fakta tersebut selainnya dan Mas-Mas YouTube yang jadi narator di video tersebut.

Suatu hari si cowok kampret itu bertemu denganku di lorong sekolah. Ia melirik sekujur tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Saat itu aku membawa ransel yang bergambar para putri, jam tangan Putri Salju, dan gaun mirip Ratu Elsa karena saat itu sedang tren.

Dia bertanya padaku, "Kamu suka putri-putri?"

Lalu dengan mantap aku menjawab, "Iya, memangnya kenapa?"

Ia malah bertanya lagi, "Siapa yang kamu paling suka?"

Aku agak bingung arah pembicaraannya sehingga aku terdiam sejenak, lalu tetap menjawab, "Putri Salju."

Ia mulai dengan fakta-fakta menarik yang membuat syok, jantung menari-nari, dan keringat bercucuran bagai air terjun. "Kamu tahu nggak, Ratu itu jahat, dia mau bunuh Putri Salju."

Kujawab, "Tau kok."

Ia berkata lagi, "Ratu pernah menyuruh pemburu untuk mengambil jantung Putri Salju karena Ratu pengin merebus dan memakannya."

Aku diam seribu bahasa. Itu baru fakta yang benar-benar membuat perutku bergejolak. Membayangkan jantung manusia yang direbus lalu dimakan, lalu, lebih herannya lagi, ada yang malah mengidam jantung manusia yang direbus, padahal bukannya enakan mi instan rebus, lebih mudah didapat dan murah lagi.

Oh, belum cukup sampai di situ, ia melanjutkan. "Tapi karena pemburu kasihan, makanya Putri Salju tak jadi dibunuh, dia menggantinya pakai jantung babi."

Kali ini aku menghela napas lega, tak sekejam itu rupanya. Tapi tetap saja masih tidak enak. Tidak tahukah dia kalau perut babi itu jauh lebih enak, apalagi kalau kulitnya dibuat renyah. Ah, membayangkannya membuatku meneguk ludah.

"Terus kamu tahu nggak ...—"

Aku yang tak sabaran menyela, "Apa?"

"Putri Salju itu aslinya masih tujuh tahun, dari usia tujuh tahun dia diusir dari istana terus tinggal di hutan."

"Pangeran itu sudah besar, jauh lebih tua daripada Putri Salju, terus dia yang cium bibir Putri Salju pas mati, hiii." Ia bergidik sendiri.

Aku tak benar-benar mengerti semua cerita itu, aku hanya memasqng tampang polos selama ia bercerita, kecuali bagian di mana Ratu meminta pemburu untuk mengambil jantung Putri Salju karena dia ingin memakannya.

Sepulang sekolah, aku menceritakan semua hal yang ia katakan pada Ibu. Ibu mengatakan padaku bahwa mungkin zaman dahulu semua itu tak berlebihan, tetapi zaman sekarang semuanya sudah lebih baik, jadi aku masih punya kesempatan untuk jadi putri kapanpun dan Ibu akan selalu menganggapku sebagai Putri Yuriko.

Aku belum sampai ke bagian akhir cerita di mana sang pangeran menikahi Putri Salju yang saat itu masih kecil.

Setelah aku menceritakannya, Ibu malah memperingatkanku agar berhati-hati pada orang dewasa yang tak dikenal, jangan menerima ketika orang itu memberi sesuatu. Aku kemudian bertanya apa hubungan hal itu dengan cerita Putri Salju, Ibu menjawab yang kira-kira artinya "Kamu nggak mau 'kan dinikahi orang dewasa seperti Putri Salju?" dan ia menjelaskan apa maksud dongeng tersebut dengan bahasa yang kumengerti dan alasan mengapa aku harus takut pada orang asing dan kenapa hubungan antara orang dewasa dan anak-anak itu dilarang.

Hal itu membuatku bergidik ngeri. Aku langsung bergeming di tempatku. Aku mencoba memupus harapan untuk menjadi Putri Salju—mimpi terbesarku—saat itu juga.

Setelah itu, semalaman aku menangis. Bagaimana jika ada pria dewasa yang mau menikahiku karena aku mirip Putri Salju? Ya ampun, aku masih kecil, masa aku harus mengurus rumah dan memasak untuk suami?!

Keesokan paginya Ibu melihat mataku yang sembap, ia mencoba mengajakku bicara bahwa aku tak perlu memikirkan hal itu berlarut-larut, aku tak perlu khawatir selama aku dikelilingi orang-orang yang baik, ada Ayah, ada Ibu, ada Bu Guru, dan teman-teman yang akan melindungi Tuan Putri—alias aku.

Di sekolah, temanku yang kampret itu meminta maaf padaku karena aku menangis karena ceritanya. Aku tak menerima permintaan maafnya dengan baik, aku malah melenggang pergi sambil memasang wajah cemberut. Aku ingin mengenyahkan dirinya dari pandanganku sejauh-jauhnya. Meskipun aku ngambek bukan sepenuhnya karena dia, aku tetap menyalahkan dia, gara-gara ceritanya aku jadi tahu hal-hal kelam tersebut dan aku harus mengubur mimpi itu dalam-dalam. Lagian dia mulutnya memang ember, merasa paling tahu, dan ...—

Hiih, pokoknya menyebalkan!


Surprisingly ini panjang banget. Lebih dari 1000 kata, pecah rekor sejauh ini! Ngalahin cerita first lope hari ketiga.

Aku sebenernya bingung banget waktu dapet tema ini. Kayak ... tokoh fiksi kesukaanku banyak banget dan berubah-ubah. Setiap baca cerita atau nonton film/series/kartun aku selalu punya bucinan atau heroine yang bahkan aku rela masuk universe-nya cuma buat ngomong "SLAYY GURLL!!". Jadi intinya aku gampang move on (dalam konteks karakter fiksi //uhuk).

Terus tiba-tiba aku inget pas kecil aku bener-bener addicted sama Disney Princess (tapi nggak seekstrem cerita di atas lol), terus for no special reason aku paling suka Snow White, padahal kalo dari fisik, warna gaun, istananya aku lebih suka Aurora, tapi entah kenapa aku paling suka Snow White—mungkin ceritanya paling memorable di otakku kali ya.

Terus jadi yaudah aku pilih Snow White aja dan harusnya boleh ya, kalo nggak masuk kualifikasi tema aku nanges karena cerita dan notes sepanjang ini mubazir.

Monday, 7th February 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top