V: All Eyes on Us
Day 5
Ambil buku yang berada paling dekat dengan kalian. Buka halaman 41. Searching kata pertama di halaman tersebut menggunakan Google Image. Lalu, buat tulisan berdasarkan gambar ke-9 yang muncul
Mari kita lihat apa yang kudapat :D
Buku paket seni budaya!
Keyword: memainkan
Di atas adalah pict yang kesembilan! (・_・ヾ
☽
Jemari lentik gadis itu menari-nari di atas tuts piano. Alunan melodi Clair de Lune karya Claude Debussy mengudara. Semakin lama alunan itu semakin syahdu, dibarengi dengan gestur tubuh dari sang pianis yang sesekali berayun mengikuti iramanya.
Lagu itu memang lagu kesukaannya untuk dimainkan di atas piano. Kali ini, karena sesi latihan pribadinya selesai, ia bebas memainkan apa yang ia mau.
Sedang terbuai oleh lantunan yang dihasilkan oleh jemarinya sendiri, seorang lelaki membuka pintu ruang latihan tanpa permisi. Yang lebih menyebalkannya lagi, lelaki itu langsung bertepuk tangan dengan gemuruh begitu melihat sang gadis yang tengah menghayati permainannya sendiri.
Gadis berambut cokelat terang di sampingnya menepuk-nepuk pundak sang pria, menyuruhnya diam. Sang pianis menghentikan semua gerakan jarinya. Diarahkannya sebuah tatapan keji dan dingin seakan hendak menggorok leher lelaki tersebut.
"Oh, belum selesai ya, maaf," ucap pemuda itu menghentikan tepukan tangannya.
Gadis yang masih terduduk di atas kursi tersebut mendengkus gusar, tatapannya belum beralih sesenti pun.
"Tak apa, Dam," gadis yang tengah berdiri itu menepuk-nepuk pundak kekasihnya lagi—kali ini pelan-pelan, "ya 'kan, Em?" Ia meminta persetujuan dari kawannya yang terusik.
Tanpa menjawab, sang pianis melangkah menuju kedua orang tersebut.
"Ada apa?"
"Em, konduktornya sudah mau datang." Violet memberi tahu. "Lima belas menit lagi," tambahnya.
"Oh, ya ampun, ayo." Mimiknya berubah menjadi panik. Ia keluar dari ruangan bau apek itu, mengikuti langkah Violet dan Damien.
"Kalian ke gedung sebelah?" tanya Damien yang sebetulnya hanya mengintili pacarnya.
"Iya, kamu juga ingin latihan bersama band 'kan?" Violet bertanya balik.
"Iya, baik, aku sampai sini saja ya," ujarnya seraya menghentikan langkah.
Sang perempuan memeluk kekasihnya, lantas sang kekasih mengecup pipinya dan berbisik, "semangat!"
"Kamu juga!" balas perempuan itu sembari memutar badan kendati wajah yang masih menghadap pacarnya.
Sesungguhnya Emily muak melihat kelakuan sepasang kekasih yang baru jadian seminggu itu. Jika saja Violet bukan sahabatnya, maka sudah ia tinggal sejak tadi. Ogah sekali ia melihat kelakuan dua orang yang tengah kasmaran itu.
Minggu lalu satu sekolah dibuat heboh oleh sang gitaris band sekolah yang menembak cewek pujaannya, yang tak lain dan tak bukan adalah Violet, sang pemain flute di orkestra sekolah. Mana mungkin Violet bisa menolak cowok yang bergelar "gitaris band", salah satu kasta paling tinggi cowok-cowok SMA.
Setelah kedua sejoli itu berpisah, Violet dan Emily berjalan ke gedung seberang, tempat ruang latihan yang lebih luas, lebih dingin, dan wangi.
Emily melihat ada yang kurang dari mereka. Tangan Violet kosong.
"Vio, di mana flute-mu?" tanya Emily, menghentikan langkahnya.
Violet menepuk dahinya. "Astaga, tadi aku taruh di ruang latihan yang kecil."
"Ayo kembali ke sana!" Violet memutar balik tanpa persetujuan Emily.
"Memangnya keburu?"
***
Dengan amat tergesa-gesa mereka berdua menaiki tangga. Namun, pada akhirnya mereka tetap terlambat.
Orkestra sudah masuk pada bagian cello, yang artinya sudah lebih dari semenit mulai. Keduanya mematung di depan pintu, menimbang-nimbang apakah mereka akan merusak lantunan lagu, atau menunggu sampai setidaknya berpindah movement.
Sebetulnya Violet sempat menawarkan Emily untuk pergi duluan saja agar tidak terlambat. Siapa yang akan bermain piano ketika sang piano prodigy terlambat datang, begitu katanya. Namun, Emily menolak mentah-mentah, katanya ia sudah terlanjur setengah jalan menemani Violet, dengan atau tanpa menunggu Violet pun, ia tetap akan terlambat. Lagian menurut prinsipnya, lebih baik terlambat bersamaan ketimbang sendirian masuk ke dalam ruangan ketika semua orang sudah dalam posisinya masing-masing.
Beberapa menit kemudian ketika seantero orkestra menyelesaikan movement pertama, Emily dan Violet saling menunjuk dan berdebat kecil tentang siapa yang harus membuka pintu.
"Kau yang alat musiknya tertinggal, kau yang menjelaskan pada konduktor kenapa kita terlambat."
"Kau lebih disukai konduktor, kau saja yang masuk biar dimaklumi."
"Kita sudah telat, pasti tetap dimarahi," keras Emily.
Namun, akhirnya Emily menghela napas dan membuka pintu ruangan. Saat itu juga, seisi ruangan yang berisi lebih dari seratus, lebih dari seratus pasang mata, mengarah pada dua gadis yang baru muncul. Seorang yang bertubuh tinggi dan membawa tas flute, dan seorang lagi yang berwajah oriental tak membawa alat musik di tangannya. Aura mencekam menyelimuti kedua gadis itu, berbagai kata sumpah serapah telah mereka lafalkan dalam pikiran.
☽
Baiklah, kayaknya gantung banget. Aku bingung soalnya ;-;
Soon kalau ada tema yang masuk kulanjut lagi wkwk, doain temanya bersahabat yah ( ̄ω ̄;)
Saturday, February 5th 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top