Graduate
*Note
Reminisce Final ini memiliki alur yang agak jumpy dari satu chapter ke chapter berikutnya.
Satu Hari Sebelum Kelulusan Tania
Tania's Pov
Reno mengantarku pulang setelah gladiresik untuk hari kelulusan besok yang akan dilaksanakan di JCC, Senayan. Akhirnya setelah 4 tahun menempuh ilmu, aku bisa lulus sebagai sarjana. Namun sayangnya, Reno harus mengulang skripsi di semester depan karena bab 3 dia dipermasalahkan oleh dosen pembimbingnya. Dia sempat terpuruk, tapi aku selalu menguatkannya dan menemaninya.
Aku turun dari motor Reno. "Kamu beneran gak mau mampir dulu ke rumah?"
"Aku mesti ke bengkel," jawabnya.
"Oh yaudah, sampe ketemu besok ya."
"Iya, kamu langsung istirahat ya. Aku pamit dulu, salam sama Bunda nanti kalau udah pulang."
"Iya yang, hati-hati di jalan ya. Kabarin kalau udah sampe."
"Iyaa, daaah," Reno pun melajukan motornya pergi dari rumahku.
Tidak ada orang di rumah karena Bunda sedang mengantar masakan ke rumah Bu Dewi dan mengajak kedua adikku. Aku masuk ke dalam kamar merebahkan tubuh di atas tempat tidur.
Akhirnya besok aku akan resmi mendapat gelar sarjana. Aku berhasil menuntaskan kuliahku tepat waktu. Sayang, ayah gak ada di sini untuk melihatku memakai toga. Tapi aku yakin kalau di sana, ayah pasti bangga sama aku.
Aku memang tidak pernah mendapat juara kelas sejak dulu, aku juga tidak mendapatkan cumlaude, tapi bunda dan ayah selalu bangga padaku. Mereka selalu mendukung apapun pilihanku. Aku bersyukur berada di tengah keluarga yang sangat baik dan memberikan kasih sayang segitu besarnya.
Drrtt..drrtt.. ponselku bergetar ada panggilan masuk dari Dhea.
"Halo?"
"Halo Ketan, lo di mana?"
"Di rumah."
"Tan, Tan, Tan, tadi gue lihat Kak Jingga Tan."
"Hah? Di mana?"
"Di toko buku."
"Serius itu Kak Jingga?"
"Iya serius, mata gue belom rabun. Gue yakin 1000% itu Kak Jingga."
"Lo nyapa gak?"
"Tadinya gue mau nyapa, eh pas gue mau jalan ke arah Kak Jingga, tiba-tiba ada cowok nyamperin dia terus mereka pergi berdua."
"Cowok? Siapa?"
"Yeeuuuh, mana gue tau."
"Hemmm, ganteng Dhe?"
"Ganteng sih, terus mereka berdua juga rapi banget pakaiannya."
"Berarti Kak Jingga udah balik ke Jakarta ya?"
"Iya Tan. Asli sih, Kak Jingga makin cantik Ya Allaaaaaah. Gue gak kuat rasanya pengen lari terus meluk dia gitu."
"Idih, ngarep gila lo. Kak Clarissa mau dikemanain?"
"Haha, Caca mah ada lah."
"Terus besok lo dateng jadi bareng dia?"
"Emm gak tau, dia katanya ada arisan keluarga."
"Yaudah lah lo bareng Reno aja. Abis selesei acara, lo dan Reno ikut makan bareng sama gue dan Bunda."
"Oke, baik kalau begitu. Gue seneng nih makan-makan gratisan gini haha."
"Gratisan aja cepet lo. Besok pake baju yang rapi."
"Iya bawel. Lo jadinya ke JCC gimana?"
"Dianter nanti sama Om gue."
"Oh oke. Yaudah Tan, udah dulu ya. Gue mau pulang."
"Iya, hati-hati lo jangan ngebut bawa motornya."
"Kayak gak tahu gue aja lo. Oke, bye."
"Bye."
Setelah menutup telpon dari Dhea, aku bangun dan duduk di bangku dekat meja belajar. Aku membuka laci dan mengambil sebuah kotak pemberian dari Kak Retta dulu. Aku membukanya dan melihat sepucuk surat darinya yang sampai saat ini belum aku buka.
Kak Jingga udah di Jakarta dan itu berarti Kak Retta meneruskan kuliahnya di sana tanpa ditemani Kak Jingga. Lalu siapa cowok yang tadi diceritain sama Dhea? Mungkin itu temannya Kak Jingga.
Aku mengambil surat dari Kak Retta. Dulu Kak Retta memintaku untuk membuka surat ini di hari kelulusanku. Tapi rasanya, aku masih belum siap untuk membukanya. Aku sudah berusaha mengubur dalam perasaanku padanya. Aku masih butuh waktu untuk menetralisir semuanya. Maaf Kak Retta, aku belum siap baca surat dari Kakak.
Keesokan Harinya
Aku sudah bangun dari jam 5 pagi untuk bersiap-siap hadir ke acara kelulusanku. Kami sudah harus sampai di venue jam 8 pagi. Bunda membantuku melakukan hairdo simpel agar rambutku terlihat rapi. Setelah selesai sarapan bersama Om Irwan, kami pun berangkat ke JCC.
Sesampainya di sana, sudah banyak orang berdatangan. Aku langsung mengajak Bunda masuk ke dalam karena acara akan segera dimulai. Serangkaian penyambutan serta doa bersama berjalan lancar dan sesuai rundown. Hingga nama kami dipanggil satu persatu, aku merasa haru, senang, dan sedih di waktu bersamaan. Aku sedih karena tidak bisa lulus bareng Dhea dan Reno. Tapi aku juga bahagia karena mereka selalu ada menemaniku.
Setelah selesai, aku menghampiri Bunda dan kedua adikku di ruang menunggu para orangtua. Di sana juga sudah ada Dhea dan Reno yang menungguku. Mereka semua tersenyum dan Dhea langsung berlari lalu memelukku.
"Sahabat gue akhirnya lulus jugaaaaaa," ucapnya.
"Heh, inget semester depan lo baru skripsi," sahutku.
"Hehehe. Selamat ya Ketaaaaan, nih gue kasih boneka biar kayak orang-orang," ucap Dhea lagi sambil memberikanku boneka Shinchan yang mengenakan toga.
"Kok Shinchan? Biasanya kan teddy bear?" tanyaku.
"Gue maunya Shinchan, terus kenapa? Masalah?"
Aku menggelengkan kepala sambil tertawa. "Haha, makasih ya Dheaaaaa boneka Shinchan-nyaaaaa."
Dia tersenyum lebar. "Nanti pas gue lulus beliin teddy bear yang gede ya Tan."
"Idih, lo pikirin aja dulu tuh judul skripsi, udah minta hadiah aja."
Semuanya pun tertawa melihat pertikaianku dengan Dhea.
Tiba-tiba Reno berdiri di depanku. Dia memegang se-bouquet bunga mawar merah di tangannya.
"Happy graduation ya Tan, kamu cantik banget hari ini," ucap Reno sambil memberikan bunga tersebut.
Aku tersenyum padanya. "Makasih ya Ren, kamu juga ganteng hari ini pake batik."
Dhea menyahuti. "Bunda, udah panggil penghulu aja deh sekarang. Nikahin si Ketan sama Reno tuh. Yang satu udah pake batik, yang satunya lagi pake kebaya. Romantis-romantisan depan umum lagi, ihhh."
Bunda tertawa, begitu pun denganku dan Reno.
"Haha makanya bawa pacar ke sini," ejekku.
Dhea hanya memicingkan mata. "Apa itu pacar? Bunda, ayo bunda makan, Dhea udah laper."
"Heh, yang anaknya bunda kan gue kenapa jadi lo yang minta makan ke bunda?"
"Haha, udah yuk makan yuk. Udah jam makan siang juga nih," ucap Bunda.
"Tunggu Bunda, kita belum foto bareng."
"Oh iya, Bunda sampai lupa. Reno tolong fotoin Bunda sama Tania dan adik-adik ya."
Dan kami pun melakukan sesi foto bersama-sama. Ada juga fotoku berdua dengan Reno, berdua dengan Dhea, dan foto kami bertiga.
Setelah itu, kami semua pergi ke sebuah tempat makan dan makan siang bersama. Dhea pamit pulang lebih dulu karena ada urusan dengan abangnya. Aku juga sudah berganti baju karena tidak betah pakai toga dan kebaya. Sesaat sebelum kami pulang, aku meminta ijin ke Bunda.
"Bun, aku pulang bareng Reno aja ya."
"Kamu mau jalan dulu?"
Aku menggelengkan kepala. "Engga Bun."
"Terus? Kenapa gak bareng Om Irwan?"
Aku tersenyum. "Aku pengen ke makam ayah Bun."
Bunda juga ikut tersenyum dan sebelah tangannya mengelus lembut lenganku. "Yaudah, jangan lupa beliin kembang ya. Bunga dan boneka kamu Bunda bawain aja ya. Nanti Bunda taruh di kamar kamu."
"Iya Bunda. Aku sama Reno pamit dulu ya," aku menyalimi tangan Bunda.
Reno juga melakukan hal yang sama. "Bunda titip Tania ke kamu ya Ren. Hati-hati bawa motornya."
"Iya Bunda, Reno pamit ya."
"Iyaa."
Reno malajukan motornya dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan, sesekali Reno memegang punggung tanganku yang berpegangan di pinggangnya. Kami pun sampai ke pemakaman umum tempat peristirahat terakhir Ayah.
Matahari sudah tidak secerah tadi karena sekarang sudah jam 4 sore. Tadi kami sempat berhenti untuk membeli kembang. Aku dan Reno melangkah menuju ke pusara Ayah. Aku dibantu Reno membersihkan daun-daun yang berjatuhan di atas makam Ayah. Lalu kami mengirimkan doa bersama dan menaburkan bunga.
Kemudian aku kembali mendekatkan tubuhku di samping batu nisan Ayah.
"Ayah, hari ini Tania udah resmi jadi sarjana. Tania bisa lulus kuliah tepat waktu Yah. Tania hari ini pakai toga Yah. Ayah dulu pengen banget kan lihat Tania pakai toga. Tania kangen sama Ayah," ucapku menitihkan air mata sambil memegang batu nisan Ayah.
Reno mendekatkan tubuhnya di sampingku lalu dia menggenggam sebelah tanganku.
Aku menghela nafas dan mengusap air mata di wajahku. "Tapi Tania tetap bahagia kok Yah karena ada Bunda, Tyo & Dyo, Dhea, dan ada Reno di samping Tania. Ayah di sana juga bahagia ya."
"Om, hari ini Reno lihat putri Om sangat cantik. Reno bakal terus berusaha untuk jagain Tania Om. Terima kasih karena dulu Om sudah nerima Reno untuk jalin hubungan dengan Tania," ucap Reno membuatku langsung menoleh menatapnya.
Aku tersenyum menatap Reno lalu memeluknya. "Makasih udah nemenin aku ya No."
"Iya sayang."
Aku menarik nafas dalam lalu kembali mengelus pusara Ayah.
"Ayah, Tania dan Reno pamit pulang ya. Nanti Tania ke sini lagi sama Bunda dan adik-adik. Assalamu'alaikum."
Lalu kami berdua pergi dari pemakaman tersebut. Reno terus menggenggam tanganku seakan tidak ingin melepaskannya. Ketika kami sampai di parkiran, Reno memberikan helm padaku. Dia masih berdiri menatapku.
"Kenapa yang?"
Tatapannya serius. "Aku mau serius sama kamu."
Aku mengerutkan dahi. "Hemm? Maksudnya?"
Reno menarik nafas. "Aku mau serius sama kamu sampai kita menikah. Aku mau jadi suami kamu Tan."
Deg.. jantungku langsung berdetak dengan cepat mendengar kalimat Reno barusan. Dia tidak pernah seserius ini membahas hubungan kami sebelumnya.
Aku tersenyum masih dengan menatap matanya. "Iya sayang. Kalau kita berjodoh pasti akan ada jalannya."
"Kamu jangan kembali lagi ke dia ya," ucap Reno lagi membuatku bingung.
"Maksud kamu?"
"Aku minta sama kamu untuk gak kembali lagi ke Retta."
Aku terdiam beberapa saat mencerna ucapannya barusan.
"Aku sama Kak Retta udah bener-bener selesai sayang."
"Tapi aku masih khawatir kalau dia balik lagi ke sini dan nemuin kamu."
Aku pun mengelus lembut tangan Reno. "Udah ya, gak usah mikir terlalu jauh. Saat ini, aku cuma akan fokus untuk cari kerja dan hubungan kita."
Reno menatap dalam mataku beberapa detik lalu dia menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
"Iya Tan, aku percaya sama kamu."
"Makasih ya udah percaya ke aku. Kita pulang ya sekarang."
"Iya, ayo."
Reno mulai melajukan motornya dan aku melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan nanti. Tapi memang untuk saat ini fokusku hanyalah ingin mendapatkan pekerjaan agar bisa membantu Bunda membiayai kehidupan keluarga kami. Aku sudah jadi manusia dewasa, aku sudah harus bertanggung jawab, dan aku juga tidak ingin lagi menjadi beban Bunda.
Walaupun aku sudah memilih Reno menjadi pasanganku, Kak Retta akan tetap selalu memiliki tempat tersendiri di hati ini. Ada sedikit keinginan dan harapan di dalam diriku untuk bisa bertemu lagi dengan Kak Retta suatu hari nanti. Di mana pun Kakak sekarang berada, aku harap Kak Retta baik-baik saja dan selalu bahagia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top