Comeback
*play the song
Retta's Pov
Akhirnya aku menyelesaikan kuliahku yang sempat tertunda. Hari ini aku kembali ke Jakarta, ke kehidupanku yang semula. Aku belum memberitahukan Jingga jika aku mempercepat jadwal kepulanganku, hanya Papa dan Mama yang tahu. Jingga juga tidak sempat datang ke hari kelulusanku karena ada urusan pekerjaan penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Aku cukup mengerti dan tidak marah padanya. Ditambah, ada Kirana juga yang menemaniku selama di Brooklyn.
Kini aku tengah berdiri di depan rumahku sendiri. Ada sedikit rasa yang aneh ketika kembali ke sini. Aku menatap ke halaman rumah Jingga. Rasanya seperti baru kemarin aku bermain sepeda bersamanya, main hujan-hujanan, lari-larian, aku menjahilinya hingga terjatuh, dan banyak kisah kecil kami lainnya yang terekam begitu saja di benakku.
Sekarang kami sudah sama-sama dewasa. Banyak hal yang telah kami lewati bersama, baik yang menyebabkan luka atau pun yang memberikan kami bahagia. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Jingga. Entah akan seperti apa rasanya nanti jika aku harus merelakannya hidup bersama orang lain. Aku belum siap, mungkin tidak akan pernah siap.
Aku kembali menatap ke pintu rumahku, Aku mengambil nafas panjang lalu menekan bel. Mama yang membukakan pintu langsung kaget mendapati diriku.
"Hai Ma, Retta pulang," ucapku sembari tersenyum.
Mama langsung memeluk tubuhku. "Ya ampun Rettaaaaa, kamu kenapa gak bilang jam segini sih pulangnya? Kan bisa dijemput sama Mama dan Papa. Kamu cuma kasih tahu pulang tanggal segini tanpa bilang jamnya."
"Hehe kan biar surprise. Papa mana?"
"Ayo masuk sini, Papa kamu lagi di toilet tadi," jawab Mama.
Aku pun masuk dan langsung duduk di sofa. Papa keluar dari kamar mandi lalu langsung menghampiriku. Aku menyalami tangannya dan Papa memeluk tubuhku.
"Kamu pulang suka tiba-tiba, kebiasaan nih," ucap Papa.
"Hehe, kan biar surprised Pa. Papa abis ngapain tengah malem gini ke toilet?" tanyaku bercanda membuat Papa memukul lembut kepalaku.
"Putri bungsu Papa udah dewasa ya sekarang. Ma, siapin makan untuk Retta Ma," ucap Papa ke Mama.
"Gak usah Ma, aku udah makan tadi di airport. Aku cuma pengen tidur, masih jetleg nih."
"Oh iya, di kamar kamu ada Jingga lagi nginap."
"Jingga? Tidur di kamar aku?"
"Iya, dari kemarin Jinga nginap di sini katanya kangen sama kamu makanya mau tidurnya di kamar kamu. Kayaknya dia udah punya feeling kamu pulang deh."
"Mama gak kasih tahu dia kan?"
"Engga kok sayang. Jingga emang suka beberapa kali nginep di sini. Nah, udah dari kemarin tuh dia tidur di kamar kamu sama pinjem baju kamu juga."
Aku sedikit tertawa. "Ada-ada aja deh si Jingga."
"Udah sana, kamu ke kamar gih. Kopernya besok pagi aja diangkat ke kamar. Sekarang kamu istirahat ya."
"Iya Pa."
Mama menyahuti. "Kamu nya jangan berisik biar Jingga gak kebangun."
"Iya Maaa. Good night Ma, Paaa."
"Night sayang," sahut kedua orangtua-ku.
Aku menaiki anak tangga lalu membu pintu kamarku dengan sangat perlahan. Ketika aku membukanya, ada Jingga sedang tertidur pulas di tempat tidurku. Benar kata Mama, dia juga tengah mengenakan kaos tidurku. Aku berjalan ke arahnya dan memerhatikan wajah tidurnya yang teduh. Seulas senyum pun terbentuk di wajahku begitu saja. Sahabat kecilku kini sudah beranjak dewasa. Kalau lagi tidur, wajah juteknya jadi hilang.
Kemudian dengan gerakan penuh hati-hati, aku mengambil baju tidur dan mengganti serta membersihkan tubuhku di kamar mandi luar. Setelah selesai bersih-bersih, aku kembali masuk ke dalam kamar.
Aku sedikit menarik selimut agar bisa merebahkan tubuhku di sampingnya. Jingga sedikit mengubah posisi tidurnya. Jangan sampai aku membangunkannya. Aku kembali masuk ke dalam selimut hingga menutupi tubuhku. Lagi-lagi Jingga bergerak dan aku hanya bisa diam sambil menahan nafas. Sampai Jingga kembali tenang, aku baru bisa menghela nafasku lega.
Ketika mataku ingin terpejam, tiba-tiba saja Jingga mendekat ke tubuhku lalu sebelah tangannya memeluk pinggangku.
"Ummm.. Rettaaaa," ucapnya masih dengan mata terpejam. Sepertinya dia sedang ngelindur.
"Ummm... wangi Retta," ucapnya lagi dan membuatku menahan tawa, lucu sekali wajahnya.
Dia semakin mendekat dan menyandarkan kepalanya di atas bahu kananku. Aku pun mengusap lembut kepalanya dan rambutnya dengan sebelah tanganku hingga tidak terasa, mataku pun akhirnya terpejam.
***
Keesokan Harinya
"Retta!" teriak Jingga membuatku kaget dan langsung terbangun.
Jingga menarik tubuhnya dari pelukanku.
"Aduh, apa sih?" gerutuku dengan mata masih mengantuk.
"Ih, lo beneran Retta?" tanyanya.
"Ya emang siapa lagi?"
"Gue gak mimpi kan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Tau ah, gue masih ngantuk nih," gumamku lagi sambil membalikkan tubuh untuk memunggunginya.
Jingga menarik tubuhku. "Ih, lo ngapain di sini?"
"Apa sih Deeee? Ini kan kamar gue, ya gue tidur di sini lah."
Aku pun kembali memunggunginya tapi Jingga menarik tubuhku lagi. "Apa lagi sih Dee?"
"Ih Retta, kapan lo pulang?"
"Semalem."
Jingga tiba-tiba terdiam dengan sebelah tangannya memegang bibirnya.
Aku memerhatikan dirinya lalu membuka kedua mataku sepenuhnya.
"Kenapa lo pegangin bibir begitu?" tanyaku.
"Beneran semalem? Jam berapa?" dia malah balik bertanya.
"Jam 1an, kenapa sih?"
"Shit!" umpatnya berbisik.
Aku mengerutkan dahi menatapnya lalu aku mencoba membangunkan tubuhku untuk duduk.
"Kenapa sih?" tanyaku lagi.
Jingga langsung menggeleng. "Engga."
"Kenapa nggak?"
"Ih gak kenapa-kenapa Ta."
"Itu kenapa lo pegangin bibir terus?"
"Gak tahu, gue pasti mimpi semalem."
"Mimpi? Mimpi apaan?"
"Engga-engga."
"Mimpi apaaa?"
"Semalem gue mimpi nyium bibir lo. Di mimpi gue tuh, kayak ada lo dan wangi lo gitu, terus gue meluk lo dan kayaknya gue nyium lo deh."
Aku memicingkan mata. "Hemmm.. berarti semalem lo beneran nyium gue."
"Dih, kenapa pede banget lo?"
"Ya karena semalem emang lo tiba-tiba meluk gue, nyebut nama gue sambil merem. Gue pikir lo ngelindur, jadi yaudah gue tidur aja sambil biarin lo meluk gue. Kayaknya pas gue lelap, lo nyium gue deh, hahahaha."
"Engga-engga, gue pasti mimpi," ucapnya.
"Haha yaudah sih gak usah malu-malu gitu, kayak dulu kita gak pernah ciuman aja," godaku.
"Ishhhh. Terus kenapa lo pulang gak bilang-bilang hah?" Jingga langsung mengambil bantal dan memukulkannya ke tubuhku.
"Aduh, duh, iya-iya sorry. Jangan mukul-mukul dong, gue masih ngantuk banget ini Deeee."
"Bodo! Kenapa gak bilang-bilang hah?" Dia masih memukul tubuhku dengan bantal di tangannya.
Aku pun merebut bantal tersebut sehingga membuat Jingga kehilangan keseimbangan kemudian aku menarik tubuhnya ke dalam dekapanku.
"Udah dong janga dipukul terus, katanya kangen," ucapku.
Jingga tidak memberikan perlawanan lagi, dia justru membalas pelukanku. "Ummm..."
"Umm doang?"
"Ya terus gue mesti ngomong apa?"
"Bilang apa kek, kangen kek, sayang kek."
Jingga langsung menarik tubuhnya. "Lo nyebelin! Males gue!"
"Dih jadi ngambek. Katanya kangen sama gue makanya lo dari kemaren tidur di kamar gue terus pake baju gue juga tuh."
Dia terlihat malu. "Tau ahhh. Lo pulang kenapa gak bilang-bilang sih?"
"Kan biar surprised, haha."
"Gak lucu!"
"Yaelah Dee, jangan ngambek terus dong ah. Lo udah bangunin tidur gue, mukulin badan gue pake bantal."
"Emmm, iya-iya sorry, abisnya gue kaget aja tiba-tiba ada lo di sini."
"Tapi seneng kan?"
"Hemmm..."
"Haha, masih aja suka malu-malu sama gue. By the way, ini jam berapa ya?"
"Jam 7."
"Jam 7? Astagaaaaaa, masih pagi banget. Udah ah, gue mau tidur lagi, masih ngantuk banget ini mata gue." Aku kembali mengambil posisi tidur.
"Dasar kebo. Yaudah ah, gue mau balik ke rumah," sahut Jingga.
Aku langsung menarik tangannya. "Jangan dong, di sini dulu temenin gue."
"Ih, males ah."
"Yaelah Dee, ini kan Hari Sabtu, temenin gue dulu sampe gue bener-bener tidur, ya?"
"Ck, iyaa..iyaaa."
Jingga kembali berbaring di sampingku dan kali ini aku yang memeluk tubuhnya. Dia selalu tahu cara gimana membuat aku cepat tertidur lelap. Jingga mengusap lembut dahiku dengan jemarinya hingga aku merasa nyaman dan akhirnya tertidur dalam pelukannya.
"Tidur yang nyenyak ya Ta. Welcome home..." bisiknya dengan lembut masih terdengar sayup-sayup di telingaku.
Makasih Dee udah selalu jadi orang pertama yang menyambutku setiap kali kembali.
***
[ANNOUNCEMENT]
Part selanjutnya saya unpublished demi proses editing untuk rilis Reminisce Final versi e-book.
Untuk kalian yang penasaran bagaimana akhir dari perjalanan kisah Retta-Tania-Jingga, semua akan terjawab di e-book nanti.
Salam,
Reinata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top