Claretta
Di waktu yang sama di tempat berbeda
Retta's Pov
Semua orang di restoranku hari ini sangat sibuk. Akan ada event dari sebuah brand besar yang akan dilaksanakan mulai jam 3 sore nanti. Aku pun membantu sebisaku agar semua kerjaan bisa selesai tepat waktu.
Ketika aku sedang menyusun gelas di atas meja, tiba-tiba Zara mendekat sambil memegang ponselnya.
"Ada siapa nih? Oh ada Retta ternyata, lagi ngapain sih Taaa? Boss kok malah nyusunin gelas? Hihihi."
Aku hanya tertawa melihat ke arah kameranya, lalu dia meng-upload-nya ke Instagram.
"Bukannya bantuin malah rekam-rekam," ucapku padanya.
"Ih biarin. Anyway, I like your hair now. You look fresh and more mature," ucapnya.
"Thanks."
"Kenapa lo tiba-tiba mutusin untuk warnain rambut? Sebelumnya lo gak pernah kayak gini."
"Ya gak apa-apa, gue pengen coba something new aja."
"Bagus kok, I love it."
"Thank you Zaaa. But, can you help us to do something apa kek gitu daripada rekam-rekam terus?"
"Hehe, iya-iya, gue mau cek ke depan dulu deh. Mau lihat udah ada bunga yang dateng apa belum."
"Yaudah gih sana."
Ketika Zara berjalan ke luar, langkah dia tiba-tiba terhenti lalu kembali berjalan ke arahku.
"Oh iya, I'm not allowing you to stay here more than 7 hours. Pokoknya sebelum jam 5 sore, lo udah harus pulang ke rumah karena besok pagi-pagi lo berangkat ke Bali sama Aby buat urusin opening cabang kedua kita. Inget ya Ta, sebelum jam 5 sore!" ancam Zara.
"Iya Zaaa, nanti gue balik jam 4."
"Oke, awas lo ya."
"Iyaaa."
Zara pun akhirnya berjalan ke luar untuk mengecek vendor bunga. Aku kembali membantu yang lain sebisaku.
Di jam 2, para tamu dari rekan media mulai berdatangan. Tim dari EO yang disewa oleh brand tersebut terlihat sangat sibuk. Aku dan Zara memastikan semua makanan serta minuman keluar sesuai jumlah dan jam yang sudah ditentukan. Sesekali, Zara berbincang dengan petinggi dari brand tersebut. Dia memang sangat lihat berkerja sebagai Marcomm.
Sesuai dengan omonganku tadi, aku pun ke rumah di jam 4 lebih 20 menit. Zara dan yang lain juga bisa meng-handle semuanya dengan baik. Sesampainya di rumah, aku langsung mandi, berganti baju, dan menyiapkan pakaian yang akan aku bawa besok hingga 1 minggu ke depan di Bali.
Waku juga terasa sangat cepat, sampai Mama memanggilku untuk makan malam bersama Papa di bawah.
Aku duduk di bangku biasa di depan Mama dengan Papa duduk di sampingnya. Mama menuangkan makanan ke piring Papa dan aku mengambil porsiku sendiri.
"Kamu besok jalan jam berapa Ta?" tanya Papa.
"Pagi Pa."
"Bareng Aby?"
"Iya, bareng juga sama Misha dan Benno."
"Kamu cewek sendiri dong?"
"Udah biasa Paaa."
"Lalu di Jakarta gimana Ta?" kali ini giliran Mama yang bertanya.
"Zara bisa handle semuanya dengan baik Ma."
Papa dan Mama sama-sama tersenyum menatapku.
"Papa bangga sama kamu Ta. Dalam 2 bulan ini progress kamu sangat cepat. Papa bisa lihat kamu semangat kerjanya, makin dewasa dalam ambil keputusan, bahkan kamu udah bisa buktiin kalau kamu mampu bisa buka cabang kedua di Bali."
Aku membalas senyuman kedua orangtuaku. "Retta kayak gini kan juga berkat didikan Papa dan Mama. Retta seneng kok bisa bantuin usaha Papa di sini, walau awalnya agak berat karena Retta harus ninggalin kuliah Retta dulu, tapi ketika dijalanin yaaa semuanya menyenangkan."
"Nah, bahas masalah kuliah. Batas akhirnya kapan untuk kamu daftar ulang?" tanya Papa.
"Hemmm, sekitar dua bulan lagi Pa kalo Retta mau nyusul kelas semester depan. Retta juga mesti urusin berkas-berkasnya dulu."
Papa diam sejenak lalu beliau menoleh ke Mama, dan Mama tersenyum ke Papa sambil menganggukkan kepalanya.
"Kamu udah siap untuk balik lagi kuliah di sana?"
Aku mengerutkan dahi. "Kenapa Papa tanya gitu? Bukannya Papa butuhin aku sampai awal tahun depan?"
"Emmm, Papa mau kamu kejar kuliah kamu biar kamu bisa lulus cepat Ta."
"Lalu, restoran di sini dan yang di Bali gimana?"
"Papa udah bahas ini bareng sama orangtuanya Aby. Lalu mereka setuju kalau restoran kamu yang di Bali akan diurus oleh Aby since mereka juga naruh saham lumayan besar ke kita."
Aku terdiam untuk beberapa saat.
"Tapi semuanya balik lagi ke kamu kok sayang. Kalau kamu masih mau di sini ya silakan, kalau emang kamu udah siap balik kuliah lagi, Papa dan Mama gak akan ngelarang. Senyamannya kamu aja ya," ucap Mama lembut padaku.
"Iya Ma, Pa, Retta pikirin dulu."
"Iya Ta, lanjutin lagi gih makannya. Akhir-akhir ini porsi makan kamu makin dikit aja," sahut Papa.
"Diet Pa."
"Diet apanya sih, berat badan kamu udah proposional gitu kok."
"Hehe," aku hanya bisa tersenyum sambil memikirkan possibility-ku bertemu dengan Jingga jika aku kembali ke Brooklyn.
Aku tidak tahu apakah Jingga sudah siap lagi bertemu denganku atau belum. Ditambah, dia juga tidak tahu apa yang terjadi antara aku dan Tania. Aku bingung harus bagaimana.
Keesokan Harinya di Bandara
Kami berempat turun di depan dan dibantu porter untuk membawakan koper kami ke dalam. Lalu, aku dan Aby jalan bersebelahan, sedangkan Misha dan Benno berjalan di depan kami.
"Ta, kenapa? Kok daritadi diem aja?" tanya Aby.
"Emm, semalem gue ngobrol sama bokap. Bokap baru kasih tahu katanya lo bersedia untuk pegang resto kita yang di Bali?"
"Oh masalah itu, maaf ya kalau aku belum kasih tahu kamu karena itu kapasitasnya Papa kamu untuk ngomong ke kamu. Ya, aku bersedia asalkan dapat persetujuan dari kamu juga Ta," jawabnya.
"Basically, I don't mind if you handle our resto there. But, I'm still thinking about going back to Brooklyn." Lalu aku menghela nafas.
"If you don't mind too, I can accompany you to fly there."
"No need By, you have to be here. I think I need coffee. After check in, I wanna have some coffee first ya."
"Ya sure. Aku aja nanti yang beliin."
Aku menoleh ke arahnya lalu tersenyum, "gak usah By, gue bisa sendiri kok."
"Oh okay."
Setelah kami melakukan check in, Aby, Misha dan Benno memilih untuk membeli sarapan di sebuah restoran cepat saji. Sedangkan aku keluar untuk membeli kopi.
Ketika aku sedang memesan, tiba-tiba ada seseorang mendekat ke arah sampingku.
"Kak Retta," sapanya dengan semangat.
Aku menoleh. "Lho, Dhea? Ngapain?"
"Kak Retta juga ngapain di bandara?"
"A.." belum sempat aku menjawabnya, penjaga cashier coffee shop tersebut bertanya.
"Ada lagi Mbak tambahannya?"
Aku kembali menoleh ke Dhea. "Emm, Dhe, mau sesuatu?"
Dhea tersenyum lebar padaku.
"Mbak, Asian Dolce Latte-nya yang tall ya sama croissant-nya satu," ucap Dhea ke penjaga tersebut.
"Iya baik, saya ulangi ya. Hot Cappucino Grande satu, Asian Dolce Latte Tall satu, dan croissant-nya satu. Atas nama?"
"Claretta," sahutku.
"Baik Kak Claretta. Totalnya jadi 140ribu, cash or debit?"
Aku mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan 50ribuan. "Cash aja Mbak."
"Terima kasih," ucap Mbak tersebut lalu memberikan receipt dan kembalian.
"Kembaliannya gak usah Mbak, terima kasih," ucapku.
Penjaga cashier tersebut tersenyum sangat ramah. "Terima kasih banyak Kak Claretta, ditunggu pesanannya."
Aku membalas senyumannya. "Iya sama-sama."
Kami pun mencari tempat duduk di dekat pintu masuk. Lalu pesananku dipanggil dan Dhea mengambilnya.
"Hehe makasih ya Kak Retta," ucap Dhea sembari memberikan minuman padaku.
"Iya sama-sama Dhe. Jadi, lo mau ke mana bawa carrier gede gitu?" tanyaku sambil melihat tas besar di sampingnya.
"Oh hehe, gue abis dari Sumba Kak."
"Wuah enak banget, jalan-jalan?"
"Hehe engga, gue menang kompetisi foto terus hadiahnya jalan-jalan ke Sumba 4 hari. Kak Retta mau ke mana? Sendirian aja?"
"Oh engga, gue sama temen-temen cuma mereka di dalem. Gue mau ke Bali."
"Wuiiii enak, jalan-jalan Kak?"
"Engga kok, ada urusan bisnis."
"Mantep banget deh Kak Retta. Gue kasih tahu Ketan ya Kak, bentar gue telpon bocahnya dulu."
Aku langsung menghalanginya. "Eh jangan Dhe, jangan kasih tahu Tania. Jangan yaaa."
Dhea menatapku. "Ummm, kenapa gak boleh?"
"Ya jangan, udah gak usah telpon Tania."
"Emmm, okay," sahut Dhea santai sambil menyantap croissant.
"Kak Jingga gimana kabarnya Kak?" tiba-tiba dia kembali bertanya.
"Oh Jingga baik, mau titip salam?"
Dhea melihatku lalu menyengir. "Hehe jangan Kak, kan Kak Jingga udah punya Kak Retta sekarang."
Aku hanya tersenyum padanya. Mungkin Tania udah cerita ke Dhea tentang malam itu. Gak apa-apa deh jika semua orang menganggap aku memiliki hubungan dengan Jingga, biar Tania juga bisa cepat move on dan menjalani hubungannya bersama Reno.
"Gue pikir lo udah balik ke US Kak," ucap Dhea lagi.
"Soon, gue bakal balik ke sana."
"Ya gue sih cuma berharap kalo Kak Retta bisa bahagia sama Kak Jingga, dan Kak Retta gak gangguin Ketan lagi..." Dhea menggantung kalimatnya lalu dia menatap mataku dalam. Sedetik kemudian dia tersenyum.
"Udah cukup 2 kali aja Kak Retta bikin Tania sedih dan sakit hati Kak, kasihan dia. Biarin dia sekarang jalanin hubungan sama Reno. Dia udah cukup dibuat sakit sama lo Kak," lanjut Dhea.
Aku menganggukkan kepala memaklumi kalimat Dhea barusan. Jika aku di posisi Dhea, aku pasti akan melakukan hal yang sama, bahkan mungkin bisa jauh lebih menohok lagi.
"Iya Dhe, gue juga sadar kok gue udah bikin Tania sakit hati untuk kedua kalinya. Gue udah janji ke diri gue sendiri untuk pergi dari hidupnya dia. Makanya, gue mohon sama lo untuk jangan kasih tahu Tania kalo lo ketemu gue hari ini ya," ucapku serius ke Dhea.
"Iya Kak tenang, hehe tadi gue becanda aja mau lihat ekspresi lo gimana hehe," sahutnya cengengesan.
Aku sedikit tertawa. "Dasar."
Lalu aku pun melihat jam di tangan kiriku.
"Dhe, gue harus masuk ke dalam. Sebentar lagi udah mau boarding, lo pelan-pelan aja abisin makanannya di sini ya. Gue cabut duluan."
"Oh iya Kak, makasih ya Kak Retta traktiran tidak sengajanya hehe. Semoga Kak Retta bahagia terus ya sama Kak Jingga," ucapnya lagi menekankan hal tersebut.
Aku tersenyum. "Iya Dhe, byee."
"Safe flight Kaaa."
Dan aku pun meninggalkan Dhea dan berjalan menuju ke restoran cepat saji di mana ada Aby dan yang lainnya.
Selama berjalan menuju ke sana, aku mengambil ponsel lalu mengecek phone book. Aku mengetik nama Tania dan muncul di layar ponselku. Aku menatapnya sejenak. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghapus nomornya dari handphone-ku.
Selamat tinggal Tania, aku harap kamu bahagia dengan seseorang yang sudah kamu pilih. Semoga suatu hari nanti kamu bisa mengetahui isi hatiku ini Tan. Hingga waktu itu tiba, aku akan berusaha jadi pribadi yang lebih baik lagi agar ketika aku bertemu denganmu nanti, aku bukanlah Retta yang hanya bisa menyakitimu, tapi aku akan jadi Retta yang akan mencintaimu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top