Claretta (2)

*Play the song


Retta's Pov

Aku kembali ke Jakarta setelah menyelesaikan pekerjaan di Bali. Walau sempat extend dua hari di sana dan ditemani oleh Kirana, sesampainya di Jakarta aku harus langsung sibuk mengurus segala dokumen untuk keberangkatanku kurang dari 2 bulan lagi ke Brooklyn. Sampai detik ini, aku dan Jingga masih belum juga saling berkabar. Ya, Jingga masih mem-block semua akses komunikasi denganku.

"Ta, entar sore mau balik lagi ke resto gak?" tanya Zara yang sedang memasukkan laptop ke dalam tasnya.

"Lo aja deh Za, gue mesti ke bandara," jawabku sambil mengecek google maps di ponsel.

Zara terlihat bingung. "Bandara? Ngapain?"

"Mau jemput temen. Duh, ini kenapa pada merah semua ya tol-nya?"

"Temen? Siapa? Jingga?"

Aku menggelengkan kepala.

"Tumben banget lo jemput orang ke bandara?" tanya Zara lagi.

"Za, udah ya. Gue cabut duluan takut kelamaan sampe Soetta-nya. Kalo ada apa-apa telpon aja, bye." Dan aku pun langsung berjalan cepat menuju parkiran untuk menjemput Kirana di bandara.

Jalanan ibukota mendekati jam pulang kantor memang sudah mulai padat merayap. Tol di dalam kota juga sama saja, malah di beberapa titik lebih macet daripada lewat jalur biasa. Aku hanya bisa melajukan mobil 30-50km/jam. Kalau begini terus, bisa 2 jam baru sampai bandara.

Setelah melewati pintu keluar tol Slipi yang mengarah ke Kb Jeruk, kemacetan mulai mereda dan aku langsung menancapkan gas menuju tol jorr luar ke arah bandara. Baru sekitar 3 km, kemacetan kembali terjadi.

Drrttt... drrttt ponselku bergetar dan muncul nama Kirana Isvara.

Aku pun mengangkat telponnya melalui earpods.

"Halo, Ta?" – Kirana

"Iya Ran. Duh, kamu udah landing ya?" – Retta

"Iya nih, baru aja. Kamu di mana?" – Kirana

"Aku masih di tol, macet parah banget, mungkin karena hari Jumat. Maaf ya jadi nunggu tadi meeting aku juga agak molor soalnya." – Retta

'It's okay. Drive safely ya, gak usah ngebut-ngebut. Aku tunggu kamu di Sbux terminal 3 ya." – Kirana

"Okay. See you." – Retta

"See you soon." Kirana

Dia menutup telponnya dan aku kembali menyetel musik. Aku memang sudah janji pada Kirana untuk menjemputnya sebagai bentuk terima kasih karena dia sudah menemaniku jalan-jalan selama di Bali. Kirana sangat menyenangkan, aku bisa membicarakan banyak hal dengannya, mulai dari urusan bisnis sampai percintaan.

Selama hampir 2 jam berkendara dan Kirana juga sudah menunggu lebih dari 40 menit, akhirnya aku sampai juga di bandara. Aku langsung memarkirkan mobil dan menuju ke Sbux untuk menemuinya.

Ketika aku masuk, Kirana melambaikan tangannya dari meja yang ada di sudut ruangan. Aku menghampirinya dan ber-cipika-cipiki layaknya teman yang sudah lama tidak bertemu.

"Maaf ya lama nunggu," ucapku.

"Gak apa-apa kok. Emang jam pulang kantor pasti macet banget. Duduk dulu aja Ta, nih 5 menit lalu aku pesenin kamu ini," ucap Kirana sambil memberikanku sebuah minuman.

Aku mengambilnya dan mengerutkan dahi menatapnya. "What is it?"

"Asian Dolce Latte with double espresso. You like that rite?" jawabnya.

Aku tersenyum. "Kamu inget ya ternyata."

"Haha selama di Bali setiap kali kita ke Sbux kan kamu selalu pesan itu."

"Dan kamu selalu pesan Hazelnut Latte."

"You know it then, haha."

"Haha, I'm starting to know you. Anyway, abis dari sini kamu mau aku anter ke mana?"

"Hemm, seharusnya sih aku ketemu sama partner bisnis aku di Vin+ Aracdia tapi dia tadi bilang baru bisa besok siang karena ada meeting mendadak. So, I'm free tonight."

"Hemm, okay. Are you starving?"

"A lil bit."

"Wanna try something?"

"Oh yeah, I really want to try Sate Taichan di Senayan."

Itu makanan kesukaan Jingga dan Tania.

"Oh, okay. Tapi sekarang mereka udah gak di jalan deket GBK lagi. Ada sih yang enak, di Patal Senayan. Tapi, kamu gak apa-apa makan di warung tenda pinggiran gitu?"

"Ya, emang kenapa? Perut aku fine kok, haha tenang aja Ta."

"Yaudah kalo gitu, kita ke sana. Shall we?"

"Yeah, sure. Let's.."

Kirana mengambil minumannya lalu menjinjing tasnya dan ketika ia ingin mengambil kopernya, aku langsung mengambil alih.

"Tangan kamu udah kebanyakan pegang barang. Koper kamu biar aku aja yang bawain," ucapku padanya.

Dia tersenyum. "Thank you."

Kami berjalan menuju parkiran dan aku langsung menancapkan gas ke daerah Patal Senayan.

"Kamu nanti pulang ke rumah Papa kamu atau sewa hotel Ran?"

"Aku sewa hotel. Papa sama Mama weekend ini lagi pergi ke Makassar, jadi aku baru pulang ke rumah hari Senin."

"Kenapa gak dari malem ini? Emang kamu gak kangen rumah?"

"Haha gak mau ah, sepi."

"Lho, apa bedanya sama hotel?"

"Emm, kalo di hotel kan aku bisa ajak temen nginep."

"Emang di rumah gak bisa?"

"Aku gak pernah ajak temen ke rumah. Jadi agak canggung aja."

"Hemm, okay. Terus kamu di Jakarta beneran sampe 3 minggu ke depan?"

"Iya nih. Aku lagi mau ada tender lumayan gede, jadi harus stay di sini dulu. Kamu balik ke Brooklyn masih 2 bulan lagi kan?"

"Yup, ini lagi urusin beberapa dokumen sih."

"Berarti nanti kalau aku ke sana untuk nemuin adikku, kita bisa ketemuan ya."

"Of course. Aku juga mau kenalin kamu ke seseorang."

"Your best friend?"

Aku menoleh sejenak. "My best one."

"Sure, I want to know her."

Dan obrolan kami berlanjut hingga kami sampai di tempat sate taichan yang ada di Patal Senayan. Aku langsung memarkirkan mobil, namun sebelum aku keluar, aku melihat pakaian yang Kirana kenakan.

"Ran, kamu gak bawa jaket?"

"Oh, ada sih di koper tapi susah ambilnya. Kenapa Ta?"

Kirana saat ini mengenakan tank top putih yang agak kebesaran di tubuhnya serta celana jeans dan gladiator shoes. Atasannya cukup terbuka, pasti kalau dia makan di sana akan jadi pusat perhatian.

Aku melepaskan jaket denim yang sejak tadi aku pakai lalu aku berikan padanya.

"Pake jaket aku," ucapku.

Dia menatap bingung. "Kenapa aku harus pake jaket?"

"Atasan kamu lumayan terbuka, nanti kamu digodain abang-abang lagi. Emang kamu mau?"

"Oh iya, aku lupa kalo aku lagi di Jakarta bukan di Bali. Thank you for the jacket," dia kemudian mengambil denim jacket milikku dan mengenakannya.

Kami turun dari mobil dan aku bisa merasakan kalau banyak pasang mata yang sedang menatap ke arah kami berdua. Kirana pun menggandeng lenganku, mungkin dia agak risih.

Ketika kami sedang mencari tempat duduk, tiba-tiba saja ada seseorang menabrak tubuhku dari belakang.

"Aduh," gerutuku yang sedikit terdorong karenanya.

"Maaf Mbak maaf," ucap orang tersebut dengan suara yang sangat familiar di telingaku. Jangan bilang kalau dia...

Aku pun menengok ke belakang dan orang tersebut menatapku dengan kaget.

"Kak Retta."

"Tania." Ucap kami bersamaan.

"Ma-maaf Kak, aku gak sengaja," ucapnya langsung salah tingkah. Ah, Tania masih saja menggemaskan.

Aku tersenyum menatapnya. "Gak apa-apa, aku kan udah terbiasa ditabrak kamu."

"Hehe," cengirnya dengan senyuman khasnya.

Rasanya aku sangat ingin memeluk kamu sekarang Tan.

"Kenapa Ta?" Kirana membalikan tubuhnya dan bertanya padaku.

"Oh gak apa-apa Ran," jawabku sambil menatap ke Tania yang sedang melihat ke arah Kirana.

"Sayang, ini satenya," tiba-tiba ada Reno datang menghampiri ke meja Tania. Awalnya Reno tidak menyadari ada aku, lalu ketika dia melihatku, tatapannya langsung berubah.

"Oh, i-iya No, taro di meja aja," sahut Tania ke Reno masih dengan menatapku.

Aku tersenyum pada mereka berdua.

"What a coincidence banget bisa ketemu di sini. Oh iya, Tan, Ren, kenalin ini Kirana," ucapku memperkenalkan Kirana ke mereka.

Kirana tersenyum dengan ramah sambil menyodorkan sebelah tangannya ke Tania.

"Hai, Kirana," ucap Kirana ramah.

Tania menjabat tangan Kirana sambil memerhatikan jaket yang Kirana pakai. "Aku Tania."

Lalu Kirana kembali memperkenalkan dirinya ke Reno.

"Kirana."

"Reno."

"Mereka temen kamu Ta?" tanya Kirana setelah berkenalan ke Tania dan Reno.

"Tania ini junior aku waktu di SMA dan Reno itu pacarnya," jawabku.

"Oh I see. Mau gabung aja mejanya?" tanya Kirana lagi.

Aku pun memerhatikan ekspresi Tania dan Reno.

"Gak usah, mereka kan mau pacaran. Kita jangan ganggu, kita duduk di sini aja ya," ucapku ke Kirana.

"Oh, okay," sahut Kirana.

"Silakan lanjutin lagi," dan ucapku ke Tania.

Aku duduk di sebelah Kirana yang di mana ada Tania duduk di belakang kami. Samar-samar aku bisa mendengar percakapannya dengan Reno. Kenapa aku harus bertemu dengan Tania di saat seperti ini? Pasti sekarang Tania sedang berpikir kenapa aku masih di Jakarta, kenapa pula aku malah sama orang lain bukan Jingga, apalagi Kirana cukup sering skinship ke aku.

Aku jadi tidak bisa menikmati sate taichan karena terus memikirkan Tania. Hingga dirinya dan Reno selesai dan pergi duluan, pikiranku tetap tertuju padanya. Lalu, kami berdua pun juga sudah menyantap habis sate yang kami pesan dan aku langsung bergegas mengantar Kirana ke hotelnya.

Ketika aku baru masuk mobil, Kirana langsung melepaskan jaket yang ia pakai. "Makasih ya jaketnya. Oh iya, aku boleh tanya sesuatu?"

Aku mengambil jaket darinya dan menaruhnya di belakang jok mobil. "Iya sama-sama. Emm, mau tanya apa?"

"Maaf ya kalau misalnya ini menyangkut privasi kamu tapi aku merasa kayaknya kamu punya something ya sama Tania tadi?"

Aku tersenyum menatap Kirana sejenak, lalu aku mulai menancapkan gas.

"Haha, radar kamu emang kuat banget ya Ran."

"I can feel it. So, is it true?"

Aku menganggukkan kepala. "Yup."

"Is she your ex?"

"Hemmm, belum sempat jadi ex."

"Ouch, one side love?"

"Dia berpikirnya kayak gitu."

"Hemm? I don't get it."

"It's complicated. I love her, she loves me, but she thought I'm with someone else and because of that she doesn't know about my true feeling."

"Hemmm, and that person is your best one in Brooklyn?"

"Yeah."

"Triangle love?"

"Hemm.. said so."

"I have time if you want to share about it."

Aku sedikit menghela nafas. "Thank you for your time but I will tell you someday."

"No probs, aku ngerti kok."

"Oh iya, by the way hotel kamu di mana ya Ran? Haha ini aku ambil jalan ke arah Sency lho."

"Ah iya, sampe lupa aku kasih tahu kamu. Hotelku di Fairmont."

Aku sedikit tertawa. "Why must Fairmont?"

"Why? Something happened there?"

Aku kembali menghela nafas. "Itu tempat terakhir aku ketemu Tania sebelum aku dan dia sama-sama pamit."

"Oh, sorry. I don't know that."

"It's okay. Kadang semesta emang suka sebercanda itu, gak apa-apa kok. Anyway, ini udah mau sampe nanti aku temenin kamu sampe check in ya?"

Kirana menatapku lalu tersenyum. "Iya Ta."

Aku kembali membantu Kirana membawakan kopernya hingga ke lobby hotel. Kirana langsung melakukan check in lalu ia kembali menghampiriku yang sedang duduk di sofa.

"Udah?" tanyaku.

Dia menunjukkan kartu kamarnya. "Done."

"Yaudah, aku pamit pulang ya kalo gitu. Kamu pasti capek mau istirahat."

"Wait Ta, temenin ke kamar aku dulu yuk?" pintanya dengan nada sedikit memohon.

Aku diam sejenak. "Hemm, okay."

Aku pun mengantar Kirana sampai masuk ke dalam kamarnya. Dia memesan kamar dengan ukuran cukup besar. Kemudian dia menaruh koper serta barang-barangnya. Aku duduk di sofa samping jendela sambil menatap ke arah luar kamar yang menampilkan pemandangan stadion Glora Bung Karno.

Kirana mengeluarkan speaker bluetooth dan menaruhnya di atas meja. Ia mulai memasang lagu yang cukup chill sehingga membuat suasana di dalam kamar ini jadi lebih warm.

Tidak lama kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu. Kirana membukakan pintu tersebut, ada seorang pelayan hotel masuk dengan membawakan sebotol white wine yag dimasukkan ke dalam ice bucket serta dua gelas.

"Taruh di situ aja Mas. Terima kasih ya," ucap Kirana sambil memberikan tips kepada pelayan tersebut.

Ketika pintu kamarnya kembali ditutup, Kirana membuka botol tersebut lalu menuangkannya ke dalam gelas, dan memberikannya padaku. Ia pun duduk di sampingku sambil menyilangkan kakinya dengan sebelah tangan menopang dagunya.

"Cheers.." ucapnya mengajak tos.

Aku sedikit tertawa sambil menggelengkan kepala. "Cheers for the random white wine."

"Haha, unconditional white wine Ta."

Dan aku hanya tertawa lalu menenggak wine yang ia berikan.

"Jadi kamu minta aku temenin ke kamar biar ada temen minum?" tanyaku.

Kirana menarik nafasnya panjang lalu ia menyandarkan tubuhnya. "Aku cuma pengen bikin kamu chill aja setelah ketemu Tania."

Kini giliran aku yang menghela nafas lalu sama-sama menyandarkan tubuh. "You got me. Thank you Ran."

"You're welcome. Wanna order something more? Light bites maybe?"

"No, I'm good. Wine is enough. Tapi kalo kamu mau pesen, silakan."

"Engga deh, nanti perutku buncit."

"Haha, sangat menjaga badan ya."

"Iya banget. Bahkan aku biasanya workout 3x dalam seminggu."

"Gym?"

"Ya, gym atau gak lari."

"Di Bali sih masih enak ya buat lari, apalagi di Ubud."

"Iyaaa. Oh iya Ta.." Kirana menggantungkan kalimatnya membuatku menoleh ke arahnya.

"Hemmm?"

"Kamu gak mau sleepover aja di sini untuk temenin aku?"

Aku diam sejenak menatapnya.

Kirana juga menatapku. "Kenapa? Kalo kamu gak bawa perlengkapan, kita bisa cari terus beli. Kalo butuh underwear, aku ke mana-mana pasti bawa baru either dua or tiga, bisa untuk kamu."

"Sebenernya aku selalu nyiapin pakaian dan perlengkapan cadangan aku sih di mobil. Tapi, emang kamunya gak apa-apa kalo aku stay over di sini?"

"Ya kalo aku kenapa-kenapa, aku gak mungkin nawarin kamu dong?"

"Oh, iya juga sih. Tapi, kenapa tiba-tiba ngajak aku nginep di sini?"

Kirana sempat terdiam lalu matanya melihat ke arah botol wine.

"Haha, aku gak akan kuat ngabisin wine sendirian. Lagian kan minum wine enaknya sambil ngobrol."

"Haha bisa aja kamu. Yaudah, after I finish this, aku ke bawah ambil tas aku ya," ucapku sambil menunjukkan sisa minuman di gelasku.

"Aku temenin ya."

"Gak usah, kamu di sini aja istirahat. Paling aku juga cuma 5 menitan kok."

"Okay."

Setelah aku menghabiskan segelas wine yang Kirana tuangkan tadi, aku pun turun ke parkiran untuk mengambil tas gym berisikan baju serta perlengkapanku jika harus menginap dadakan seperti ini. Ketika aku kembali masuk ke kamar, terdengar suara gemericik air dari dalam bathroom. Sepertinya Kirana sedang mandi.

Aku pun menaruh tasku lalu kembali duduk di sofa menatap keluar jendela sambil mendengarkan lagu yang masih terpasang dari hp Kirana. Setelah 30 menit, Kirana keluar sudah dengan mengenakan short pants berwarna pink muda dan kaos oversize tipis putih. Ia juga menggulungkan handuk di rambut panjangnya yang basah.

"Eh, kamu udah balik. Maaf ya aku mandi duluan, lengket banget."

"Iya gak apa-apa. Sekarang aku yang gantian mandi ya," ucapku sambil mengambil pakaian dari dalam tas.

"Iya, gih sana."

Ketika aku masuk ke dalam bathroom, Kirana menahan pintu lalu ia ikut masuk. Ia melangkah di depanku dengan jarak yang sangat dekat hingga membuat indera penciumanku menghirup wangi shampoo yang ia gunakan.

"Kamu mau ngapain?" tanyaku.

"Sorry, aku lupa mau ambil hair dryer," jawabnya santai.

"Oh yaudah, silakan," ucapku mempersilakannya lalu ia keluar.

Setelah selesai mandi, aku melihat Kirana sedang berdiri menatap ke luar jendela sambil meminum segelas wine. Ia juga sudah melepaskan gulungan handuk di kepalanya.

Aku menaruh pakaianku kemudian menuangkan wine tersebut di gelasku dan menghampirinya.

"Lagi mikirin apa?" tanyaku ke Kirana.

Ia langsung menoleh. "Oh engga, aku cuma lagi kangen aja."

"Mantan?"

"My best one."

Aku sedikit tertawa. "Haha, that's my words."

Dia juga tertawa. "I like your words."

Aku dan Kirana sama-sama melihat ke pemandangan luar, lalu dia menaruh gelas wine-nya di pinggir jendela. Kemudian dia mengganti lagunya menjadi lagu ber-genre romance.

Dengan gerakan yang lembut, sebelah tangan Kirana mengambil gelas wine dari tanganku lalu menaruhnya di samping gelas miliknya. Kemudian, kedua tangannya memegang kedua tanganku dan memintaku untuk memegang pinggangnya. Kirana menatap dalam mataku, dia melingkarkan kedua tangannya di leherku.

"Temenin aku dansa," bisiknya.

Aku tersenyum padanya. "Sure."

Dan kami pun mulai berdansa mengikuti lantunan lagu dari Michael Bubble yang menggema seisi ruang kamar ini. Baik aku dan Kirana, kami sama-sama menikmati dansa sederhana yang kami cipta dengan saling menatap satu sama lain. Aku memang baru mengenalnya, tapi setiap bersama Kirana, aku bisa sedikit melupakan permasalahan hatiku.

Kirana masih menatap mataku, ia tersenyum sangat manis. "Merci de m'accompagner."

Aku membalas senyumannya. "Vous êtes les bienvenus."

Dan sedetik kemudian, Kirana mencium sebelah pipiku dengan sangat lembut. Aku menatapnya dan tersenyum padanya.

"It's really nice to know you, Ran."

"It's our faith, Retta."

Dan malam itu kami habiskan dengan saling berdansa dan menikmati white wine sambil berbincang hingga pukul 3 pagi.

Aku pun terus mengingat kata-kata Kirana. It's our faith, Retta.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top