Bali

Retta's Pov

Sesampainya di Pulau Dewata, kami langsung melakukan check in di hotel lalu ke restoran yang akan dibuka besok malam. Semua orang sibuk dengan kerjaannya masing-masing.

Misha dan Benno melakukan koordinasi dengan event organizer yang sudah kami hired. Aby terlihat sedang mengobrol bersama salah satu boss vendor yang bekerjasama dengan kami. Sedangkan aku, tugasku hanya memastikan semuanya berjalan lancar.

"Mbak Retta, mau dibuatkan apa?" tanya Andri, salah satu bartender yang sejak tadi menyediakan berbagai minuman untuk semua tim yang hari ini bekerja.

"Gin hendrick's aja Mas Andri, tolong dibuat agak strong ya sama potongan lime-nya dua. Thank you," ucapku sambil tersenyum.

"Iya Mbak Retta, ditunggu," sahutnya.

Aku melihat ke sekeliling restoran ini. Aku tidak pernah menyangka bisa sampai membuat cabang kedua, dan itu di Legian, Bali. Agak susah mencari tempat di sini, tapi berkat koleganya Aby, kami bisa dapat tempat strategis.

"Mbak Retta, silakan," panggil Mas Andri sembari memberikanku segelas minuman favoritku.

"Thank you."

Aku kembali berjalan ke setiap sudut ruangan ini sambil membawa segelas Gin Hendrick's. Ragaku memang sedang ada di tempat ini, tapi aku tidak bisa memungkiri kalau pikiranku sedang tertuju pada rencanaku untuk kembali ke Brooklyn.

Aku sama sekali tidak tahu bagaimana kabar Jingga di sana. Apakah dia sudah siap bertemu denganku? Dan apakah aku harus menceritakan semua hal yang terjadi antara aku dan Tania? Ah, hal ini sungguh membuat kepalaku pusing.

"Ta?" panggil Aby yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.

"Eh, iya By?"

Dia tersenyum sambil melihat ke arah gelas yang aku pegang. "Siang-siang gini udah minum alkohol, bengong lagi, kenapa?"

Aku menenggak minumanku. "It's just a gin. Gue gak apa-apa kok."

"Kalo kamu capek, kamu balik ke hotel aja. Di sini biar aku yang handle."

"No, I'm good. Gimana tadi ngobrol sama Pak siapa itu namanya?"

"Pak Barry."

"Oh iya Pak Barry, how is it?"

"Everything has been align with the plan. Ya, tinggal tunggu kick off aja besok. Semoga retainer kita sama Pak Barry bisa lama sih."

"I hope so."

"Bentar Ta, itu kayaknya Kirana dateng. Temuin dia yuk," ucap Aby melihat ke arah pintu masuk.

"Kirana siapa?" tanyaku melihat seorang wanita yang sedang masuk bersama seorang pria di depan sana.

Aby menoleh. "Mbak Kirana, temen aku yang kasih tempat ini ke kita. Ke sana yuk."

Aku pun mengikuti Aby untuk menghampiri dua orang tersebut. Aby menyapa penuh dengan keramahan pada mereka sambil berjabat tangan.

"Hai, apa kabar?" tanya Aby sambil cium pipi kanan-kiri ke Kirana.

"Baik By. Oh iya, kenalin ini tim aku, namanya Mas Datu yang akan sesekali ngecek ke restoran kamu," jawab wanita yang bernama Kirana itu dengan ramah.

"Saya Datu Mas," ucap pria tersebut ke Aby.

"Saya Aby, yang akan sering ke sini juga," sahut Aby.

"Oh iya  Ran, kenalkan ini partner aku dari Jakarta yang juga pemilik restoran ini. Namanya Claretta," Aby pun memperkenalkanku padanya.

Wanita tersebut sejenak menatap mataku dan aku membalas tatapannya. Aku bisa menebak kalau Kirana ini pasti seumuran atau mungkin lebih tua 1 tahun di atasku. 

Dia memiliki paras wajah sangat Indonesian look dengan warna kulitnya yang sawo matang. Dia juga terlihat feminim dengan pembawaannya yang tenang dan dewasa.

"Saya Kirana," ucapnya dengan menyodorkan sebelah tangannya untuk berjabat denganku.

Aku tersenyum ramah padanya. "Hai Mbak Kirana, just call me Retta."

Dia membalas senyumanku. "Nice to meet you, Mbak Retta."

"Okay, let's have a seat there to discuss our business," ajak Aby dengan sangat sopan ke satu ruangan private di restoran kami.

Aku akui, Aby memiliki manner yang sangat baik. Selain itu, dia juga bersikap ramah dan sopan pada siapapun. Gak hanya pada bos-bos pemilik vendor tapi juga pada semua pegawai di restoran kami. No wonder kalau banyak perempuan di pertemanan kami sangat mengaguminya.

Diskusi mengenai segala detail kontrak bersama Mbak Kirana dan Mas Datu berjalan lancar. Tidak terasa waktu pun sudah mulai sore. Misha dan Benno juga tampaknya sudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Aby dan aku mengantar Kirana dan Datu keluar.

"Thanks ya Ran atas waktunya. Makasih juga Mas Datu sudah mau datang. Besok jangan lupa ya, jam 5 kita udah open kok. Diajak juga teman-teman lainnya biar makin ramai," ucap Aby.

"Oh iya, tenang aja By. Nanti juga aku akan ajak beberapa kolega untuk mampir ke sini."

"Thank you," sahut Aby.

Aku hanya tersenyum ramah pada mereka. Lalu sekali lagi, Kirana sempat menatap mataku sama seperti tadi.

"Oh iya, ada rencana ke mana abis ini?" tanya Mbak Kirana.

"Ah iya, kamu kan udah lama tinggal di Bali pasti tau tempat-tempat seru. Enaknya untuk sunset-an ke mana ya Ran?"

"Oh banyak banget By, di Canggu banyak tempat oke, di The Lawn atau Kaki Lama, spot-nya bagus untuk sunset-an," jawab Mbak Kirana.

Aby menoleh ke arahku. "Ke sana aja ya Ta?"

"Bebas By," jawabku.

"Kamu dan Mas Datu mau join kita?" tanya Aby lagi ke mereka.

"Oh sorry By, kebetulan aku udah ada janji. Makasih atas tawarannya. Nah kalau Datu, gimana Tu?"

"Saya juga udah ada janji sama istri saya Mas, maaf," ucap Datu dengan logat khas Bali.

"Oh iya gak apa-apa. Kalau gitu sampai bertemu besok ya Ran dan Mas Datu."

"Iya, sampai besok. Kami pamit pergi dulu."

"Iya Kirana, silakan."

Dan sore itu pun kami berempat pergi ke The Lawn untuk menikmati sunset dan juga makan malam di pinggiran pantai. Setelah dinner, kami langsung menuju hotel untuk beristirahat.

Setelah selesai mandi dan bersih-bersih, aku merebahkan tubuh di atas tempat tidur berukuran king size ini. Aku mengambil ponsel dan melihat chat terakhirku dengan Jingga.

"Ternyata dia masih block nomor gue," batinku.

Tania juga kabarnya gimana ya? Harusnya dia semester ini sudah mulai nyusun skripsi. Semoga dia baik-baik aja dengan Reno.

***


Keesokan Harinya

Restoran kami sudah banyak dikunjungi oleh para tamu undangan. Ada beberapa influencer temannya Aby yang juga jauh-jauh terbang ke Bali untuk menghadiri acara kami. Tak hanya itu, tamu media pun juga mulai berdatangan. Zara juga ikut nyusul ke sini bersama tunangannya yang sebentar lagi akan tiba.

Acara segera dimulai dengan ngobrol bersama awak media sebagai agenda pertama. Lalu akan dilanjutkan dengan potong nasi tumpeng sebagai simbol ceremony, live music, dan diakhiri after party.

Aku meminta Aby untuk jadi front man yang berbicara dengan teman-teman media, tumpengan, dan juga me-lead semua urusan yang berhubungan dengan third party. Aku hanya ingin jadi orang di balik layar, biarkan Aby yang tampil di depan umum.

Saat ini semua tamu undangan termasuk beberapa influencer, temannya Aby, Misha, dan Benno, Zara dengan tunangannya, client kami seperti Mbak Kirana, Mas Datu, dan lainnya tengah menikmati live music. Semakin malam, pengunjung juga semakin berdatangan. Waktu juga sudah menunjukkan hampir jam 10 malam, dan DJ ternama Bali yang kami book untuk malam ini sudah bersiap di balik table-nya.

Aku mengambil gelas ke empat Gin Hendrick's sambil berdiri di sudut ruangan memerhatikan semua orang. Sepertinya party animals semakin banyak yang datang.

Kini live music sudah berganti dengan pertunjukkan DJ yang menandakan agenda terakhir kami di pembukaan restoran ini. Dentuman lagu-lagu EDM pun mulai dimainkan dan semua tamu yang datang sudah ada yang berjoget di dance floor.

Setelah menghabiskan minumanku, aku berjalan ke luar restoran untuk mencari udara segar. Orang-orang masih berlalu-lalang di jalan Legian ini. Banyak Bar yang juga mengadakan live music atau DJ party. Aku menyandarkan tubuhku pada sebuah tiang sambil menatap ke arah langit. Malam ini bulan bersinar cukup terang.

"Hai, Mbak Retta," tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namaku.

Aku langsung menoleh ke sumber suara tersebut. "Mbak Kirana?"

Dia tersenyum lalu menghampiriku. "Panggil Kirana aja gak usah pakai Mbak. Sedang apa di luar sendirian kayak gini Mbak Retta?"

"Panggil Retta aja, gak usah pakai Mbak," aku membalikan kalimatnya.

Kirana terlihat sedikit tertawa. "Well, okay. So, what do you do here?"

"Hemm.. di dalem agak sumpek, I need some fresh air. Kamu sendiri kenapa keluar?"

"Aku juga kurang suka sama yang terlalu bising kayak gitu."

"Sama dong ya berarti?"

"Yup. Hemm, wanna move to somewhere and get drink or coffee?" ajaknya.

"Why not? You lead the way."

"Sure."

"Walking?"

"Nope, driving. Yuk," ajak Kirana lagi menuju mobilnya.

Sesaat ketika aku masuk ke dalam mobilnya, nuansa warm and calm langsung berasa karena interior dalam mobilnya sudah dimodif dengan warna cokelat yang mondimanasi.

"Sebentar ya, aku chat timku dulu bilang aku pamit duluan," ucap Kirana dari balik kemudinya.

"Okay," sahutku juga sambil mengambil ponsel dan memberitahukan Aby dan Zara kalau aku pergi dulu dan mereka tidak perlu menungguku.

Kirana menaruh ponselnya ke dalam clutch yang sejak tadi ia pegang.

"Let's.." ucapnya lagi dengan mulai menancapkan gas.

"Jadi kita mau ke mana?" tanyaku.

"Ke Sunny16, di sana enak buat ngobrol dan buka 24 hours," jawabnya.

"Sounds great," sahutku dan Kirana hanya tersenyum.

Suasana dalam mobil kembali hening. Lalu, Kirana menyalakan musik untuk memecah keheningan.

"Hemm, udah berapa lama tinggal di Bali, Ki ra na?"

"Panggil aku Ran aja, Retta."

"Okay Ran, so?"

"Oh ya, aku di sini udah 3 tahun. Awalnya sih cuma iseng aja coba-coba bisnis properti, eh malah ketagihan, terus nyaman, jadi menetap deh."

"I see. Lalu kenal sama Aby dari?"

"Dulu aku seniornya dia waktu kuliah di Westminster. Terus beberapa bulan lalu Aby hubungin nanya ada tempat bagus gak di Bali, saat itu dia bilang dia mau buka usaha di sini sama temannya. Yaaa, along the way jadilah kita kerjasama."

"No wonder ya kalia kelihatan akrab."

"Haha, iyaa. Oh iya, kamu baru pertama ya ngunjugin resto kalian di sini?"

"Beberapa bulan lalu pernah ke sini untuk lihat proses renovasi tempat, tapi hanya over the weekend aja soalnya saya urus resto yang di Jakarta," jawabku.

Kirana sedikit menoleh dengan tersenyum. "Jangan saya ah, kaku banget kayaknya."

"Oh oke, aku then."

"Yes. Emmm, nah ini kita udah sampai." Kirana kemudian membelokkan mobilnya ke parkir area sebuah hotel.

"Hotel?" tanyaku sesaat keluar dari mobilnya.

"Sunny16 adanya di dalam hotel Fontana. Yuk, masuk."

"Okay."

Aku berjalan di samping Kirana dan salah seorang waiters menghampiri kami.

"Berapa orang Mbak?"

"Dua orang."

"Smoking or non smoking?"

Kirana menoleh. "Kamu ngerokok?"

Aku menggelengkan kepala.

"Non smoking Mbak."

"Mari."

Kami pun duduk di sofa yang terletak di bagian sudut ruangan.

Waiters tersebut memberikan daftar menu.

"Mau minum apa Ta?" tanya Kirana.

"Hemmm... sparkling wine, Moet & Chandon," jawabku.

"Make it two glasses ya Mbak," ucap Kirana ke waiters tersebut.

"Light bites?" tanya Kirana lagi padaku.

"You choose."

"Saya pesan chicken tacos-nya satu."

"Baik, saya ulangi pesanannya ya.."

Kemudian waiters tersebut pergi untuk menyiapkan pesanan kami.

Kirana membenarkan posisi duduknya lalu menatapku.

"Jadi yang akan handle resto kalian di sini hanya Aby?" tanyanya membuka obrolan.

"Iyaa, dia juga akan bulak-balik Jakarta-Bali sih, tapi 80% Aby yang handle," jawabku.

"Kamu udah temenan lama sama Aby atau gimana sampai akhirnya buka bisnis bareng?"

"Kebetulan orang tua kami saling kenal dan yaa gitu deh. Untungnya sih dalam hal bisnis, aku sama Aby punya pemikiran yang sama."

"Good dong berarti?"

"Yeah, it's good."

"Kalo orang tua udah saling kenal, biasanya sih akan ada jodoh-jodohan ya?"

"Haha, so obvious ya?"

"Yeah, I've been there. So, I know how it feels like."

"Oh ya? Lalu, perjodohan itu berhasil buat kamu?"

Belum sempat Kirana menjawab, salah seorang pelayan menyajikan pesanan kami.

"Haha kepotong. Cheers?" ajak Kirana bersulang.

"Cheers.." dan kami pun menenggak sparkling wine tersebut.

"So, how was it?" tanyaku lagi.

Kirana tersenyum lalu menggeleng pelan. "It doesn't work."

"It can tell, Ran. Lagian ya, jaman sekarang emang masih ada apa yang mau dijodohin gitu."

"Haha, mungkin di luar sana ada aja kali ya."

"Maybe."

"Terus kamu sendiri gimana menghadapi 'perjodohan' itu?"

Aku sedikit menghela nafas. "Ya, I'm trying to convince my parents that I'm not ready for this and I wanna focus on my study."

"Oh, masih kuliah?"

"Yup, for magister degree tapi sekarang lagi postpone dua semester karena harus urus.. this business."

"Ah I see. Kuliah di?"

"Brooklyn."

"Wow, what a coincidence."

"Why?"

"Adikku kuliah di sana juga tapi untuk S1."

"Oh wow, what a small world, haha," sahutku.

Mengobrol santai dengan Kirana ternyata enak juga. Walaupun aku baru bertemu dan kenal dengannya kemarin sore, tapi banyak hal yang bisa kami obrolin bersama.

"Haha iya yaa. Lalu, kapan rencana balik ke sana?"

"Harusnya sih dua bulan lagi biar bisa urus jadwal di semester depan."

"I see. Aku juga lumayan sering ke sana sih untuk mantau adikku. Maklum, adik semata wayang, cowok pula, takutnya kalau gak sering dipantau pergaulannya bisa you know..."

"Yaa, pergaulan di sana emang lumayan keras sih. Harus pandai bawa diri."

"Yeah, that's my concern. So, berarti selama balik ke Indo, kamu urus bisnis aja atau ada kegiatan lain?"

"Iyaa bisnis dan ada beberapa urusan pribadi."

"Hemm, I see. Jadi kalau kamu balik ke sana, bisnis kamu di Jakarta gimana?"

"Ada sepupu aku yang urus."

Kirana menganggukkan kepalanya, lalu dia menenggak minumannya lagi.

"In the next two weeks, I'll fly to Jakarta for some business. Wanna meet?"

"Yeah, why not. Kita tukeran kontak aja Ran."

"Iya. It's really nice to talk to you Ta," ucapnya sambil tersenyum.

"Yeah, me too."

"Oh iya, kalau kamu gak mau sama Aby, artinya kamu udah punya pacar?"

Aku mengerutkan dahi menatapnya.

Kirana terlihat salah tingkah. "Sorry Ta kalau pertanyaanku terlalu privasi. It's okay kalau gak mau jawab."

Aku sedikit tertawa. "Haha, gak apa-apa santai aja. Hemm, aku gak punya pacar. Kamu sendiri? Kan tadi katanya perjodohan orang tua kamu gak works, means you already have boyfriend?"

Kirana kembali tersenyum lalu menggelengkan kepala. "Nope."

"I see."

"Ya, I'm not into a man," ucapnya membuatku sedikit mencerna pendengaranku barusan.

"Excuse me?"

"Haha, I like woman."

Aku diam sejenak berpikir kalau wanita se-feminim Kirana ternyata menyukai perempuan.

"Oh, okay," sahutku.

"You don't mind, do you?"

"Yeah, it's okay for me."

Kirana tersenyum lagi, namun kali ini mata dia lebih dalam menatap mataku membuatku sedikit gusar.

Dia kemudian sedikit mendekatkan wajahnya untuk berbisik padaku.

"And somehow, I can see it on your eyes and feel your vibe since the first time we met," ucapnya pelan.

Aku sedikit menghela nafas dan tersenyum padanya. Dia juga tersenyum penuh arti dan kembali membenarkan posisi duduknya. 

Kemudian aku mengambil gelas wine-ku dan mengajaknya untuk kembali bersulang.

"Cheers for being honest," ucapku.

"Cheers for being proud," sahutnya.

Dan kami tertawa bersama sambil menikmati satu gelas sparkling wine lagi.


***

*Kirana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top