Party

Tania's Pov

Aku tengah bersiap diri sambil menunggu Kak Bima menjemputku. Hari ini ialah ulang tahunnya dan aku memakai dress pemberian Kak Bima yang menurutku agak terlalu terbuka. Aku pun gak nyaman mengenakannya tapi gak mungkin kalau aku tidak memakainya malam ini. Aku juga sudah menyiapkan sebuah kado, yakni jersey basket pemain kesukaannya. 

"Duh cantiknya anak Bunda," tiba-tiba saja Bunda masuk ke kamarku.

"Ih Bunda ngagetin aja," sahutku.

Bunda tersenyum lalu melihatku dari atas sampai bawah. "Ini gak terlalu kebuka Kak bajunya? Kamu pakai luaran lagi atuh."

"Iya Bun, tuh aku udah siapin cardigan untuk nutupin kok."

"Jadi Bima bakal jemput kamu jam berapa?" 

"Emmm seharusnya sih udah sampe tapi belum ngabarin aku lagi nih."

"Yaudah kalau gitu, Bunda ke ruang tv lagi ya temenin si kembar lagi nonton."

"Iya Bunda."

Aku pun kembali bercermin sambil mengamati kembali riasan di wajahku. Kemudian muncul Kak Gista dari balik pintu kamar.

"Hey Tan, aku boleh masuk?"

"Oh iya Kak, masuk aja sini."

Sama seperti Bunda, Kak Gista menatapku dari atas sampai bawah. "Baju kamu kok agak terbuka sih?"

"Iya nih gak tau Kak Bima beliin dress ini, tapi aku udah siapin cardigan kok untuk nutupin."

"Iya bagus kalau gitu. Terus nanti acaranya di mana?"

"Di daerah Kemang Kak, di xxx."

"Lho, itu kan club malam. Bima ngadain acara ultahnya jam berapa emang?"

"Emang iya Kak itu club malam yang bisa orang-orang pada party gitu?"

"Iya itu tempat biasanya malem minggu gini untuk DJ. Makanya, aku tanya acara dia tuh jam berapa?"

"Kak Bima bilang jam 8 kok."

"Sampe jam?"

"Eng-gak tau Kak," jawabku polos. Aku juga baru sadar kalau Kak Bima gak kasih tahu acaranya akan selesai sampai jam berapa.

Kak Gista terlihat seperti memikirkan sesuatu. "Terus kamu nanti dijemput dia? Itu dua senior kamu, Jingga dan Retta gak ikut?"

"Iya nanti Kak Bima jemput dan aku gak tahu deh mereka berdua dateng apa gak."

"Temen-temen seangkatan kamu ada yang ikut?"

"Ada Kak, tapi anak-anak basket doang."

"Uben, Dhea, Indira, Sassya pada gak ikut?"

"Mereka gak dapat invitation."

"Hemmm, hp kamu batrenya full kan? Jangan pulang terlalu malam ya, kalau kamu butuh dijemput nanti telepon aku aja."

Aku mengerutkan dahi mendengar kata-kata Kak Gista, gak biasanya Kak Gista seperti ini.

"I-iya Kak," sahutku. Lalu Bunda memanggilku katanya Kak Bima sudah ada di depan rumah.

Aku pun segera menghampirinya lalu pamit ke Bunda dan Ayah. Lalu kami berdua pergi ke tempat acara ulang tahunnya Kak Bima.

"Kok Kakak tumben bawa mobil sendiri gak sama bodyguard?"

"Oh mereka ada kok, tuh mobil belakang yang daritadi ikutin kita." Dan aku hanya menganggukkan kepala.

Sebelah tangan Kak Bima tiba-tiba saja membelai rambutku. "Kamu cantik deh malem ini sayang."

"Makasih Kak," sahutku dan kemudian Kak Bima menggenggam tanganku dengan sebelah tangannya sepanjang perjalanan.

"Oh iya Kak, ini buat kamu maaf ya aku cuma bisa kasih ini," aku mengeluarkan sebuah goodiebag dan memberikan pada Kak Bima.

Kak Bima kemudian melepaskan genggamannya dan mengambil hadiah pemberian dariku. Ia melihatnya sekilas lalu dengan cepat Kak Bima mencium sebelah pipiku.

"Makasih ya sayang," ucapnya lembut dan membuatku kaget.

"I-iya Kak sama-sama."

"Haha masih aja kaku deh kamu," aku hanya tersenyum menanggapi Kak Bima.

Kami pun akhirnya sampai di tempat yang dituju. Kak Bima langsung menggandeng tanganku masuk ke dalam. Tema hitam-putih menghiasi ruangan ini. Beberapa tamu pun sudah datang. Kak Bima menghampiri mereka satu persatu sambil mengenalkanku sebagai pacarnya. Selain teman-teman satu sekolah kami, banyak juga orang-orang yang tak ku kenali wajahnya. 

Aku melihat ada anak-anak basket seperti Adrian yang tengah menggandeng cewek baru lagi, Kak Trian, Daniel, Dendy, dan lainnya. Aku melihat ke semua sisi ruangan ini tapi sosok Kak Jingga dan Kak Retta tidak ada. Padahal teman satu kelas Kak Retta hampir semuanya datang.

Ketika Kak Bima pamit sebentar untuk menemui teman lamanya, tiba-tiba Kak Tira menghampiriku.

"Hey Tan, kok lo keliatan bingung banget sih. Kenapa?" 

"Eh Kak Tira, hehe engga kenapa-kenapa kok Kak."

"Emmm nyariin Retta ya?"

"Hah? Ah engga kok," jawabku salah tingkah.

"Haha udah gak usah dicariin, dia sama Jingga katanya males dateng," ucap Kak Tira dan entah kenapa membuat mood ku turun.

"Hehe iya Kak," sahutku dengan senyuman yang dipaksakan.

"Yaudah gue gabung sama anak-anak kelas gue dulu ya. Bye Tan," dan Kak Tira meninggalkanku seorang diri.

Waktu sudah menunjukan pukul 9.30, dan tak lama kemudian Kak Bima datang menghampiriku.

Lalu seorang host cowok muncul dari balik DJ table dan mulai membuka acara malam ini. Sambutan yang meriah pun menggema seisi ruangan ketika pembawa acara tersebut mengumumkan kalau akan ada perform dari DJ terkenal ibukota. 

Namun sebelum party dimulai, dia memanggil Kak Bima untuk maju ke depan. Kak Bima pamit denganku dan berjalan ke tempat yang telah disediakan. Lalu seorang pelayan masuk sambil membawakan sebuah botol champagne.

"Yoo Bim, lo kasih kata-kata dong untuk kita semua," ucap host tersebut.

"Well okay, terima kasih buat semua yang udah dateng di acara party kecil-kecilan gue ini. Really appreciate you guys. Let's enjoy tonight, don't think about tomorrow just be yourself in my party. And last but not least, I would like to say lovely thank you for my beautiful girlfriend over there, Tania. I love you sayang,"  suara riuh serta cuitan pun langsung meramaikan ruangan ini. Aku yang menjadi sorotan semua pasang mata hanya bisa tertunduk malu.

"Then let's start the partyyyyyy!!!" ucap Kak Bima dengan semangat sambil membuka botol champagne tersebut serta diiringi lagu EDM yang keras.

Semua yang ada di ruangan ini langsung loncat-loncat ketika tahu kalau yang sedang memainkan musik tersebut ialah DJ terkenal. 

Kak Bima kembali menarik tanganku untuk maju ke tengah ruangan dan berjoget bersamanya. Ia mengambilkan sebuah gelas minuman dan memberikannya padaku. Aku mencium bau khas alkohol sangat terasa dari minuman tersebut.

"Aku gak minum alkohol Kak," ucapku menolak pemberiannya.

"Come on sayang, just for one night. Try it, you will love it. Come on," rayu Kak Bima dan aku pun menenggak minuman itu sedikit.

"Lagi dong sayang, nih aku juga minum," lalu Kak Bima mengambil segelas minuman lagi dari pelayan yang sedang berkeliling.

"Emmm, aku gak suka Kak," gumamku.

"Ayo dong, it's for my birthday Tania. Don't worry, aku bakal terus di samping kamu kok. Yuk cheers!" dan lagi aku menenggak minuman tersebut.

Lagu EDM yang dimainkan semakin kencang, Kak Bima kemudian menarik tanganku untuk mengikutinya berkumpul dengan teman-temannya yang tidak aku kenal. 

"Yooo bro, minum lagi lah minum. Free flow kok malem ini, gak perlu takut kehabisan, hahaha," ucap Kak Bima pada kelima teman laki-lakinya. 

Kak Bima pun kemudian mengambil sebuah botol bertuliskan Vodka Absolute lalu mulai mencekoki teman-temannya satu persatu. Aku mulai tidak nyaman berada di sini. Entah kenapa sikap Kak Bima sangat berbeda dari biasanya. Apakah ini adalah sosok Kak Bima yang asli?!

Aku memutuskan untuk duduk di sofa sambil melihat handphone. Sudah pukul 11.30 malam dan masih belum ada tanda-tanda kalau acara ini akan selesai. Malah semakin banyak teman Kak Bima yang berdatangan. 

"Apa aku minta jemput Kak Gista aja ya?" batinku.

Kak Bima yang terlihat sudah seperti orang mabuk mendekat ke arahku. "Sayang kok kamu diem aja sih? Have fun dong, minum lagi minum lagi yaaa."

"Engga Kak makasih. A-aku pamit pulang aja ya, udah malem," ucapku sambil menunjukan jam.

"Kamu nanti aja pulangnya sama aku. Sesekali pulang subuh gak apa-apa lah yang," ucapnya mulai meracau dan semakin membuatku merasa risih.

"Aku udah diteleponin Bunda Kak," dalihku.

Kak Bima menarik nafas. "Yaudah, kamu minum dulu tapi ya. Aku ambilin dulu, bukan alkohol kok."

Lalu Kak Bima berjalan ke arah bartender. Ia pun kembali dengan membawakanku segelas teh manis, sepertinya. Aku menciumnya terlebih dahulu dan ternyata itu memang iced lemond tea.

"Habisin ya sayang," ucap Kak Bima lagi dan aku langsung menenggaknya agar bisa lebih cepat pulang.

"Kamu duduk dulu sini ya sebentar. Aku biar pamit sama anak-anak yang lain," Kak Bima pun pergi meninggalkanku sendirian.

Suara dentuman musik tiba-tiba saja memekakkan telingaku. Pandanganku mulai buyar. Kepalaku terasa pusing. Dan kulit tanganku terasa kebas. Ada apa ini? Kenapa aku tiba-tiba seperti ini?

"Sayang, sayang are you okay?" suara Kak Bima terdengar dari arah depan.

"Kepala aku pusing," jawabku.

"Yaudah yuk pulang yuk," kemudian tubuhku terasa dirangkul oleh Kak Bima menuju ke parkiran.

Aku berusaha untuk tetap fokus terhadap pandanganku. Ketika kami sudah berada di depan mobil, Kak Bima tiba-tiba saja memanggil kedua bodyguard-nya.

"Pak, saya mau ke Hotel xxx sekarang. Bapak gak usah ikutin saya nanti pagi bilang aja sama Papa kalau saya nginep di rumah temen. Oke Pak?" ucapnya terdengar samar-samar. 

Apa barusan Kak Bima bilang akan pergi ke Hotel?

"Iya Bos, siap," sahut bodyguard-nya.

"Kamu mau bawa aku ke mana? Aku mau pulang," gerutuku.

"Iya-iya kita pulang, ayo masuk dulu ke mobil," ajaknya.

Dengan susah payah aku berusaha mengembalikan kesadaranku, aku pun mengikuti arahannya untuk masuk ke dalam mobilnya.

Mobil ini terasa berjalan sangat lambat. Musik yang tadinya terputar tiba-tiba saja dihentikan oleh Kak Bima. Sebelah tangan Kak Bima kemudian memegang pahaku lalu mengelusnya.

"Apaan sih Kak? Jangan macem-macem!" teriakku sambil menghempaskan tangannya.

"Aku mau macem-macem ke kamu juga gak akan ada yang denger. Udahlah Tan gak usah sok polos kayak gitu, let's have some fun babe,"  ucapnya lagi sambil mencium bibirku secara paksa.

Dengan reflek aku langsung menamparnya. 

"Shit!" umpatnya kesal.

"Turunin aku di sini!" ucapku keras sambil menahan pusing yang semakin menjadi.

"Gak, aku mau bawa kamu ke hotel."

Sebelah tanganku langsung memegang pintu dan Kak Bima langsung menguncinya. Sebelah tangannya kemudian menggenggam erat tanganku.

"Lepasin Kak!" teriakku lagi.

Dia diam tak bergeming.

"Lepasin aku Kak Bima! Kenapa kamu malah kayak gini sih?" tanpa kusadari air mataku pun jatuh.

"This is who I am!" ucapnya dengan tegas.

Aku masih menangis entah harus berbuat apa. Aku hanya berharap ada seseorang yang datang menolongku. Seharusnya sudah sejak tadi aku menelepon Kak Gista.

Sebelah tangan Kak Bima masih memegang erat tanganku. Lalu tiba-tiba saja ia memberhentikan mobil ini secara mendadak.

"Siapa sih?!" teriaknya kesal dan aku melihat sebuah mobil berhenti menghalangi mobil Kak Bima.

Dengan pandanganku yang masih sedikit samar, ada dua orang keluar dari mobil tersebut. Salah satu dari mereka menghampiri arah pintu Kak Bima, satunya lagi mengarah padaku.

"Eh Bima, keluar gak lo!" teriak seseorang yang sangat familiar di telingaku.

Kak Bima kemudian melepaskan tanganku dan keluar sambil membanting pintu. 

"Dee, keluarin Tania," ucapnya dan aku yakin mereka adalah Kak Retta dan Kak Jingga.

Kak Jingga pun membuka pintu dan langsung menarik tubuhku keluar.

"Tan lo gak apa-apa?" tanyanya.

"Kepala aku pusing Kak," jawabku sambil berjalan sempoyongan.

"Dee, ajak Tania masuk ke mobil," ucap Kak Retta lagi.

"Eh lo mau bawa cewek gue ke mana?" teriak Kak Bima dan sepertinya dihalangi oleh Kak Retta.

Dengan langkah cepat, Kak Jingga mengajakku untuk masuk ke dalam mobilnya. "Lo tunggu dulu di sini ya Tan, gue mau ke Retta dulu," ucapnya dan aku hanya mampu menganggukkan kepala.

Kemudian terdengar suara teriakan Kak Jingga. "Rettaaaa!" 

Aku mencoba melihat lewat kaca belakang apa yang terjadi di sana. Kak Jingga terlihat sedang membantu Kak Retta berdiri, sedangkan Kak Bima berjalan cepat ke arah mobil ini. 

Ketika dia ingin membuka pintu, mobil ini langsung terkunci secara otomatis. Mungkin Kak Retta atau Kak Jingga menguncinya dengan alarm. 

"Tania keluar sekarang!" teriaknya menggedor kaca mobil membuatku takut.

Kemudian terlihat Kak Retta menarik paksa tubuh Kak Bima hingga tersungkur. Entah apa yang terjadi, tapi sepenglihatanku sepertinya Kak Retta berduel dengan Kak Bima.

"Dee lo masuk ke mobil temenin Tania," teriak Kak Retta ketika tubuh Kak Bima masih tersungkur di jalan.

Kak Jingga pun langsung masuk dan duduk di sebelahku.

"Kak Retta gak apa-apa Kak?" tanyaku penuh khawatir.

"Di-dia gak apa-apa kok," jawabnya terdengar ragu. 

Aku kembali berusaha melihat apa yang terjadi di luar sana tapi Kak Jingga menghalangiku dengan memeluk tubuhku.

"Udah lo gak usah lihat," ucapnya seperti menahan sesuatu sambil membenamkan kepalaku di dekapannya.

"Denger ya Bim, gue gak pernah takut sekalipun bokap lo mentri. Sekali lagi lo sentuh Tania, lo berurusan sama gue!" ucap Kak Retta dengan keras kemudian ia masuk ke dalam mobil.

Terdengar deru nafas yang tak beraturan dari Kak Retta. Tanpa berbicara apa-apa, ia langsung menancapkan gas.

"Ta, are you okay?" tanya Kak Jingga masih dengan merangkul tubuhku.

"I'm okay Dee. Tania gak apa-apa kan?" tanya Kak Retta.

"Ketan gak apa-apa kok. Ta, itu bibir lo..." jawab Kak Jingga.

"It's okay," sahut Kak Retta dan tanpa kusadari mataku pun mulai terpejam.

***


Entah sudah berapa lama aku terlelap. Aku mulai mengerjapkan mata dan mencari tahu di mana aku berada. Wangi ruangan ini, hiasan di kamar ini, sepertinya aku tengah tertidur di kamar Kak Jingga.

"Aww sakit," terdengar suara ringisan Kak Retta.

"Duh lo yakin gak mau ke dokter aja? Ini luka di bibir lo lumayan besar lho Ta, belum lagi tuh pipi lo lebam," sahut Kak Jingga membuat pandanganku tertuju kepada mereka berdua yang tengah duduk berhadapan di sofa bed.

"Ssttt pelan-pelan, nanti Tania kebangun," bisik Kak Retta.

"Iya-iya. Tapi ini luka lo gimana?" tanya Kak Jingga yang juga ikut berbisik.

"Dikompres doang juga sembuh kok," jawab Kak Retta seperti menenangkan.

"Gue gak mau kalo lo sampe kenapa-kenapa Ta, please."

"I'm okay Jingga, kok malah jadi lo yang nangis sih?" 

"Pokoknya gue gak mau lo kenapa-kenapa." Lalu sebelah tangan Kak Retta mengusap wajah Kak Jingga dengan tatapan sangat lembut.

"Gue gak kenapa-kenapa." 

Kak Jingga pun kemudian memeluk erat tubuh Kak Retta. "You know that I love you Ta."

"Yeah I know Dee, and I love you too."

Ada rasa sakit yang langsung menjalar di sekujur tubuhku melihat dan mendengar percakapan mereka berdua. Air mata pun keluar begitu saja tanpa mampu aku tahan lagi. Ini kedua kalinya hatiku terasa sakit melihat mereka berdua yang saling menyayangi satu sama lain. Sedangkan aku hanyalah orang luar yang tidak berhak berada di antara mereka.

Kenapa cinta bisa sesakit ini Tuhan?




*Note

Kali ini gak digantungin lagi yaaaa... hehehe.

Sebelumnya saya mau ucapin terima kasih buat semua pembaca setia cerita ini. Makasih untuk vote dan komennya.

Buat yang nanya atau minta cerita ini buru-buru di-update, emmm saya cuma menjelaskan sedikit aja nih biar lebih enak.

Kebetulan saya sehari-harinya bekerja, kadang suka lembur sampai malam. Jadi saya menulis wattpad di waktu senggang saya dan sebisa saya.

Berhubung reminisce ini bukan sinetron stripping, jadi gak bisa update setiap hari ya teman-teman.

So, enjoy the story and don't forget to read YAMC (You Are My Caffeine)


Ciao!

Mo




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top