Kompetisi
Tania's Pov
Sore ini kami latihan persiapan untuk kompetisi basket antar regional di minggu depan. Pertandingan ini akan menjadi yang terakhir bagi angkatan Kak Retta. Dan ini juga akan menjadi yang terakhir bagiku untuk satu tim dengannya. Aku akan sangat merindukan momen-momen ini.
"Yuk semuanya kumpul di tengah. Ini latihan terakhir sebelum minggu depan kita tanding. Latihan sore ini kita cuma akan nge-game, dibawa santai aja jangan dijadiin beban apalagi untuk angkatan Retta. Ini akan jadi kompetisi terakhir kalian di SMA, jadi kasih yang terbaik untuk sekolah kita. Oke?" ucap coach Irfan dengan semangat.
"Oke coach!"
"Game pertama semua starting line up di sebelah kanan gue, selebihnya di sebelah kiri. Priiitttt..." dan latihan game pertama pun dimulai.
Di waktu break aku tengah meregangkan kedua kakiku di pinggir lapangan sambil melihat tim cowok sedang bermain. Tiba-tiba saja Kak Retta duduk di sebelahku sambil membawakan sebotol minuman.
"Nih Tan, minum dulu," ucapnya.
"Eh hehe iya Kak, makasih," sahutku.
Terdengar helaan nafas dari Kak Retta. Aku pun menoleh dan melihatnya sedang menatap lapangan dengan wajah sendu.
"I'm gonna miss this school so much. Kenangannya, temen-temennya, guru-gurunya, basket, kantin, kamu, dan semuanya," ucap Kak Retta tenang.
"Hemm iya Kak," sahutku lalu menundukkan kepala.
"Aku juga bakal kangen banget sama Kak Retta..." batinku.
"Tan..." panggilnya dan aku kembali menoleh ke arahnya.
"Iya?"
Kak Retta tersenyum, "maafin aku ya untuk semuanya."
Aku membalasnya dengan senyuman. "Iya Kak, aku gak apa-apa kok. Kakak gak perlu minta maaf terus."
"Kamu itu orang baik Tan, aku yakin pasti di luar sana akan ada seseorang yang sayang sama kamu dengan tulus dan apa adanya."
Aku kembali tersenyum, "... iya Kak, amiin. Kakak juga bahagia ya sama Kak Jingga. Aku seneng lihat Kakak berdua yang selama ini udah banyak ngejagain aku."
Kak Retta kembali menarik nafasnya dalam. "Hemmm..."
Hening sejenak di antara kami.
"Aku sebentar lagi bakal lulus, kamu jaga diri kamu baik-baik di sini ya. Bima udah keluar dari sekolah kita, Adrian juga bakal lulus bareng aku. Kamu masih punya Dhea, Uben, dan temen-temen kamu. Aku yakin kamu bakal jatuh cinta lagi nantinya sama seseorang..." Kak Retta menggantungkan kalimatnya lalu ia memejamkan matanya sejenak dan kemudian menatapku kembali.
"Aku akan selalu sayang kamu sebagai adik aku Tan," ucapnya sambil tersenyum.
"Iya Kak," sahutku.
***
Akhirnya hari pertandingan pertama pun tiba. Kami berkumpul di sekolah terlebih dahulu. Teman-teman sekelas kami juga sudah banyak yang berkumpul untuk mendukung kami yang akan bertanding di GOR sore ini. Kebetulan, baik tim putra ataupun tim putri sekolah kami mendapat jadwal tanding di jam 3 sore secara bergantian.
Tim putri akan bertanding terlebih dahulu. Kami berbagi kendaraan. Beberapa teman satu tim-ku juga ada yang membawa mobil. Dan Kak Retta memaksaku untuk ikut di dalam mobilnya. Aku pun hanya bisa meng-iya-kan.
Selama di perjalanan yang tidak begitu lama, hanya ada obrolan santai di antara para seniorku. Sesekali Kak Retta menoleh ke arahku yang duduk di sebelahnya sambil menyetir.
"Tan, kamu bakal pake handband dari Jingga?" tanya Kak Retta pelan.
"Iya, aku bakal pake kok Kak," jawabku.
Kak Retta tersenyum, "aku juga akan pake."
Setelah 30 menit berkendara, kami pun sampai di gor dan langsung kembali berkumpul lalu melakukan pemanasan. Satu persatu teman sekolah kami berdatangan dan mulai mengisi jajaran bangku penonton. Salah satu hal yang aku suka dari sekolah ini ialah kami semua saling mendukung satu sama lain. Seperti saat ini, anak-anak voli dan futsal ikut hadir menonton pertandingan kami. Begitupun dengan ekskul lainnya atau teman sekelas kami. Uben, Dhea, Indira, Sassya juga turut hadir. Aku sempat melambaikan tangan pada mereka.
Ketika kami selesai melakukan pemanasan di samping GOR, aku melihat Kak Jingga berdiri seorang diri di dekat pintu masuk. Kami pun diminta coach untuk memasuki lapangan karena pertandingan akan segera dimulai. Ketika aku dan lainnya tengah berjalan masuk ke dalam, aku melewati Kak Jingga sambil tersenyum sedangkan Kak Retta menghampirinya.
Sempat terdengar samar-samar pembicaraan mereka dari belakang.
"Jangan tegang ya Ta, i'm sure you will do your best. Aku akan duduk paling depan untuk lihat kamu tanding di kompetisi terakhir kamu ini. Semangat ya, I'm here for you." - Kak Jingga.
"Makasih ya Dee, I'll give my best for our school and for you. Aku masuk dulu ya, thanks for coming." - Kak Retta.
Entah mengapa aku ingin mempercepat langkah kakiku. Tapi Kak Jingga justru memanggilku.
"Ketaaan..."
Aku menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya. "Iya Kak?"
Kak Jingga tersenyum tipis seperti biasa. "Lo udah pake handband dari gue jadi harus main yang bagus ya," ucapnya.
"I-iya Kak Jingga," sahutku lalu aku minta ijin untuk masuk.
Kak Retta pun melambaikan tangannya ke Kak Jingga lalu berlari ke arahku. Sebelah tangannya merangkul bahuku.
"Mohon bantuannya ya Tan, ini bakal jadi kompetisi terakhir aku main bareng kamu sebagai satu tim. Let's do our best!" ucapnya semangat dengan senyuman yang merekah di wajahnya membuatku juga ikut tersenyum secara otomatis.
Kami berkumpul membuat lingkaran sambil merangkul satu sama lain.
"Ok, kompetisi ini akan sangat berharga buat kita semua terutama untuk para senior tingkat akhir. Kalian main jangan ada beban apapun. Enjoy the game , don't think too much, and just do our best. Yuk kita berdoa sebelum mulai pertandingan hari ini, doa dimulai..." ucap coach Irfan dan kami semua menundukkan kepala dan berdoa.
Setelah kami melakukan yell-yell seperti biasa, sorakan dukungan dari teman sekolah kami langsung meramaikan GOR sore ini. Aku juga melihat ada Pak Dilman, guru olahraga kami beserta Pak Tito selaku guru kesiswaan juga ikut menonton. Kami pun jadi semakin semangat.
Aku dipilih sama coach untuk menjadi starting line up bersama Kak Retta, Kak Raya, Kak Ayunda, dan Jeihan. Aku dan Jeihan seperti biasa berada di posisi 1 dan 2. Sedangkan Kak Retta di posisi 4.
Peluit tanda pertandingan dimulai pun berbunyi. Bola dilemparkan oleh wasit dan berhasil ditepis oleh Kak Raya dan langsung diambil oleh Jeihan. Ia langsung men-drive bola dan aku berlari di depannya. Ketika aku sudah berada di dekat area keyhole, Jeihan mengoper bola padaku dan aku langsung berlari dan melakukan lay up.
Priiittt... dua poin untuk tim SMA xx.
Riuhan tepuk tangan langsung menggema. Aku berlari untuk defense dan tiba-tiba ada Kak Retta di sampingku lalu mengacak rambutku dengan cepat.
"Good job Tan!" ucapnya sambil berlalu lari terlebih dahulu.
Kami pun langsung melakukan defense dengan posisi 2-3 ketika tim lawan balik menyerang. Mereka melakukan pick and roll dan salah satu pemainnya melesatkan tembakan dua angka namun gagal. Kak Raya sebagai center langsung melakukan rebound dan menjaga bola tersebut untuk mengatur ritme permainan.
Ia lalu mengopernya pada Jeihan. Aku dan yang lain berlari mencari posisi offense. Semua sudah pada posisinya masing-masing. Jeihan masih men-drible bola lalu aku berlari bertukar posisi dengan Kak Ayunda. Jeihan melihatku yang tidak dijaga dan langsung mengoper bola tersebut. Aku menangkapnya dengan baik tapi langsung dihadang oleh pemain lawan. Aku tidak bisa bergerak lalu tiba-tiba saja Kak Retta berlari di belakangku dan meminta bola.
Tanpa pikir panjang aku mengoper padanya yang berada di luar garis three point. Ia pun langsung melesatkan tembakan 3 angka dan masuk ke dalam ring dengan sempurna.
"Claretta... Claretta... wooooo..." teriakan pendukung kembali menggema.
Aku langsung menoleh ke arah Kak Retta. Ia tersenyum manis dengan tatapan yang tertuju hanya pada satu titik. Ketika aku mencari tahu, ya Kak Retta memberikan senyumannya itu pada Kak Jingga. Mereka memang pasangan yang sangat serasi.
Pertandingan pun kembali berjalan dan tim kami masih unggul hingga babak terakhir. Kemenangan pertama pun berhasil kami dapat.
"Huh... huh... huh..." deru nafas kami seakan saling bersautan.
Senyuman pun terus bertengker di wajah kami yang sedang berkumpul usai pertandingan selesai.
"Good job guys! Besok masih ada lagi pertandingan dan gue harap kalian save energy kalian hari ini untuk besok pagi. Inget ya, besok jadwal kita jam 9. Jadi jangan ada yang begadang, sampai rumah langsung istirahat dan jaga kondisi badan kalian. Thanks for the great game, so proud of you all but don't be satisfied yet, we still have a lot of games! Tetap semangat!" ucap coach Irfan memberikan suntikan semangat lagi pada kami.
Setelah selesai berganti baju, kami langsung ikut duduk di antara penonton karena ingin melihat pertandingan tim cowok. Aku menghampiri teman-temanku dan duduk di antara mereka.
Dhea menyenggol lenganku. "Ciyeee yang diusap kepalanya sama Kak Retta," bisiknya mengejek.
Aku pukul kepalanya. "Gak usah ngeledek!"
"Aww, sakit ish lo mah kasar banget kalo sama gue," gerutunya.
"Bodo amat," ucapku acuh.
Ketika tim cowok mulai memasuki lapangan, teriakan cewek-cewek pun langsung heboh. Mereka sudah tidak lagi mengeluh-eluhkan Adrian. Tapi kini mereka punya idola baru, yakni anak kelas X bernama Vano. Haha belum pada tahu aja kalau Vano udah punya cewek, pasti pada sakit hati deh nih.
Pandanganku pun teralihkan pada dua orang yang sedang duduk bersebelahan dengan sangat dekat. Ya, lagi-lagi aku harus melihat Kak Retta bersama dengan Kak Jingga. Mereka berdua sama-sama menatap dengan penuh cinta. Seakan dunia milik berdua dan aku yang menjadi pihak ketiga.
Aku tak bisa berhenti melihat mereka sampai setetes air mataku pun tiba-tiba saja membasahi pipiku.
"Tan, lo kenapa?" tanya Dhea namun aku tak cukup memiliki tenaga untuk menjawabnya.
Dhea pun seakan tahu apa yang sedang aku lihat dan dia langsung menarik tanganku.
"Eh gengs, gue sama Tania balik duluan ya, ada yang urgent," ucap Dhea ke yang lain, aku hanya mengikutinya saja.
Dhea masih menarik tanganku ke sebuah tempat dekat GOR yang tidak begitu ramai.
"Lo kenapa? Kak Retta dan Kak Jingga lagi?" tanya Dhea dan aku hanya menganggukkan kepala.
"Kalo lo gak kuat lihat mereka, stop Tania! Jangan nyiksa diri lo sendiri dengan bersikap fine-fine aja," ucapnya. Aku hanya bisa diam.
Dhea menghela nafas. "Inget Tan, di dunia ini gak cuma ada Kak Retta. Gue tau ini berat buat lo tapi lo harus coba move on Tan. Lo harus jaga hati lo sendiri."
Mendengar ucapan Dhea barusan justru membuatku semakin sedih.
"Dheaaaaaa..." tangisku pun pecah. Aku hanya menutup wajahku dengan kedua tanganku.
"Yah, yaelah Tan jangan nangis di sini juga. Aduuuh, nanti orang ngiranya gue ngapa-ngapain lo lagi. Aduuhh," bukannya menenangkanku, Dhea malah panik sendiri.
"Tan, elaaah, jangan nangis di sini kek. Pulang deh yuk ah, buruan nih lo pake helm gue. Nyusahin aja!" gerutunya sambil memberikanku helm lalu Dhea memakaikannya.
"Buru naek," gumamnya lagi.
Kami pun pergi terlebih dahulu dari GOR menuju rumahku. Sepanjang perjalanan Dhea terus-menerus memintaku untuk tidak menangis.
"Tan lo jangan nangis dong, orang-orang di jalan yang ngeliat nanti mikirnya gue abis nge-bully lo lagi," ia sedikit berteriak.
"Tan, yeee jangan diem aja."
"Ketaaaan!"
Aku yang tadinya sedih jadi kesal sendiri sama tingkahnya si Dhea.
"Dhe, lo tuh bacot tau gak. Gue udah diem gak nangis lagi, lo gak usah berisik!" kali ini giliranku yang ngedumel sambil memukul bahunya yang sedikit membuatnya kaget.
"Duh anjir lo bikin gue kaget. Nah gitu dong nyaut," sahutnya.
"Emmm," gumamku.
Lalu aku pun melingkarkan tanganku di pinggangnya sambil menyandarkan kepala yang tertutup helm di bahunya.
"Gak usah berisik, gue cuma butuh tempat sandaran," ucapku sebelum ia mulai berkata yang aneh-aneh.
Dhea tidak mengucapkan apa-apa, malah sebelah tangannya mengusap punggung tanganku yang sedang memeluknya.
Di saat seperti ini sosok seorang sahabat memang sangat diperlukan. Makasih Dhe...
Good night!
Mo.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top