Intimate
*Note: foto di atas itu karakternya Claretta :)
Tak terasa sudah hampir 2 bulan aku resmi menjadi anak SMA. Pelajaran sudah makin susah dan latihan basket juga semakin serius. Selama 2 bulan ini pula aku masih suka diantar pulang sama Kak Retta, sedangkan Kak Jingga kadar kejutekannya belum berkurang sedikit pun. Dan Adrian, hemmm senior playboy sekolahan ini masih suka ganjen dan menggodaku, untung saja selalu ada Kak Retta yang nyelamatin.
"Latihan hari ini selesai, tapi gue masih ada satu pengumuman buat kalian sebelum kita pulang," ucap coach Irfan di tengah lapangan.
"Minggu depan di hari Selasa kita akan sparing partner sama SMA 34 di sini. Gue udah konfirmasi sama pelatih mereka. Jadi, di latihan berikutnya gue akan milih siapa aja line start up nya. Satu lagi, pertandingan kali ini cuma akan diikuti sama tim cewek karena untuk cowok, kita yang akan gantian ke sekolah mereka di minggu depannya lagi. Mengerti?" lanjutnya.
Semua wajah para senior dan teman-teman seangkatanku pada sumringah. "Mengerti coaaach," jawab kami serempak.
"Good. Retta, pimpin doa sebelum selesai ya. Terima kasih," sahut coach Irfan.
Setelah aku berganti baju bersama Jeihan dan Nova, Kak Retta menghampiri. "Dek, lo mau buru-buru pulang. Ada acara setelah ini?"
Jeihan dan Nova saling bertatapan. "Tan, kita duluan ya. Kak Retta, aku sama Nova pulang duluan ya," ucap Jeihan pamit dan Kak Retta membalas mereka dengan senyuman ramahnya.
"Emmm engga sih Kak, kenapa?"
"Mau cari minum sama makan malem dulu gak? Eh tapi kalo lo udah mau balik gak apa-apa sih, gue anterin pulang aja."
"Emmm, gak ada kok Kak. Gue gak ada acara apa-apa setelah ini."
Senyuman pun mengembang di wajah Kak Retta. "Yaudah tunggu 5 menit ya, gue mau ganti baju dulu."
Setelah berganti baju, Kak Retta mengajakku menuju ke parkiran, tapi jalannya kok berbeda bukan ke arah parkiran motor ya?!
"Kak, kok ke sini?"
"Oh iya gue lupa kasihtau, gue hari ini lagi bawa mobil. Tuh di sana," ia menunjuk ke arah mobil Yaris berwarna merah.
"Oh jadi mobil Yaris yang daritadi parkir tuh punya Kak Retta, pantes hari ini gak lihat Kak Retta naik motor ke sekolah," batinku.
"Oh iya Kak," dan kami pun masuk ke dalam mobilnya. Kesan pertamaku melihat mobil milik Kak Retta ini tertata rapi, wangi, dan bersih.
"Gue daritadi belom balik ke rumah, jadi sorry ya kalau gue gantung seragam sekolah gue di belakang," ucapnya.
"Oh iya Kak gak apa-apa hehe," sahutku.
"Kita cari makannya gak usah yang jauh-jauh ya dek, aku takut nanti anterin kamu pulang kemaleman. Kamu udah izin belum sama orang rumah?"
"A-aku?" tanyaku bingung mendengar ucapan Kak Retta barusan.
Kak Retta terlihat agak sedikit gugup. "Eh i-iya ya hahaha, duh suka random gini deh otak. Gak apa-apa kan kalo gue pake aku-kamu?"
"Yaa, yaaa gak apa-apa sih Kak," aku ikutan salah tingkah.
Kak Retta mengulas senyum dari balik kemudinya. "Makasih adik Tania."
Setelah 40 menit kami berkendara sambil ngobrolin tentang sekolah, akhirnya Kak Retta memarkirkan mobilnya di sebuah warung tenda.
"Kita udah sampe, ini tempat makan seafood paling enak menurut aku. Makanya aku ajak kamu ke sini biar kamu cobain rasanya. Walaupun warung tenda tapi kamu gak akan nyesel, yuk," ucapnya bersemangat lalu kami keluar dari mobil.
"Kamu suka apa dek?" tanya Kak Retta sembari melihat daftar menu.
"Emmm, apa aja Kak terserah Kak Retta," jawabku.
Kak Retta pun memanggil pelayan ke meja kami. "Mas saya pengen pesan cumi goreng tepung satu, kerang saus padang satu, cah kangkung pedasnya satu, udang mayonya satu, dan nasi putih dua. Minumnya saya mau air mineral dingin aja, kalau kamu dek?"
"Samain aja Mas," sahutku ke mas-mas pelayan.
"Ya udah itu aja Mas."
"Oke ditunggu ya Mbak." Dan kami menanggapinya dengan senyuman.
Kak Retta menghela nafas sejenak. "Sooo, gimana latihan basket so far? Betah kan kamu?"
"Betah dong Kak, anaknya asik-asik yaaa walaupun anak cowoknya suka ada yang ganjen sih."
"Haha yaaa abis kamu cantik sih makanya pada ganjen."
Aku yakin pasti sekarang wajahku merona. "Ih Kak Retta apa deh, engga kali Kak biasa aja."
"Haha serius aku, tuh buktinya si kupret Adrian masih suka godain kamu."
"Dia mah kayaknya semua cewek digodain deh."
"Hahaha iya sih bener juga. Terus kamu sendiri gimana? Gak ada yang kamu taksir di sekolah? Atau jangan-jangan kamu udah punya pacar lagi di sekolah lain, emmm?"
"Engga Kak, aku gak punya pacar. Aku belum pernah pacaran," aku langsung menundukkan kepala.
"Ah kamu tuh akting aja deh."
"Serius Kak."
"Masa sih? Waktu SMP gitu?"
"Yaa pernah sih gebet cowok, kakak kelas gitu tapi gak pernah sampe pacaran." Kak Retta tampak tak percaya namun tetap menganggukkan kepala beberapa kali.
"Kakak sendiri?" tanyaku akhirnya.
"Haha kalau aku ceritain ke kamu sekarang aku jamin deh gak akan cukup waktunya. Too complicated, hahaa," jawabnya.
"Emmm okay."
"Permisi Mbak, silahkan" ucap si pelayan tadi sambil menjajarkan pesanan kami.
"Banyak juga yaaa," ucap Kak Retta.
"Haha Kakak yang pesen," sahutku.
"Yaaa pokoknya harus kita habisin berdua, jangan sampe sisa karena sayang nyisain makanan. Okay?"
"I-iyaa Kak."
Kami berdua akhirnya melahap semua makanan pesanan Kak Retta tanpa tersisa. Benar katanya, rasa seafood di sini sungguh enak.
"Ada lagi yang mau kamu pesen dek?"
"Eng-engga Kak, udah kenyang banget ini."
"Bungkusin untuk orang rumah ya?" tanya Kak Retta.
"Ih gak usah Kak, Mama tadi udah pada makan."
"Yakin?"
"Iya yakin."
"Ok, yuk jalan lagi."
"Lagi? Ke mana Kak?"
"Nanti juga kamu tahu," Kak Retta langsung membayar makanan kami dan melangkah menuju mobilnya.
Setelah 15 menit kami berkendara lagi, Kak Retta memarkirkan mobilnya kembali di sebuah taman perkomplekan. Taman ini sangat sepi dengan dikelilingi rumah-rumah besar.
"Ngapain Kak ke sini?" tanyaku sesaat setelah keluar dari mobil.
"Ke sana yuk," ajaknya dan aku mengikutinya.
Kak Retta mengambil ayunan yang ada di sisi kanan, sedangkan aku duduk di ayunan satunya lagi.
"Aku udah lumayan lama gak main ayunan di sini sama temen," ucapnya sambil menatap ke langit.
"Emmm kenapa emang Kak?"
"Dulu sih ada seseorang yang selalu mau aku ajak ke sini, tapi sekarang dia udah gak mau lagi."
"Karena?"
Kak Retta menoleh, "karena katanya aku sama dia udah bukan anak kecil lagi, Hahaha konyol ya."
"Hehehe," tawaku sedikit dipaksakan.
"Emmm dek..."
"Iya Kak?"
Kak Retta diam beberapa saat. "Aku mau tanya sesuatu ke kamu."
"Ta-tanya apa Kak?"
"Ummm, kamu pernah lihat Jingga nangis ya di lantai 3?"
Deg... aku tak tahu harus menjawabnya atau tidak.
"Emmm..."
"Aku waktu itu juga lihat dia turun dari tangga dengan mata sembab, pas aku tanya kenapa dia gak mau jawab malah langsung buru-buru pulang. Terus aku ke atas, baru sampe di lantai 2 aku malah lihat kamu lagi diam di koridor lantai 3. Tadinya aku mau samperin kamu, tapi setelah aku pikir-pikir lebih baik gak usah."
"Emmm..."
Kak Retta menoleh lagi, kali ini dengan senyuman manis terulas di wajahnya. Kemudian sebelah tangan Kak Retta mengelus puncuk rambutku. "Jingga itu walaupun jutek tapi dia aslinya baik kok, sabar-sabar ya kalau kamu lagi kena juteknya dia."
"Hehehe iya Kak," sahutku.
Kak Retta menghela nafas lagi lalu berdiri. "Dek, kamu percaya sama yang namanya kebetulan?"
Aku hanya melihat punggung Kak Retta yang sedang menatap ke langit. "Emmm engga sih Kak."
Kak Retta menoleh lalu duduk setengah berjonkok di depanku. "Kenapa?"
Aku yang diperlakukan seperti itu langsung salah tingkah. "Ka-karena menurut aku semuanya tuh pasti ada alasan, gak cuma karena faktor kebetulan aja. Sepupu aku pernah bilang 'there must be something behind everything', jadi aku percaya apapun yang terjadi itu bukan karena kebetulan tapi emang udah jalannya."
"Adik pintaaaar," sahutnya sembari mengacak poni rambutku dan kembali berdiri seperti posisi tadi.
Aku pun akhirnya mengikuti Kak Retta dan berdiri di sampingnya. "Kak, aku mau tanya boleh?"
"Boleh, tanya apa?"
"Emmm, ke-kenapa selama ini Kakak baik banget sama aku?"
Kak Retta tertawa kecil. "Haha emang kamu maunya aku jahat ke kamu?"
"Hehehe yaaa engga gitu juga sih Kak."
"Haha kamu tuh ada-ada aja deh, Ketaaan ketan."
Aku langsung mengembungkan pipi.
Melihat aku seperti itu, kedua tangan Kak Retta langusng mencubit pipiku dengan gemas. "Duuuuh bikin gemes banget siiiii. Jangan ngambek gitu doooong."
"Ih lagian panggil aku Ketan. Gara-gara Kak Jingga nih," aku menggerutu sendiri.
"Hahaha Jingga emang anaknya suka jahil. Tapi nama Ketan tuh pas lho buat kamu."
"Pas maksudnya?"
"Pas karena kamu pipi kamu tuh kenyel-kenyel bikin gemes gitu, hahaha," tawa Kak Retta pecah dan ia langsung berlari meninggalkanku.
"Iiih Kak Retta reseeee, tungguiiiiiiin," aku terus meneriaki namanya sambil mengejarnya.
"Huh huh huh, rese ih main tinggalin gitu aja," aku mengatur nafas berdiri tepat di depan mobilnya.
"Hahaha lagi siapa yang suruh kamu lari?"
"Tau ah," jawabku sebal.
"Hahaha yaudah yuk masuk, aku anter kamu pulang."
"Emmm," gumamku.
Aku masuk ke dalam mobil lalu Kak Retta juga ikutan masuk. "Emmm bentar, aku ambilin minum buat kamu," ucap Kak Retta sambil menyalakan mesin mobilnya.
"Di mana Kak? Biar aku aja yang ambil," ujarku sembari menengok ke jok belakang dan Kak Retta melakukan hal yang sama sehingga kepala kami berbenturan.
"Aduuuh," ucap kami bersamaan.
Aku langsung mengelus dahiku dan ternyata sebelah tangan Kak Retta juga ingin mengelusnya.
Tangan kami bersentuhan dan mata kami saling bertatapan untuk sepersekian detik. Jantungku kembali berdetak tak beraturan kalau sedang berduaan kayak gini sama Kak Retta.
"Sorrr dek sorry," ucapnya sambil tetap mengelus dahiku dengan tangannya.
"Dahi Kakak juga harus diusap," sahutku dan entah keberanian dari mana, sebelah tanganku mengusap dahinya.
Kami diam dalam posisi seperti ini untuk beberapa saat dan tawanya pun kembali pecah.
"Hahaha muka kamu lucu banget dek," ledek Kak Retta.
Aku langsung melepaskan tanganku darinya, "ih tuh kan malah ngeledek lagi, sebel."
"Hahaha yaa abis bengong gitu mukanya. Dahinya masih sakit gak?"
"Engga udah engga," gerutuku.
Kak Retta pun melepaskan tangannya juga dari dahiku lalu ia mulai menancapkan gas mobilnya masih sambil tertawa.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah. Kak Retta menghentikan mobilnya tepat di depan pagar.
Aku mengambil tas dari jok belakang. "Makasih ya Kak udah traktir makan tadi," ucapku.
"Iya sama-sama dek," sahutnya.
"Aku pulang ya Kak, Kakak hati-hati bawa mobilnya," ucapku lagi.
Namun sebelum aku membuka pintu mobil, Kak Retta menahan tanganku. Aku pun langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung.
"Emmm Tania.."
"I-iya Kak?"
"Emmm, mulai saat ini izinin aku untuk jagain kamu selama di sekolah ya."
Aku mengerutkan dahi. "Ma-maksudnya?"
"Aku gak mau lihat kamu kenapa-kenapa. Please kamu kasihtau aku kalau ada yang jahilin kamu atau jahat sama kamu, bisa?"
Deg...jantungku kembali berdebar.
"Ke-kenapa Kakak tiba-tiba ngomong gini?"
Kak Retta tersenyum, "aku gak pengen lihat kamu kenapa-kenapa."
"Kenapa-kenapa?"
"Can I be your guardian, Tania?"
Aku menelan air liurku ditanya seperti itu oleh seorang senior yang dipuja sama satu sekolahan.
Hening sejenak di antara kami. "I-iya, ya you can," jawabku salah tingkah.
"Terima kasih," Kak Retta tersenyum sangat manis.
"Udah gih sana masuk ke rumah, jangan lupa mandi terus istirahat ya. Good night," ia kembali mengelus puncuk kepalaku dengan lembut.
"Go-good night juga Kak," ucapku lalu keluar dari mobilnya.
Kak Retta membuka kaca dan melambaikan tangan padaku.
Oh Tuhan, ada apa ini? Kenapa jantungku bisa secepat ini berdetak kalau lagi sama Kak Retta? Apa ini yang namanya jatuh cinta? Tapi gak mungkin karena Kak Retta itu perempuan sama sepertiku. Oh God, aku harus gimana? Somebody help meeeeee.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top