IBL
*Foto di atas ialah Daniel Wenas, pemain Garuda Bandung di musim lalu yang sekarang sudah pindah ke Pelita Jaya Emp.
Tania's Pov
Aku tak tau apa yang merasuki jiwaku malam itu yang dengan lancangnya mencium pipi Kak Retta tanpa seizinnya. Sudah satu minggu berlalu dari kejadian di mobil Kak Retta, tapi Kak Retta masih bersikap seperti biasa tanpa membahas insiden ciuman itu. Aku pun juga tak berani memulai untuk membicarakannya. Dan hari ini Kak Retta akan menjemputku karena ingin mengajakku menonton pertandingan IBL di Gor Britama, Kelapa Gading.
"Kakaaaak, Retta udah dateng nih," panggil Bunda membuyarkan lamunanku.
"Oh iya Bun, tunggu sebentar," sahutku.
Setelah bercermin beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang berlebihan dari penampilanku, aku keluar dari kamar menemui Kak Retta di ruang tamu.
Kak Retta langsung melihatku dari atas sampai bawah sambil tersenyum, aku pun juga melihat penampilannya yang bikin mata ini betah memandangi sosoknya. Gimana gak betah, Kak Retta sore ini mengenakan jersey Garuda Bandung dengan bertuliskan D.Wenas di punggungnya. Sneakers vans putih yang dipadupadankan dengan celana jeans berwarna gelap serta kacamata berbentuk bulat bertengker di wajahnya, dan rambut panjang miliknya yang dibiarkan tergerai membuat Kak Retta semakin memiliki daya tariknya tersendiri.
"Tante anaknya cantik banget deh," ucap Kak Retta pada Bunda.
"Haha Retta nih bisa aja, siapa dulu dong Bundanya," sahut Bunda.
"Hehe iya ya, Bundanya aja cantik banget pasti anaknya juga," Kak Retta kemudian menoleh ke arahku lagi dan sukses membuatku tersipu malu.
Aku berdeham, "Ehem, udah ayo Kak berangkat, ini malah ngomongin cantik-cantikan."
"Oh iya sampe lupa aku dek. Tante, Retta minta izin ajak Tania pergi nonton basket dulu ya. Retta janji gak bakal pulang terlalu malam," Kak Retta pamit sambil menyalami tangan Bunda.
"Iya sayang, kalian hati-hati ya di jalan."
"Tania izin pergi ya Bun, bilangin ke ayah kakak berangkat."
"Iya nak," aku pun menyalami tangan Bunda.
Ketika aku keluar rumah, aku mencari mobil Kak Retta. "Lho, mobil kakak mana?"
"Itu mobil aku deket pohon," tunjuknya ke sebuah mobil Lexus hitam.
Aku mengerutkan dahi, "Kak Retta ganti mobil?"
"Engga, cuma tukeran aja sama Papa. Udah yuk masuk."
Kemudian kami masuk ke dalam mobil dengan Kak Retta membukakan pintu untukku terlebih dahulu. Lagi-lagi aku dibuatnya tersipu malu dan jadi senyam-senyum sendiri.
Kak Retta mulai menancapkan gasnya. "Dek, kamu cantik deh hari ini."
"Hah?"
Kak Retta menoleh sambil tertawa kecil, "haha bener kata Jingga ya, kamu hobi banget ngomong hah."
"Hehehe."
"Kamu cantik dek pake kaos polos, cardigan, celana jeans, gak berlebihan, dan makin terlihat cantik apa adanya," ucap Kak Retta lagi menatapku sejenak.
"Ih Kak Retta bisa aja."
"Hehe serius aku dek."
"Iya Kak iya, makasih yaaa. Oh iya Kak, kok Kak Retta tiba-tiba ngajak aku nonton IBL sih? Gak ngajak Kak Jingga?"
Kali ini Kak Retta sibuk melihat ke arah jalan. "Aku kan belum pernah nonton pertandingan basket sama kamu. Lagian pas banget nih yang bakal tanding Satria Muda lawan Garuda, jagoan kita masing-masing."
"Oh iya ya?" tanyaku dengan polosnya karena aku tidak terlalu memerhatikan tim siapa yang akan bertanding hari ini, sejak kemarin aku hanya terfokus dengan ajakan Kak Retta.
"Yeeh kamu gimana, katanya fans nya SM?"
"Hehe lupa aku Kak. Terus kenapa gak ajak Kak Jingga juga?"
"Oh Jingga? Emmm terakhir aku ajak dia nonton basket tuh 1 tahun lalu kayaknya, dan dia gak terlalu bisa enjoy. Jingga lebih suka kalo dateng ke pameran fotografi atau gak yaaa pameran seni yang aku gak ngerti sama sekali."
"Oh jadi Kak Jingga gak pernah temenin Kakak nonton basket lagi?"
"Hemmm, aku sih gak mau maksain sesuatu yang dia gak suka. Lagipula kata Jingga, dia cuma mau nonton basket kalau aku yang main hahaha."
Kok hati aku terasa agak sakit ya mendengar penjelasan Kak Retta barusan.
"Dek, kok kamu diem aja?" Sebelah tangan Kak Retta mengelus lenganku.
"Eh iya Kak, hehe engga kok."
Dan kami pun kembali mengobrol santai selama di perjalanan menuju Britama Area, Kelapa Gading. Setelah 1 jam menghabiskan waktu di jalan, akhirnya kami sampai di sana. Namun ketika melihat parkiran dari luar yang sepertinya sudah sangat penuh, akhirnya Kak Retta memutuskan untuk putar balik dan parkir di depan komplek rukok yang ada di seberang Sportmall.
"Gak apa-apa kan dek jalan sedikit?"
"Iya Kak gak apa-apa kok."
Setelah memarkirkan mobilnya, kami berdua turun lalu mampir ke convenience store untuk membeli minum. Kami berjalan kaki menuju sportmall, dan sebelum kami menyebrang jalan Kak Retta pindah ke sisi kananku. Sebelah tangannya kemudian menggenggam jemariku.
"Yuk dek kita nyebrang," ucap Kak Retta sambil menuntunku.
Sebelum menyebrang lagi, Kak Retta merubah posisinya ke sisi kiriku. Lagi-lagi, ia memegang tanganku. Aku hanya bisa terdiam diperlakukan seperti itu oleh Kak Retta.
Setelah sampai di depan sportmall, Kak Retta melepaskan pegangannya kemudian kami naik ke lantai 3 untuk masuk ke dalam lapangan. Sesampainya di depan pintu masuk, Kak Retta tidak berjalan ke arah penjualan tiket tapi dia meminta izin padaku untuk menepi sebentar. Kemudian Kak Retta mengeluarkan handphone dari saku celananya dan ia seperti sedang menelepon seseorang.
Tak lama kemudian, ada dua cewek cantik seperti model dengan kulit putih yang mulus dan mengenakan atasan yang menurutku agak terbuka menghampiri kami berdua. Cewek-cewek itu dari jauh sudah tersenyum ke arahku dan Kak Retta. Kak Retta langsung menyambut salah seorang darinya lalu mereka cipika-cipiki.
"Hey, kamu udah lama yang?" tanya Kak Retta ke cewek itu. Dan 'yang'? Maksudnya panggil 'yang' itu apa ya? Sayang gitu?! Ah kok aku jadi kesel sendiri sih.
"Engga kok Ta, aku baru setengah jam yang lalu di sini. Kamu sama siapa?" tanya cewek itu dengan suara yang menurutku sok-sok-an dibikin imut.
"Oh iya, ini kenalin temen aku yang," jawab Kak Retta sambil menarik tubuhku lembut untuk bersalaman dengan cewek itu.
"Tania," ucapku singkat.
"Oh ya, salam kenal," sahutnya terdengar agak ketus sambil menjabat tanganku.
"Retta, ini pass buat kamu. Kamu masuknya dari pintu di lantai 2 ya," cewek tadi memberikan dua ID pass ke Kak Retta.
"Makasih banyak ya yang," sahut Kak Retta.
"Yaudah, aku tinggal dulu ya. Have fun and see you later," dia cipika-cipiki lagi sama Kak Retta. Huh, aku gak terima!
"Ayo dek masuk," Kak Retta memegang tanganku lagi tapi aku menariknya.
Kak Retta memandangiku dengan tatapan penuh tanya lalu ia tersenyum. "Hehe maaf ya kalo aku jadi pegang-pegang tangan kamu terus. Yuk turun yuk, pintu masuk untuk kita di bawah. Nih ID Pass kamu, kalungin ya jangan sampai hilang," ucap Kak Retta sambil memberikan ID Pass tadi ke aku, ia pun berjalan di depanku membuatku jadi semakin merasa sedih, entah kenapa.
Kami menunjukkan ID kami ke penjaga pintu lalu kami diarahkan duduk di jajaran bangku yang letaknya tepat di belakang base pemain. Oh My God, ini pertama kalinya aku menonton IBL dengan duduk di bangku ini. Biasanya aku hanya menonton dari bangku paling atas karena setahuku orang-orang yang bisa duduk di sini bukan orang biasa. Aku pun langsung memerika tulisan pada ID ini, dan ternyata ID kami bertuliskan 'VVIP Guest'. What?!
Sebenarnya aku sangat excited dan ingin bertanya pada Kak Retta kenapa kami bisa mendapat ID Pass ini. Tapi karena aku terlalu gengsi, aku mengurungkan niatku. Kami pun duduk sambil menunggu pembukaan pertandingan hari ini.
"Kamu kenapa dek?" tanya Kak Retta tiba-tiba.
"Hah?"
"Kamu kenapa daritadi kok mukanya ditekuk terus sih? Kamu gak suka ya nonton sama aku?"
"Eh eh gak Kak, gak gitu. A-aku cumaaa, cumaaa."
"Cuma apa?"
"Emmm, ta-tadi itu siapanya Kak Retta sih?"
"Oh tadi?"
"Iya, yang kasih ID ini, terus yang Kak Retta panggil dengan kata 'yang'." Jawabku sebal.
Kak Retta menatapku lalu tertawa keras. "Hahaha, kamu cemburu?"
"Ih Kak Retta kok malah ketawa sih? Siapa juga yang cemburu?" jawabku membuang muka tak mau melihat wajanya.
"Hahaha aduh Taniaaaa Tania, kamu tuh daritadi diem aja karena cemburu? Hahaha dia itu senior aku waktu SMP, namanya Mayang dan panggilannya emang 'yang'. Hahaha," Kak Retta tak berhenti tertawa dan aku merasa bodoh karena sudah mengambil spekulasi sendiri. Aku yakin pasti wajahku saat ini sangat merah.
Kak Retta masih saja tertawa. "Udah sih Kak ketawanya, aku malu nih," gumamku.
"Yaaa abis kamu lucu banget sih. Ckckck, makanya ditanya atuh neng kalo penasaran kan biat gak salah paham, hahaha."
"Iyaa iyaaa, jadi Mayang itu siapa? Kok dia bisa kasih kita VVIP Pass gini Kak?"
Kak Retta mengatur nafasnya, "jadi tuh Mayang anaknya salah satu pemimpin dari sponsor IBL tahun ini. Makanya dia bisa kasih kita special akses, dan aku sengaja minta sama dia untuk nempatin kita di belakang pemain SM. Kan kamu ngefans banget sama SM, lalu sekarang aku baru sadar daritadi cuma aku doang yang pake jersey Garuda Bandung di para pendukungnya SM. Bisa-bisa ditimpukin masa nih aku."
Kini giliran aku yang tertawa melihat raut wajah Kak Retta, "hahaha lagian Kak Retta pake bajunya Daniel Wenas sih."
"Ya aku juga baru engeh dek, tapi gak apa-apa deh sekalipun ditimpukin botol aqua sama pendukungnya SM pas aku teriakin nama Wenas, yang penting kamu seneng duduk di sini, hehehe," ucap Kak Retta membuatku ingin memeluknya. Tapi gak mungkin aku meluk-meluk Kak Retta di sini.
"Hehee makasih ya Kak, maaf tadi aku bukannya gak mau digandeng sama Kakak tapi aku rada kesel aja," aku jadi merasa bersalah.
Kak Retta tersenyum lebar. "Jadi kamu mau kalo aku pegang tangannya?"
Dan aku kembali tersipu malu lalu menganggukkan kepala.
"Ciyeee Tania malu-malu, hahaha," ledek Kak Retta.
"Ih Kak Retta malah ngeledek," aku mengembungkan pipi.
Kak Retta mencubit pipiku dengan kedua tangannya, "uuuhh lucu banget sih."
"Dek, dek, tuh pemain SM udah mulai masuk. Tuh Vamiga Michelle sama Dodo kesukaan kamu," ucap Kak Retta lagi.
"Aahhh, Dodoooo, Vamigaaa, Arkiiiiiii," aku meneriakki satu persatu nama pemain SM. Ah aku senang sekali bisa melihat para idolaku sedekat ini.
Kami pun menonton pertandingan ini dengan sangat seru. Quarter pertama yang didominasi oleh Garuda Bandung membuat perbedaan skor lumayan jauh. Tapi memasuki pertengahan quarter kedua, SM membalikan tempo permainan hingga bisa mengejar ketertinggalan. Di akhih quarter ketiga, SM dan Garuda sama-sama saling mengejar angka. Perbedaannya pun tipis banget, hanya beda 1 bola untuk Garuda. Hampir semua penonton mendukung Satria Muda, dan benar saja ketika masuk ke quarter keempat SM bermain lebih agresif sehingga bisa mengungguli Garuda hingga pluit tanda pertandingan berakhir.
"Wuaah SM aku menang Kaaaak," ucapku sambil memeluk Kak Retta dengan bahagia.
"Iyaa-iyaa, tim favorit kamu menang hari ini," sahutnya.
"Makasih ya Kak Retta, aku seneng banget tadi bisa toss sama Dodo," aku masih sangat bersemangat dan Kak Retta hanya tersenyum melihat sikapku.
Para penonton pun satu persatu keluar dari stadion ini. Kak Retta sejak tadi kembali menggenggam tanganku, dia bilang katanya takut aku hilang. Huh, emang aku anak kecil apa?!
Setelah kami keluar dan menghirup udara malam, kami sama-sama meregangkan tubuh.
"Seru banget ya pertandingannya, sayang jagoan aku kalah," ucap Kak Retta.
"Satria Muda Britama is the champion," sahutku bangga.
"Hemm tenang, ini kan masih pertandingan awal playoff masih jauh dari final adeeek."
"Huh iya juga ya."
"By the way, kamu pasti laper. Makan dulu yuk?" tanya Kak Retta.
"Hehe iyaa, makan apa Kak?"
"Kamu maunya apa?"
"Ya terserah Kak Retta."
"Kamu sukanya apa?"
"Sate taichan," jawabku spontan. Duh, Tania kebiasaan deh gak bisa kontrol omongan.
"Haha kok sama kayak Jingga sih sukanya taichan? Yaudah yuk kita ke Senayan," ajak Kak Retta sambil memegang tanganku lagi menyebrang jalan menuju parkiran mobil.
Ternyata Kak Jingga juga suka taichan.
Selama di perjalanan dari Kelapa Gading menuju Senayan, kami masih membahas pertandingan tadi. Layaknya komentator, dengan ke-sotoy-an seadanya, aku mengomentari jalannya pertandingan. Sesekali Kak Retta menimpaliku tapi ia lebih banyak tertawa karena mendengar ocehanku.
Kami pun akhirnya sampai di depan Gelora Bung Karno. Kak Retta langsung menuju ke tempat Sate Taichan langganannya karena di sini ada banyak gerobak yang menjual sate ayam yang sedang hits tersebut.
Setelah menunggu hampir 15 menit, 20 tusuk sate taichan beserta potongan lontong pun disajikan di meja kami. Kami menikmatinya dengan lahap sambil diselingin obrolan santai dan candaan-candaan Kak Retta seputar sekolah, salah satunya geng Ajeng yang katanya pernah Kak Retta siram karena dikira taneman, haha ada-ada saja.
Sekitar jam 10an kami pun memutuskan untuk pulang. Bunda dan Ayah pasti sudah menungguku, dan pasti orangtuanya Kak Retta juga melakukan hal yang sama. Kami pun akhirnya sampai di depan rumah. Kak Retta ikut turun denganku karena sekalian ingin pamit ke Bunda dan Ayah.
Benar dugaanku, Ayah sudah menunggu di teras rumah sambil minum kopi. Kak Retta langsung menyalami tangan Ayah kemudian pamit ke Bunda.
"Tante, saya boleh pinjem toiletnya gak Tante? Hehe saya kebelet pipis," ucap Kak Retta ke Bunda.
"Oh iya boleh dong sayang, kamar mandinya ada di deket kamar Tania tuh. Kak, anterin Retta."
"Iya Bunda," dan aku mengantar Kak Retta ke kamar mandi. Sambil menunggu Kak Retta, aku masuk ke kamarku untuk melepaskan cardigan. Pintu kamar sengaja aku buka biar aku bisa mendengar suara Kak Retta kalau sudah selesai.
"Tania?" panggil Kak Retta sambil mengintip ke dalam kamarku.
"Eh Kak Retta udahan? Sini masuk dulu Kak, kan Kakak belum pernah lihat kamar aku," aku mengajak Kak Retta masuk ke dalam.
"Gak apa-apa nih?" tanya nya.
"Iya gak apa-apa Kak, sini-sini," jawabku sambil menarik tangan Kak Retta dan menutup pintu kamar.
Kak Retta melihat ke sekeliling kamarku. "Kamar kamu rapih juga ya, dan kamu suka sama Lakers? Pasti Kobe Bryant deh idola kamu, ya kan?" tanya Kak Retta ketika melihat jersey La Lakers yang aku pajang di tembok kamar.
"Hehe Kakak tau aja. Sini Kak, duduk sini," aku meminta Kak Retta untuk duduk di atas tempat tidurku yang mini itu.
Kak Retta pun duduk sambil masih menjelajah mata di kamarku. "Kamu suka basket dari kapan dek?"
Aku ikut duduk di sampingnya, "suka dari kecil Kak. Dulu Kak Gista sih yang kenalin aku ke basket pertama kali."
"Gista?"
"Iya, dia kakak sepupu aku yang paling deket sama aku dan kebetulan sekarang lagi tinggal di sini karena kuliahnya di Jakarta. Tapi kayaknya Kak Gista hari ini lagi nginep di rumah temennya deh, nanti kapan-kapan aku kenalin Kak Retta sama Kak Gista ya."
"Hehe iyaaa," sahut Kak Retta.
Suasana pun menjadi hening, Kak Retta masih memerhatikan seisi kamarku sedangkan aku sejak tadi bingung harus membicarakan apa lagi.
"Kak?" panggilku.
"Ya?" Kak Retta menoleh ke arahku, dan entah kenapa ada sesuatu dalam diriku yang mendorong aku berani untuk melakukannya.
Muaach, aku mencium bibir Kak Retta dan membuatnya diam terpaku sambil mengerjapkan mata.
"Ma-maaf Kak," ucapku aku merasa bersalah.
Kak Retta masih menatapku dan beberapa detik kemudian sebelah tangan Kak Retta membelai pipiku. Lalu ia mendekatkan bibirnya di depanku hingga aku bisa merasakan deru nafasnya.
Sedetik kemudian bibir kami kembali bersentuhan dan menyatu. Aku yang awalnya kaget tidak percaya mencoba mengontrol segala gejolak dalam diriku, lalu perlahan aku memejamkan mata mencoba untuk menikmati ciuman ini.
Beberapa detik kemudian Kak Retta menarik bibirnya dari bibirku. Ia menatapku dengan ekspresi yang tak bisa aku tebak.
"Ma-maaf Tania, a-aku kayaknya harus pulang," ucap Kak Retta.
"I-iya Kak," sahutku.
Aku mengantar Kak Retta sampai ke mobilnya. Sebelum masuk ke dalam, Kak Retta menghentikan langkahnya dan kembali menatapku. Kak Retta mendekatkan tubuhnya di depanku lalu ia memelukku erat.
"Makasih ya untuk hari ini. I'm so happy to spend a time with you," bisiknya.
"Iya Kak, makasih juga," aku balas berbisik.
Kemudian Kak Retta mengelus puncuk kepalaku. "Kamu langsung istirahat ya, aku pamit pulang dulu. Assalamu'alaikum."
"Walaikumsalam Kak."
Lalu perlahan mobil Kak Retta semakin menjauh dari depan rumahku. Aku masih diam berdiri mencoba mengingat kembali ciuman yang baru saja terjadi di kamarku. Itu ialah ciuman pertamaku dan aku berciuman dengan sesama perempuan? Apakah aku sudah gila? Atau ada yang salah dengan otakku? Tapi hatiku tidak memberontak sama sekali, malah degup jantungku terasa lebih cepat ketika aku di dekat Kak Retta. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta?!
*Note
Latar belakang pertandingan IBL di chapter ini mengambil dari IBL Season 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top