Pot Bunga
Dhea's Pov
Gue berjalan santai ketika masuk ke gedung sekolah. Gue lihat ke sekeliling lapangan dan mata gue langsung tertuju pada satu sosok yang rasanya udah sukses mengalihkan dunia gue sejak kemarin. Ya, ada Kak Jingga sedang mengobrol dengan Kak Retta. Hemmm, sepertinya mereka sangat dekat.
Gue pun memperlambat langkah agar bisa melihatnya lebih lama. Namun ketika ada seseorang yang menghampirinya sambil membawa pot bunga, gue langsung teringat sesuatu. Damn!
Gue setengah berlari menaiki anak tangga dan melihat Tania.
"Taaaan, Ketaaaaan, tunggu..." panggil gue tergesa-gesa.
"Apa sih Dheee? Nama gue Tania bukan Ketan!" sahutnya dengan nada yang masih kesal karena dipanggil Ketan.
Gue mencoba mengatur nafas. "Huh...huh... anjir, parah nih parah."
Tania mengerutkan dahi. "Parah apa?"
"Shit, gue lupa bawa taneman yang dibilang Kak Jingga kemaren. Duh gimana ya Tan? Mati nih gue."
"Yah lo gimana sih? Kan kemaren sebelum pulang udah gue ingetin. Lo sih ketawain gue mulu, ketulah deh tuh," dumelnya.
Ya gimana gue mau inget kata-kata lo sih Tan kalo yang ada di otak gue cuma mukanya Kak Jingga? Hehehe.
"Dih, lo malah nyalahin gue. Gimana dong nih Tan? Gue gak mungkin banget kan pulang lagi ke rumah. Duh mati nih gue," ucap gue.
"Yaudah lo bilang sama Kak Arya atau Kak Shinta aja kalau tanaman lo jatoh di jalan kek, apa kek gitu," sahut Tania.
"Temenin ya?"
"Ish gue kan mesti kasih taneman gue ke Kak Jingga sebelum bel."
"Please dong Tan, tolongin gueeee," ucap gue memohon.
Dan setelah perdebatan panjang, akhirnya Tania mau nemenin gue untuk jelasin ke Kak Arya dan Kak Shinta.
Ketika kami turun ke lantai 1 dan berjalan di koridor, tiba-tiba saja si Tania menabrak seseorang. Duh, nih anak gak bisa apa ya gak rusuh jalannya.
Ternyata orang yang ditabraknya ialah Kak Retta. Tania terlihat sangat salah tingkah dengan ucapannya yang terbata-bata ketika ditanyai Kak Retta. Haha, sepertinya akan ada sesuatu nih di antara mereka.
"Lo lagi cari siapa? Kok kelihatannya buru-buru banget?" tanya Kak Retta ramah pada kami berdua.
"Emmm..." gumam Tania, masih dengan ke-salting-annya.
"Maaf Kak Retta, Kakak lihat Kak Arya atau Kak Shinta gak?" tanya gue akhirnya karena gregetan sama si Ketan yang daritadi gelagepan.
"Oh Arya sama Shinta? Itu tuh lagi pada di koperasi. Samperin aja," jawab Kak Retta.
"Makasih ya Kak Retta," sahut gue sambil berjalan cepat menarik tangan si Ketan.
Setelah gue bertemu dan menjelaskan ke Kak Shinta, Tania memberikan pot tanamannya ke Kak Jingga.
Dan drama pot tanaman pun berakhir dengan gue yang disuruh bawa besok pagi. Hari ini kami sudah mulai belajar dengan pelajaran pertama diisi oleh wali kelas kami, Pak Yitno.
Gue dan Tania sempat ditegur oleh Pak Yitno karena ketahuan mengobrol pada saat beliau sedang mengajar. Gara-gara Tania yang kepo lihat gambar manga "ciuman" gue jadi kena teguran deh.
Dari SMP, gue emang udah hobi banget gambar manga. Mulai dari yang gampang kayak gambar muka Shinchan, sampe gue belajar otodidak gambar kayak yang di komik-komik gitu. Lalu, kenapa tadi gue gambar manga dua pasangan lagi ciuman? Entah kenapa, gue kepikiran Kak Jingga pas gambar itu hehehe. Tapi gue bukan otaku ya.
Jam ketiga hari ini akan diisi oleh kegiatan promosi ekstrakulikuler oleh para senior yang akan melakukan perkenalan ke setiap kelas. Indira dan Sassya sejak tadi gak berhenti berkedip pas ekskul basket yang diketuai Adrian masuk ke kelas kami. Tapi kok gak ada Kak Retta ya? Dan muka kecewa pun terlihat jelas dari raut wajah si Ketan, pasti dia ngarep ada Kak Retta deh.
Setelah perkenalan ekskul basket, futsal, lalu masuklah ekskul mading. Ada 5 orang dengan 2 cowok dan 3 cewek, salah satunya Kak Jingga. Dia berdiri di tengah dan menjelaskan secara singkat.
"Jadi, kalau misalnya di antara kalian ada yang mau masuk ekskul mading bisa langsung kasih kertas pendaftarannya ke saya atau ke Shella," jelasnya.
"Di ekskul mading ini, kalian akan belajar banyak hal terutama tentang penulisan artikel ilmiah ataupun cerita pendek. Gak cuma itu, mulai dari 2 tahun lalu sekolah kita udah mulai memberikan ilmu jurnalistik yang di dalamnya ada teknik mengambil foto dengan kamera atau cara membuat video. It will be so much fun if you join us!" tambahnya sambil menutup penjelasannya.
Gue gak bisa berhenti mandangin Kak Jingga daritadi. Sayang, presentasinya cuma dikasih waktu 5 menit aja.
"Woy, bengong aja lo Dhe. Haha kenapa?" tanya Tania menyenggol lengan gue.
"Gue mau ikut mading," jawab gue.
"Hah? Serius? Emang lo mau ketemu sama si senior jutek itu tiap hari? Dih, gue sih ogah," sahutnya.
Gue menggelengkan kepala. "Suatu hari nanti lo bakal ngerti kenapa gue ambil mading Tan."
"Hah?" tanyanya bingung.
"Hah hoh, hah hoh mulu kayak kang keong luh. Udah ah, gue mau isi kertas pendaftaran dulu. Jangan ganggu."
"Dih, serah deh."
***
Keesokan harinya
Pagi ini gue bangun dengan perasaan semangat karena nanti akan ada pertunjukkan dari setiap ekskul. Pasti bakal seru deh lihat Kak Jingga berdiri di tengah lapangan sambil menjelaskan lebih detail tentang mading. Jadi gak sabar.
Hari ini gue diantar sama Abang gue ke sekolah. Bang Reno ialah anak tertua di keluarga kami. Dia udah kuliah semester 11 yang gak lulus-lulus haha. Tapi, Bang Reno ini yang paling deket sama gue.
Sedangkan Kak Intan ialah kakak kedua gue yang udah kuliah semester 3 ambil sastra Jepang, padahal dia 'die hard fan' oppa-oppa Korea. Gue udah gak ngerti lagi sama jalan pikirannya, suka Korea tapi malah ambil sastra Jepang. Nah, gue ini anak terakhir yang paling dimanja sama Bang Reno.
"Di sekolah kamu ada yang cantik gak dek? Kenalin lah ke abang," ucap Bang Reno sambil mengendarai motor satria miliknya.
"Ada Bang, banyaaak. Apalagi seniornya, beuh parah," sahut gue.
"Bagi lah satu ke abang."
"Gak ah, Abang kan udah punya Kak Octa masih aja mau gebet anak sekolah. Udah tua bang inget umur hahaha."
"Yeee, ngeselin lu dek."
"Hehehe."
Setelah Bang Reno mengantar sampai depan gerbang, gue langsung masuk ke dalam gedung sekolah dengan berjalan santai.
Ketika melewati ruang TU, gue melihat ada Kak Jingga dan Kak Shella sedang berdiri di depan mading.
Senyum sumringah pun langsung terbentuk di wajah gue. Gue berjalan menghampiri mereka untuk memberikan surat pendaftaran. Tapi pastinya gue bakal kasih ke Kak Shella karena takut salah tingkah kalo kasih langsung ke Kak Jingga.
"Pagi Kak," sapa gue dan mereka menoleh ke arah gue.
"Oh, pagi juga," sahut Kak Shella.
"Bentar ya, Ngga gue mau ke Fandry dulu ya mau double check untuk nanti," ucap Kak Shella pada Kak Jingga dan gue. Lalu ia ninggalin gue berdua di sini, sial.
"Iya, ada apa?" tanya Kak Jingga menatap gue.
Gue menelan air liur dan berusaha untuk tetap tenang.
"Ini Kak, gue mau daftar jadi anak mading," ucap gue sambil mengambil sebuah kertas dari dalam tas lalu memberikannya ke Kak Jingga.
Kak Jingga mengambilnya lalu membaca kertas tersebut.
Ia tersenyum, dan senyumannya kali ini benar-benar sukses ngebuat hati gue makin jatuh ke dia.
"Terima kasih ya Dhea," ucapnya.
What? Dia manggil nama gue? Oh God!
"Iya, Kak Jingga sama-sama," sahut gue.
Kak Jingga kemudian melihat sebuah tentengan di tangan gue.
"Itu apa?" tanyanya.
"Oh, ini pot bunga yang seharusnya dibawa kemarin tapi gue lupa Kak jadi baru bawa hari ini hehe," jawab gue sambil menggaruk tengkuk leher yang padahal gak gatel sama sekali.
"Hemm, yaudah kasih ke panitia MOS yang ada di halaman belakang ya biar dicatet sama mereka. Si Ketan juga kemarin udah ngasih."
"Iya Kak. Gue ke belakang dulu ya," ijin gue pamit.
"Tunggu bentar, lo temen deketnya Tania kan?"
"Maksudnya Kak?"
"Kalian telat bareng di hari pertama, sekelas, dan temen sebangku. Kalian dari SMP yang sama?"
"Oh engga Kak, gue baru kenal sama Tania terus sekarang jadi sering bareng sih. Kenapa emang Kak?"
"Hemmm, gak apa-apa. Yaudah, sana gih ke belakang."
"Iya Kak, misi," ucap gue.
Kenapa ya Kak Jingga nanyain tentang Ketan?
***
Jingga's Pov
Hari ini ialah hari terakhir MOS di mana pada penutupan nanti akan diisi oleh pertunjukkan dari setiap ekskul. Aku udah sampai sekolah dari jam 6 tadi untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Retta juga udah datang pagi karena ada rapat basket dulu sebelum mereka tampil nanti. Tapi sejak kemarin aku sedang mendiaminya karena kesal padanya. Tadi pagi pun kami tidak berangkat ke sekolah bersama.
Sekarang, aku dan Shella sedang sibuk memeriksa mading serta check beberapa hal. Tiba-tiba saja ada seorang anak kelas X yang menghampiri kami dan memberikanku kertas pendaftaran.
Dia ini temennya si Ketan kan?
Setelah mengobrol sebentar dengannya, aku pun langsung menuju ruang rapat OSIS untuk membahas persiapan nanti.
.
.
.
Semuanya sudah berkumpul di pinggir lapangan untuk menonton pertunjukkan ekskul. Gina yang menjadi MC hari ini sedang berbicara di tengah lapangan.
Aku tengah berdiri di depan ruang OSIS dan kemudian Retta tiba-tiba datang menghampiriku lalu menarik tanganku menuju koridor dekat parkiran guru.
"Apaan sih Ta narik tangan tiba-tiba?" gerutuku padanya tapi gak digubris olehnya.
"Retta lepasin gak?!" aku menahan tubuhku dan membuatnya menoleh padaku.
"Ikut gue bentar ya Dee, please," ucapnya sambil memohon.
Aku menepis pegangan tangannya. "Gak, gue sibuk."
"Dee, gue mau jelasin masalah yang kemarin," ucapnya lagi, dan beberapa orang yang lewat melihat ke arah kami.
Aku menarik nafas, "yaudah gak usah pake narik-narik tangan gue."
"Iya," sahutnya sambil berjalan ke koridor dekat toilet cewek dan parkiran guru.
"Lo mau jelasin apa?" tanyaku.
"Emmm, itu, emmm gue mau minta maaf sama lo," jawabnya dengan wajah bersalah.
"Percuma, udah kejadian juga kan?"
"Gue gak ada maksud apa-apa Dee, sumpah."
"Gak ada maksud gimana? Lo tiba-tiba marah ke Adrian cuma karena dia telat anterin gue pulang setengah jam."
"Gue gak maksud marah ke dia dan bikin dia beranggapan aneh ke kita, sumpah."
"Tapi cara lo marah-marah kemarin tuh udah kayak orang yang pacarnya lagi diajak pergi sama selingkuhannya. Dan sekarang Adrian berpikiran aneh tentang kita," ucapku marah-marah pada Retta.
"Iya gue tau gue salah, tapi kan lo juga tau kalo gue gak pernah suka sama dia. Lo juga tau dia tuh playboy nomor satu di sekolah ini," sahut Retta dengan intonasi yang pelan.
"Ya tapi kan gak seharusnya juga lo marah-marah ke dia kayak gitu. Kalo dia ngomong sama orang-orang tentang sikap protektif lo ke gue gimana?"
"Jadi lo gak suka kalo gue bersikap protect ke lo?"
Aku mulai frustasi menghadapinya.
"Jangan gitu dong Ta! Gue harus gimana?" teriakku, dan Retta langsung memegang kedua tanganku berusaha untuk menenangkan.
"Ya, oke gue bakal minta maaf ke Adrian," ucapnya pelan.
Aku menghempaskan tangannya.
"Udah ah gue capek. Gue udah gak mau peduli lagi sama masalah ini. Terserah deh lo mau ngapain!" Bentakku sambil berjalan meninggalkannya.
Ketika aku melewati depan toilet, aku melihat Tania yang sepertinya sudah sejak tadi ia di sini dan mendengarkan perdebatanku dengan Retta.
"Lo ngapain di sini?" tanyaku jutek.
"Emm, ma-mau ke toilet Kak," gumamnya sambil menundukkan kepala.
"Buruan, nanti lo gak bisa lihat semua ekskul tampil."
"Ii-iya Kak," sahutnya.
Aku berusaha untuk menenangkan pikiranku sejenak karena sebentar lagi ekskul mading akan tampil.
Sejak kejadian weekend lalu, Adrian jadi jarang menghubungiku. Mungkin karena Retta yang udah marah-marah sampai segitunya ke dia. Aku tau sikap Retta seperti itu karena dia tidak ingin aku kenapa-kenapa, sejak dulu dia memang seperti itu. Tapi kali ini sikapnya udah kelewat batas.
Semua ekskul sudah tampil dengan baik, dan dengan begitu kegiatan MOS tahun ini sudah selesei. Mulai besok, semua kelas sudah belajar seperti biasa.
Aku kembali ke ruang OSIS setelah kumpul bersama anak-anak mading. Setelah rapat sebentar, aku ke lantai 2 untuk mengambil tas. Namun ketika aku menaiki anak tangga, Retta sudah berdiri di depan kelasku sambil membawakan tas serta buku milikku.
Aku menghela nafas dan menghampirinya.
"Nih, pulang bareng ya," ucapnya.
Aku ambil dengan paksa. "Gak, gue masih ada rapat OSIS."
"Yaudah gue tungguin."
"Gak, gue mau ke toko buku sama Shella."
"Yaudah gue anterin."
Aku berdecak. "Ck, gak mau Ta. Udah sana lo pulang aja."
"Gue tungguin lo Dee."
"Terserah," ucapku berlalu meninggalkannya.
Dasar, Retta nyebelin!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top