(17)

Ada yang berbeda dari Calvin dan Kevin merasakan perbedaan itu. Kevin sudah sebisa mungkin menganggap ketertarikan Calvin pada April sebagai angin lalu. Mungkin saja Calvin hanya mengomentari betapa cantiknya April karena semua remaja lelaki seumurannya pasti berpikir begitu. Ia sudah sebisa mungkin menyembunyikan perasaannya terhadap April hanya supaya Calvin tidak membaca pikirannya. Tetapi semakin hari, kembarannya itu bertingkah semakin aneh.

Kevin tak tahu apakah itu karena dirinya yang berusaha memendam pikirannya dari Calvin, dan itu membuat Kevin sendiri tidak bisa membaca apa yang Calvin pikirkan. Calvin lebih sering keluar rumah tanpa mengajak Kevin. Calvin menyembunyikan ponselnya dari Kevin. Calvin bahkan harus menjauh dari Kevin saat ponselnya berbunyi. Calvin seolah merahasiakan sesuatu darinya.

Meski Kevin juga merahasiakan ketertarikannya pada April, tetap saja rasanya tak menyenangkan Calvin punya begitu banyak rahasia darinya.

Suatu kali Kevin berusaha menggoda Calvin, berharap saudaranya itu membocorkan sesuatu, nyatanya Calvin hanya menanggapi tanpa acuh dan begitu kentara berusaha mengalihkan pembicaraan. Perbedaan itu juga begitu terasa karena Kevin tak lagi berjalan bersama Calvin. Bahkan saudaranya itu selalu malas jika diajak melakukan hal-hal seru seperti nongkrong dan yang lainnya.

"Kau tidak mungkin berdiam di kelas," kata Kevin ketika Calvin menolak pergi ke kafetaria.

"Mungkin saja aku berdiam di sini. Aku bisa mencatat dan melakukan hal lainnya."

"Mencatat?" cibir Kevin. Terkejut dengan pemikiran Calvin. "Kita tidak pernah mencatat sebelumnya."

"Yah, sekarang aku ingin mencatat."

Kevin menghela napas dan meraih tasnya. "Kau tahu, ini jadi aneh. Sangat aneh. Kau tidak seru lagi, Bung."

"Ada banyak definisi seru, Kev. Ya Ampun, kita setiap hari melakukan hal yang sama di kantin dan itu tidak ada gunanya."

"Tidak ada gunanya? Kita makan siang di sana. Mengisi tenaga―kalau kau tidak tahu apa gunanya makan siang."

"Pasti ada hal-hal lainnya," ujar Calvin yang tak mau menatap Kevin dan sibuk dengan bukunya.

"Serius? Lalu sebutkan hal berguna lainnya."

"Seperti kataku, mencatat."

"Astaga! Aku tidak mengerti lagi," keluh Kevin. Ia beranjak dari tempat duduknya. Kelas sudah sepi dan jam istirahat terus berjalan. Entah mengapa Calvin bersikeras kali ini tidak mau keluar kelas. "Aku. Tidak. Mengerti. Lagi. Serius! Apa kita benar-benar kembar? Aku bahkan tak tahu apa yang kau pikirkan."

"Kita kembar bukan berarti pikiran kita kembar, oke? Sungguh, Kev, kau bisa makan siang lebih dulu dan meninggalkanku di sini. Kau bisa bergabung dengan Ray atau Zach."

"Aku tidak mengkhawatirkan dengan siapa aku akan makan siang." Kevin mendengus. "Terserah kau saja." Kemudian Kevin melangkah pergi meninggalkan ruang kelas dan menuju kafetaria. Kevin tidak takut berjalan sendiri. Kevin dan Calvin mempunyai kelompok teman-teman junior yang populer. Semua orang-orang itu pasti sudah di kantin sekarang, tapi semua orang pasti bertanya-tanya ke mana Calvin.

Baiklah, ini tidak bagus. Kevin belum pernah menyerah secepat ini pada kembarannya. Calvin mungkin sedang mengalami masa transisi pubertas yang membuatnya ingin menyendiri dan mendapatkan privasi meski itu dari kembarannya sendiri. Tetapi Kevin berpikir harusnya Calvin membicarakan itu dengannya. Kevin pasti bisa mengerti. Menyingkirkan Kevin hanya akan membuatnya gusar. Itu sama sekali tidak baik untuk hubungan saudara kembar yang bahkan masih punya ranjang di kamar yang sama.

"Oke. Baik. Aku kalah," kata Kevin pada diri sendiri ketika mengambil langkah berbalik. "Setelah ini aku akan membeli burger ukuran XL karena aku mengorbankan waktu makan siangku untuk Mr. Sensitif."

Kevin kembali ke kelas dan berpikir akan menemani Calvin, berharap saudaranya itu mau berbagi cerita di tengah kesunyian kelas di jam istirahat. Baru saja Kevin hampir tiba di ambang pintu, ia mengambil langkah mundur lagi menyadari bahwa Calvin tidak sendirian.

"Kau benar-benar di sini," kata seorang gadis.

Kevin berusaha mengambil sudut pandang terbaik yang memungkinkannya tidak terlihat oleh kedua orang yang ada di ruang kelas. Rasa penasaran menderu dalam diri Kevin, ingin mengetahui siapa yang bicara dengan Calvin. Kevin mengamati gadis yang membelakanginya itu. Rambut pirang yang diikat ekor kuda. Tas ransel berwarna merah muda yang membuat Kevin bisa mengenali gadis itu di manapun. Itu April, gadis yang disukainya.

"Sudah kubilang, aku akan di sini sendirian," kata Calvin. "Aku tidak ingkar janji."

"Kau tidak bersama Kevin?"

Ada suara tawa pelan Calvin di sana. "Seperti yang kau lihat."

"Pasti aneh untukmu tidak bersama Kevin."

"Siapa yang bilang? Aku senang kalau aku hanya berdua denganmu."

Brengsek, Cal. Apa-apaan itu? Kenapa Calvin menggoda April?

Kemudian ada suara tawa pelan mereka. April bertanya apa yang sedang dilakukan Calvin. Pemuda itu menjawab bahwa ia sedang menatap April dan itu membuatnya senang. Sementara Kevin menggerutu dalam hati, kenapa saudaranya menggunakan alasan catatan terkutuk. April bertanya lagi pukul berapa Calvin akhirnya tidur semalam. Calvin menjawab ia tertidur setelah menutup panggilan mereka dan kembali ke kamar.

Panggilan apa, hah?

Bagaimana mungkin Calvin bisa menelepon April, sementara gadis itu saja tidak pernah memberikan nomornya pada pemuda manapun? April juga selalu mengabaikan pesan dan panggilan dari nomor yang tidak terdaftar di kontaknya. Kevin sudah pernah mencoba dan tidak mendapat respon apapun. Hanya berharap April mau menyimpan kontaknya suatu saat nanti.

Kevin ingin mengintip lebih banyak. Ia bisa pura-pura tidak tahu apapun dan hanya masuk ke kelas untuk mencari Calvin. Ia ingin melihat alasan apa yang akan Calvin berikan setelah semua omong kosongnya tadi. Tetapi kesialan Kevin belum berhenti sampai di situ saja. Ketika kakinya mengambil satu langkah maju, ia melihat April yang menurunkan tubuhnya dan sedang mencium Calvin beberapa detik lamanya. Membuat Kevin kembali mengambil langkah mundur. Membawa kesadaran padanya, bahwa April dan Calvin memang punya hubungan spesial. Calvin bahkan merahasiakan itu darinya.

Kevin memutuskan untuk tidak mengganggu waktu pasangan itu dan mengacuhkan Calvin sepanjang sisa hari itu. Calvin sepertinya tidak menyadari hal itu karena sepertinya dia lebih bersyukur Kevin menjauhinya. Ternyata mendiamkan Calvin selama satu hari itu tidak berdampak apapun. Calvin bahkan tidak merasakan perbedaan Kevin atau apapun. Ia hanya bersikap seperti biasanya, menjauh dari saudaranya, dan sibuk dengan ponselnya―yang artinya ia sedang sibuk dengan April.

Kevin tak mengerti mengapa Calvin menyembunyikannya. Jika Calvin tidak tahu tentang perasaan Kevin pada April, pasti Calvin tidak perlu merasa bersalah sampai harus menyembunyikan hubungan mereka.

Mungkin Calvin mengetahuinya? Jika Calvin mengetahui perasaan Kevin, harusnya Calvin tidak mencuri start semacam itu.

Kevin akhirnya melancarkan penjagaan jarak itu sampai berhari-hari kemudian. Ia menolak berangkat bersama Calvin. Lebih banyak terlambat sepanjang bulan itu daripada yang sudah-sudah. Terkadang Kevin malas berada di kelas yang sama dengan Calvin dan April, yang sekarang baru ia sadari sering mencuri pandang di tengah pelajaran. Kevin jadi sangat jarang mengikuti makan malam di rumah, melihat pola kehidupan malam Calvin yang selalu menelepon April di teras, menghindari semua orang. Ia bahkan masih sibuk mengirim pesan sebelum tidur.

Kevin muak karena semakin hari Calvin baik-baik saja menyembunyikan hal besar itu darinya. Padahal Kevin sudah menghindar selama berminggu-minggu. Kevin sebisa mungkin menghabiskan akhir pekan di luar rumah. Bermain video game bersama teman-temannya sepanjang akhir pekan, memungkinkannya tidak pulang ke rumah dan berada di kamar yang sama dengan Calvin.

Minggu-minggu itu menjadi berbulan-bulan. Dan Calvin tidak berniat meminta maaf karena menyembunyikan sesuatu darinya. Jadi Kevin juga menyembunyikan banyak hal. Ia punya pacar. Terkadang mencoba beberapa hal nakal seperti rokok dan bir beralkohol. Kemudian berganti-ganti pacar lagi. Ternyata setelah dipikir-pikir, April tidak secantik itu. Masih banyak gadis yang lebih cantik dengan dada lebih besar dan menginginkan perhatian Kevin. Ini bukan lagi soal gadis sialan itu, tapi jika Calvin ingin menyembunyikan segalanya dari Kevin, Kevin akan mengikuti cara mainnya.

# # # #

Ketika Kevin menjemput Ed sepulang sekolah, untuk pertama kalinya anak itu meminta langsung pulang ke rumah. Biasanya Kevin yang menentukan kegiatan apa yang cocok untuk Ed dan jadwal Kevin yang tak menentu di hotel, hingga Kevin cukup terkejut Ed meminta pulang ke rumah.

"Kau tahu ibumu belum pulang, kan?" ujar Kevin mengingatkan Ed.

"Aku tahu," kata Ed. "Tapi aku 'kan sudah tahu di mana Mom menyembunyikan kunci cadangan."

"Apakah Mom memberimu hak untuk itu, atau kau diam-diam tahu?"

Ed terkikik. "Tentu saja aku tahu, tapi Mom juga memberitahuku. Hanya saja, ada larangan berada di rumah sendirian tanpa orang dewasa. Mom bilang, aku bisa membakar rumah. Tapi 'kan aku pulang bersamamu."

"Baiklah. Karena hari ini aku bisa menemanimu, mungkin aku akan mampir sebentar."

Kevin melajukan mobilnya ke rumah Quinn. Ed turun lebih dulu sebelum Kevin bisa membantu. Anak itu menuju pot tanaman Quinn yang terpajang rapi. Ed menghitung satu sampai enam, lalu mengangkat pot keenam dan mengambil kunci yang tersembunyi rerumputan. Ed melihat-lihat sekitar seolah memastikan tidak ada orang yang mengetahui tempat persembunyian kuncinya. Kevin merasa bangga karena Quinn mengajarkan Ed begitu waspada.

Ed memasukkan kunci ke lubang pintu dan membuka pintu dengan mudah. Kevin mengikuti anak itu masuk dan menutup pintu depan. "Kau tahu? Kau melupakan satu hal," kata Kevin.

"Apa?"

"Kuncinya masih di luar."

"Ya Ampun!" Ed cepat-cepat melewati Kevin dan mengambil kunci rumahnya. Ia berjinjit untuk mengunci gerendel pintu dan meletakkan kunci di gantungan. "Mungkin itu maksud Mom supaya berada di rumah dengan orang dewasa."

"Hati-hati, Sobat. Bukan hanya kau yang bisa membakar rumah, tapi seseorang bisa merampok rumah ini." Meski Kevin ragu hal itu mungkin terjadi mengingat catatan kriminal di kota ini hanya didominasi oleh kenakalan remaja dan beberapa kali turis yang mabuk.

"Baiklah. Kau bisa tunggu di sini, Dad. Aku akan ganti baju dan segera kembali."

Kevin mengernyit. "Kau tidak butuh bantuanku?" Karena Ed terkadang memang manja terhadapnya hingga membutuhkan bantuan Kevin dalam setiap hal.

"Tidak. Aku sudah delapan tahun."

Kevin menjatuhkan tubuhnya ke sofa ruang santai dan membiarkan Ed puas. "Baiklah."

"Tunggu di sini."

"Memangnya aku bisa ke mana?"

Ed menuju ke lantai dua, meninggalkan Kevin yang berusaha menebak apa yang Ed rencanakan. Ia menyempatkan diri mengirim SMS pada Quinn bahwa ia sudah menjemput Ed dan langsung membawanya pulang. Quinn membalas bahwa jam kerjanya akan segera selesai.

Kevin bertanya-tanya bagaimana menjadwalkan makan malam keluarganya bersama Quinn mengingat wanita itu punya sif kerja malam. Mungkin Kevin harus bicara pada Randy supaya memberi Quinn ijin cuti, atau Kevin harus menjadwalkan makan malam menjadi makan siang di rumah ayahnya.

Kevin ingin keluarganya tahu bahwa ia dan Quinn menjalin hubungan. Belum yang seserius itu, tapi Kevin tidak melihat arah manapun lagi untuk hubungan mereka mengingat adanya Ed dan perasaan yang tidak bisa Kevin pungkiri.

Langkah kaki turun Ed membuyarkan lamunan Kevin. Anak itu telah berganti baju dan membawa tumpukan kertas di tangannya. Kevin menegakkan tubuh dan melirik antusias. Ed tersenyum lebar ketika menunjukkan satu per satu figura dai kertas itu.

"Apa ini?" tanya Kevin.

"Proyek hari ayah untuk semua orang."

Kevin mengamati satu per satu figura yang membingkai lukisan ala anak delapan tahun yang menurutnya cukup bagus. Kevin bisa mengenali Beverly House dengan mudah. Ed menggambar gedung itu dengan begitu megah. Ada tiga orang di sana yang sedang tersenyum di taman. "Siapa ini?"

"Dad, Mom, dan aku. Gambar ini untuk keluarga kita."

Kevin mengerjap. "Keluarga kita, ya?"

"Yang ini keluarga Starr." Ed menunjukkan figura lainnya. Benar, itu rumah keluarga Storm, lengkap dengan kapal layar Rick sebagai latarnya. "Uncle Rick, Aunt Cara, dan Starr."

Kevin melihat gambar lainnya di mana rumah masa kecilnya digambar oleh imajinasi anak delapan tahun. Ada lebih banyak orang di gambar ini dengan dua bayi kecil di antara mereka. Meski Kevin bisa menebak, tetapi ia tetap bertanya. "Bagaimana dengan yang ini?"

"Itu Uncle Max, Aunt J, Keith, dan Lean. Karena Grandpa tinggal bersama mereka, aku menggambarnya sekalian. Gambar ini mungkin untuk Uncle Max dan Grandpa. Apakah aku harus membuat dua gambar?"

"Kurasa ini cukup." Bahkan bisa dipastikan Gerald Beverly tersanjung dan akan langsung memajang gambar cucu pertamanya.

Ed berpikir sejenak hingga dahinya berkerut serius. Cara familiar yang sering Kevin lakukan. "Aku seharusnya membuat gambar untuk para ayah yang ada dalam hidupku. Tapi aku tidak tahu apa yang kugambar dari Uncle Cal. Aku bahkan belum bertemu dengannya."

Kevin menegang ketika nama saudaranya disebut. Kevin hampir melupakan kembarannya yang entah sekarang ini berada di mana. Selama hampir dua bulan ini ia sibuk membangun hubungan dengan Quinn dan Ed, Kevin hampir tidak memikirkan Calvin sama sekali. Memikirkan kembarannya itu hanya mengorek luka lama yang tidak akan Kevin pilih untuk ia rasakan. Tetapi Ed justru mengingatkannya pada kembarannya itu.

"Aku tidak tahu di mana tempat tinggal Uncle Cal," kata Ed. "Kalau saja aku tahu seperti apa rumahnya, aku ingin menggambarnya. Aku pasti berusaha menggambarnya dengan bagus."

Kevin berdeham. "Kau tahu, Uncle Cal hanya suka berpindah-pindah. Dia bisa pindah rumah ketika mulai bosan dengan rumah lainnya."

Ed menyandarkan tubuhnya pada Kevin seraya menatap gambar Beverly House terbaiknya. "Orang macam apa yang bosan dengan rumahnya? Dia pasti kebingungan untuk pulang."

Mungkin Ed benar, sementara Kevin baru menyadarinya. Calvin bukannya melarikan diri dari sesuatu, dia hanya kebingungan untuk pulang. Meski Kevin sendiri tak yakin apa yang membuat Calvin merasa begitu.

"Kuharap Uncle Cal punya seseorang untuk menemaninya, Dad. Seperti kau punya aku dan Mom. Aku tidak mungkin menggambarnya seorang diri di rumah. Atau lebih buruk lagi, aku tidak mau menggambarnya dengan rumah yang berbeda dengan rumahnya yang baru. Pasti jadi tidak keren lagi."

Kevin memeluk Ed dan memberi kecupan di puncak kepala bocah itu. "Aku juga berharap begitu, Sobat. Aku ingin dia tahu jalan pulang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top