(16)
Kevin tidak perlu berpikir dua kali ketika Quinn menyuruhnya untuk tidak berhenti. Wanita itu menginginkan sentuhan ini, begitu juga Kevin. Tubuh Quinn yang mungil begitu pas dalam dekapannya, persis seperti yang Kevin bayangkan selama ini. Kevin mengangkat tubuh Quinn dan mendesaknya ke dinding. Kevin merasakan gairah yang membakarnya, hasrat yang membuatnya nyeri. Ia menyentuh tubuh Quinn dengan bibirnya. Wanita itu mendesah nikmat, desahan yang menyoraki Kevin untuk melakukan lebih.
Quinn begitu manis. Tubuhnya beraroma kayu manis, membuat Kevin tak sabar mencicipi. Tangan Quinn menyusup ke balik kemejanya. Sentuhan itu cukup mampu menyengat Kevin hingga tidak bisa memikirkan apapun lagi selain sentuhan Quinn.
"Kita harus pindah," kata Quinn.
Benar. Mereka butuh ranjang. Kevin tidak mau memulai ini di lorong yang gelap dengan dinding kayu yang membatasi putranya di sisi lain. Ia tidak ingin mengulangi apa yang ia lakukan dulu pada Quinn, meski dirinya sendiri tidak sadar. Kali ini Kevin harus sepenuhnya sadar dan memanjakan wanita yang sangat diinginkannya itu.
Quinn menurunkan kakinya dari pinggul Kevin. Membuat Kevin merasa kehilangan untuk sejenak. Tetapi tangan Quinn tak lepas darinya. Ia membimbing Kevin menuruni tangga dan memasuki kamar tidur sederhana dengan ranjang ukuran dobel, lemari, dan meja rias.
Quinn membelakanginya dan Kevin bersabar menunggu wanita itu membulatkan tekadnya. Meski gairahnya memburu tapi Kevin tetap akan memberi kesempatan pada Quinn jika ingin mundur. Quinn melepaskan tangan Kevin, membuat Kevin bertanya-tanya apakah ia melakukan kesalahan hingga Quinn berubah pikiran.
"Quinn?"
Tapi ternyata bukan keputusan mundur yang diambil Quinn. Wanita itu justru mengangkat kaos berkerahnya dan membuka tubuhnya untuk Kevin. Dari belakang, Kevin bisa melihat Quinn mengenakan bra berenda putih yang cantik dan cocok untuk kulit pucatnya. Wanita itu mengumpulkan rambutnya dan membawanya ke pundak kanan. Membiarkan punggungnya terekspos seutuhnya untuk Kevin. Namun Kevin tak berani memulai, meski nalurinya begitu ingin mendorong Quinn ke ranjang dan melucuti segalanya. Kevin ingin menghargai Quinn kali ini. Kevin tak tahu apa yang Quinn dapatkan pada percintaan mereka bertahun-tahun lalu selain Ed. Tetapi Kevin berniat memberikan dirinya seutuhnya untuk memuaskan Quinn.
Quinn membawa kedua tangannya ke belakang. Dalam sekali lucutan mudah, bra itu sudah terjatuh dan punggung Quinn kini sepenuhnya telanjang. Wanita itu berbalik menatapnya. Memperlihatkan tubuh bagian depannya yang tak kalah mengagumkan. Sepasang daging kenyal menggantung di sana, puncak merah muda yang menggiurkan. Kevin tak tahan meneguk ludah.
"Quinn..." Kevin berusaha bernapas dengan benar. "Kau... sangat cantik."
"Lalu kenapa kau tidak menyentuhku?"
"Aku hanya akan melakukan itu jika kau yang meminta. Aku bersumpah aku akan mengabulkannya."
"Jadi lakukan. Aku menginginkanmu."
Kevin tidak berpikir lagi. Ia hanya menghapus jarak, mencium Quinn, menyentuh tiap inci tubuhnya, meremas dada penuhnya. Quinn mengerang, sementar Kevin menggeram. Pria itu membawa Quinn ke ranjang. Wanita itu begitu pasrah berada dalam kungkungannya. Kevin melepaskan celana jins Quinn, sementara wanita itu meraih kemeja Kevin dan melepas kancingnya.
"Kau yakin?" tanya Kevin. "Kita tidak harus melakukannya jika kau tidak ingin. Ini semua tentangmu. Aku ingin kau puas. Aku bisa melakukan banyak hal."
"Kalau begitu lakukan. Bercinta denganku, Kev. Aku menginginkanmu."
Bercinta. Kevin belum pernah bercinta. Tetapi ia akan memastikan kali ini benar-benar percintaan yang panas dan memuaskan.
Kevin melucuti kain terakhir di tubuh Quinn. Melepaskan sendiri celananya dan menurunkan boxernya. Quinn menarik kemejanya dan Kevin membantu dengan melemparnya ke lantai. Ketika tangan Quinn berakhir di perut bawahnya, Kevin menggeram tajam
"Tuhan, tanganmu."
Kedua tangan Quinn menelusuri pinggulnya, lalu berakhir di antara pahanya. Quinn menggenggamnya dan memberi pijatan ringan yang begitu nikmat. Kevin menurunkan badannya untuk meraih bibir Quinn. Wanita itu membalas ciumannya dengan belaian lidah yang membuat Kevin hilang akal.
Mengikuti tangan Quinn, tangan Kevin juga tak ingin kalah. Ia meraih dada Quinn dan memasukkan salah satunya ke mulut. Tangan lainnya memanjakan dengan remasan lembut. Quinn mendesah, mengeratkan tungkainya di pinggul Kevin.
Kevin merasakan inti Quinn yang menyentuh gairahnya. Ia tak sanggup lagi menahan ini. Ia harus mengisi Quinn sekarang juga. Kevin melepas ciumannya, menjauh dari Quinn untuk sesaat, seraya mengatur napasnya yang mulai berat. Kevin meraih celananya dan mencari-cari pengaman di dompetnya. Mengenakannya dengan cepat setelah memberi stimulasi ringan.
Quinn telah siap untuknya. Membuka dirinya untuk Kevin. Ketika Kevin menyatukan diri dengan Quinn, Kevin mendengus kuat-kuat merasakan betapa nikmatnya wanita ini. Kevin meraih wajah Quinn dan menciumnya. Pinggulnya bergerak beriringan dengan pinggul Quinn. Napas mereka bersahutan, desahan mereka memenuhi kamar. Ketika Quinn menyebut namanya dalam desah kepuasan, Kevin tahu perasaannya untuk Quinn tidak pernah sama lagi.
Ia telah jatuh cinta pada Quinn.
# # # #
Quinn merasakan matanya berat setelah percintaan yang memuaskan dan belaian Kevin yang membuainya. Tubuh Kevin beraroma yang beraroma maskulin seperti candu yang membuatnya melayang. Lengan Kevin begitu hangat dan pria itu tidak keberatan saat Quinn menjadikannya bantal seolah dirinya adalah Ed.
"Maukah kau datang besok malam ke makan malam keluargaku?" tanya Kevin. "Ayahku ingin bertemu denganmu. Dia agak sakit hati karena beberapa minggu yang lalu kami semua sarapan bersama tanpa dirinya."
"Aku tidak bisa membayangkan ayahmu yang sakit hati."
Kevin tertawa. "Nah, aku serius. Dia benar-benar ingin bertemu denganmu."
"Aku tidak yakin. Sepertinya keluargamu tidak menyukaiku? Entahlah, Kev."
Kevin mengangkat dagu Quinn dan menurunkan wajah untuk memberikan ciuman lembut. Quinn bisa saja bertahan dalam posisi ini selamanya. Dalam rengkuhan tubuh telanjang Kevin dan mendapat ciuman setiap detik. "Mereka menyukaimu. Kau harus mengerti cara kami menunjukkan kasih sayang ini memang agak... yah, well, ekstrem. Kau harus lihat ayah Jesse yang mengancam Max setiap saat padahal Max dua kali lebih besar darinya dan sudah menjadi ayah Keith dan Lean."
"Cara tidak menyukaiku." Ia mengingat bagaimana respon ketus Cara sepanjang acara makan berminggu-minggu lalu. Sampai sekarang Quinn masih merasa ngeri membayangkan dirinya berhadapan dengan Cara. Bukannya Quinn takut, tetapi ia tahu betul siapa Cara dan Quinn tidak mau memperburuk diri di depan Kevin atau Ed.
"Cara tidak menyukai buku, tapi sekarang dia menulis buku. Cara tidak suka pulang ke Westerly, tapi akhirnya menetap di sini. Cara juga pernah putus dengan Rick dan memutuskan untuk melupakannya, tapi kenyataannya dia menikahinya. Itu hanya sebuah proses. Cara hanya syok aku tidak memberitahunya apapun."
"Entahlah, Kev." Quinn menelusuri dada bidang dan perut berotot Kevin dengan jarinya. Ia tidak pernah menyangka tubuh Kevin akan sebagus dan semenggiurkan ini di masa dewasanya. Quinn bahkan sangat puas dengan percintaan yang baru mereka lakukan.
Kevin menggeram tertahan dan menghentikan jemari Quinn. Membuat wanita itu mendongak dan bertanya-tanya. "Kau tahu? Itu geli. Bukan jenis geli yang bagus. Kau memang berusaha menggodaku. Jangan paksa aku menidurimu lagi. Kau harus istirahat. Ini hampir pukul tiga."
"Aku tidak protes kalau kau meniduriku lagi."
Kevin berguling tiba-tiba, membuat Quinn tertahan di bawahnya. Mata biru Kevin membara sementara ruang di antara pahanya begitu penuh terisi benda padat yang panas. "Aku mau melakukannya lagi asal kau memohon padaku."
Quinn terkikik, sementara Kevin yang mengecupi wajahnya membuatnya merasa geli. Dengan imbalan percintaan yang memuaskan dari Kevin Beverly, Quinn rela melakukan apapun untuk pria itu. Sekalipun ia harus memohon. "Baiklah. Jadi, Kev, kumohon? Puaskan aku lagi."
Kevin menggeram putus asa dan menyatukan dahinya dengan dahi Quinn. "Kumohon. Aku tidak bisa menahannya lagi kalau kau memohon seperti itu. Aku ingin kau datang ke makan malam keluarga bersamaku dan Ed. Itu saja. Jangan buat ini sulit. Aku mungkin harus puas dengan tanganku kalau kau menolak dan aku tidak mengijinkan diri menyentuhmu."
"Kau yakin?" Quinn meraih gairah Kevin dan memberi gerakan naik-turun dengan ritme menggoda.
Kevin menyambar tangan Quinn dan tidak membiarkan Quinn menyentuhnya. "Makan malam denganku. Itu saja. Kau mau? Kumohon? Aku akan berikan apapun padamu. Gaya bercinta yang manapun yang membuatmu puas. Kumohon? Ayo, Quinn, jawab. Aku tidak bisa menahan ini lagi."
Quinn sudah yakin tidak akan menyetujui ajakan Kevin. Tapi memangnya siapa yang tidak luluh dengan permohonan Kevin, ditambah dengan wajah tersiksa karena bergairah, dan imbalan bercinta yang menggiurkan. Jadi Quinn menjawab, "Baiklah."
Kemudian Kevin tidak mengulur waktu lagi. Ia hanya mencari pengaman lain dan menyatukan dirinya dengan Quinn secepat yang ia bisa. Kevin menggerakkan pinggulnya dan memanjakan Quinn dengan pijatan di dada. Quinn merasa dirinya melayang dan Kevin lah yang membawanya ke sana. Ketika gelombang kenikmatan itu menerjangnya, Quinn membiarkan Kevin menyatu begitu dalam dengannya. Kevin membisikkan kata yang membuat Quinn membeku meski berhasrat membalasnya. Ia bahkan tak yakin apakah perasaan itu nyata.
Maap ya, pagi-pagi HAHAHA
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top