7 : Kesempatan :
7
: k e s e m p a t a n :
2014
"Here's one thing that I know about girls; cewek-cewek bakal kepincut banget sama bad boy, karena mereka tertantang mau bikin bad boy itu tobat karena si cewek. Just play naughty, then be a good boy only to the girl you want, and she'll immidiately fall for you. Karena cewek suka jika mereka dianggap spesial; termasuk dalam hal jika si cowok berubah jadi baik hanya untuk mereka."
Leia mendesah, menahan diri untuk tidak memutar bola mata pada ujaran Aksel di depannya. Malam ini, dia dan beberapa teman sedivisinya makan bersama dengan Aksel. Atasannya itu tak memberi alasan jelas mengapa dia ingin mentraktir anak buahnya. Aksel hanya bilang bahwa dia sedang bahagia, sehingga mau membagi kebahagiaan itu dengan yang lain.
Kembali pada teori Aksel barusan, argumen Bara terhadap teori 'telat nakal' milik Aksel sudah cukup masuk akal untuk Leia, sehingga Leia tak akan terpengaruh dengan teori asal Aksel lagi. "Berubah jadi cowok baiknya untuk berapa lama, Pak?" tanya Leia.
"Sebutuhnya." Aksel melempar senyum sembari mengangkat-angkat alis. Leia menghela napas. Dia akui, garis-garis wajah Aksel sungguh atraktif. Tulang-tulang pipinya tegas dengan alis tebal dan mata nakal menantang. Rahangnya bagus, tulang hidungnya menonjol di bagian pangkalnya, kulitnya agak kecokelatan, bukan yang gosong sekali seperti Bara.
Ah, Bara.
Baru saja teringat sosok lelaki itu, bibir Leia otomatis menerbitkan senyum.
"Tapi, Pak Aksel," sela Asti yang duduk di sebelah lelaki itu. "Kalau misalnya si cowok cuma tobat untuk beberapa waktu, itu sama aja si cowok nggak tobat, dong?"
"Tobat main-main aja kalau emang cuma buat gaet cewek, Ti," ujar Aksel, menyantap beef teriyaki-nya dahulu. "Ntar kalau udah ketemu cewek yang bener-bener 'pas', bad boy juga bakalan tobat, kok. Sebrengsek-brengseknya cowok, dia pasti bakal cari cewek baik-baik kalau udah yakin buat membina keluarga, iya, kan?"
Leia dan yang lain hanya terdiam atau mengangguk—entah setuju atau tidak peduli. Namun, bagi Leia sendiri, ucapan Aksel sama seperti pendapat Bara; omong kosong. Habis, aneh saja rasanya jika bad boy mau tobat demi perempuan. Bukannya definisi tobat sendiri adalah usaha untuk jadi orang yang lebih baik demi Tuhan? Kenapa tobatnya malah jadi 'demi perempuan yang dicintai'? Bukannya kalau tobat hanya dilakukan demi perempuan, jadinya malah menyimpang dari tobat sesungguhnya? tanya Leia dalam hati.
Akan tetapi, Leia tak memungkiri bahwa manusia tobat bisa dipengaruhi oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, untuk Leia, alasan utama tobat harusnya karena Tuhan, bukan karena hal lain. Manusia-manusia di sekitar hanya jadi faktor pendorong saja, bukan alasan utamanya.
Rombongan Aksel itu selesai makan pukul delapan malam. Mereka lalu kembali ke rumah masing-masing. Asti dan Nirna menunggu Leia di mobil. Leia bergegas menuju minimarket untuk membeli perlengkapan pribadinya. Aksel sudah duluan pergi, katanya mau bertemu orang. Namun, jelas Leia tak menyangka bahwa orang yang ingin ditemui Aksel di depan restoran adalah Bara.
Hatinya seketika menghangat ketika keluar restoran dan melihat lelaki itu.
Sudah sebulan lewat dari terakhir dia bertemu Bara. Lelaki itu tak banyak berubah. Potongan rambutnya masih sama. Dari jarak jauh pun, Leia tetap bisa membedakan Bara di antara yang lainnya. Lelaki itu kini terlihat serius membicarakan sesuatu dengan Aksel. Leia sadar bahwa semakin dia berjalan, jaraknya dengan Bara akan semakin mengecil. Hanya butuh beberapa detik hingga akhirnya Bara menyadari Leia ada di depannya, kemudian mereka menyapa satu sama lain.
Seperti sekarang.
Leia tersenyum begitu Bara melihatnya. Dia mengangguk sopan. "Kak Bara."
Bara ikut mengangguk. "Lei."
Dan, begitu saja. Begitu saja sudah cukup untuk membuat jantung Leia berdegup tak keruan. Begitu saja sudah cukup membuat tubuhnya penuh dengan lonjakan eksitasi. Begitu saja sudah cukup untuk membuatnya harus menahan diri agar tak menyengir lebar seperti orang gila.
Leia menyapa Aksel juga, kemudian melewati sepasang saudara itu menuju minimarket. Mata Leia tak jenuh menatap ke arah pintu kaca transparan minimarket beberapa menit sekali, semua hanya karena ingin melihat sosok Bara lebih lama. Sebab, jarang-jarang dia bisa bertemu Bara. Hal yang menghubungkan mereka hanya Aksel. Bara sendiri memiliki lingkup pergaulan yang berbeda dari Leia. Karena itulah, meski Leia ingin sekali dekat dengan Bara, rasanya tetap sulit dilakukan. Bukan karena Bara adalah sosok yang tak terjangkau, melainkan karena lingkup pergaulan mereka berbeda.
Leia membuka ponsel yang bergetar-getar. Pasti dia lupa mengganti modenya jadi silent. Pesan dari grup dengan Asti dan Nirna bermunculan. Leia membuka grup itu.
Asti Indah P.
Ada Bara di luar tuh.
Eleiana R. Soebroto
Iya :)
Asti Indah P.
Lo ngobrol sm dia
td?
Eleiana R. Soebroto
Engga. Nyapa aja.
Nirna Rashid
Beb.
Klo diliat2 Bara tuh
mayan sih.
Klo pk jas dokter.
Keliatan gagah
gmn getoh.
Asti Indah P.
Badannya juga gede.
Bongsor gitu kan.
Kan enak.
Berasa bsa melindungi.
Eleiana R. Soebroto
Jangan diembat wkwk.
Asti Indah P.
Cie posesif.
Nirna Rashid
Cie posesif (2).
He's all yours, darl.
Leia tersenyum. Dia melirik ke arah pintu kaca minimarket, melihat Bara yang sudah pergi ke arah motornya. Lelaki itu naik, memasang helm, kemudian berkendara keluar dari lapangan parkir restoran.
Leia menghela napas. Kapan lagi dia akan bertemu Bara?
Bukan cuma itu. Tetapi, mau sampai kapan kondisinya status quo seperti ini terus?
Leia ingin lebih dekat dengan Bara. Ingin tahu bagaimana kepribadiannya. Namun, dia ingin mengenal Bara dengan cara natural, bukan yang dipaksakan harus kenal.
Mudah sekali baginya untuk mengingat Bara di tiap sudut otak. Bagaimana lelaki itu mengerutkan dahi, tersenyum, terkekeh, tertawa lepas. Bagaimana suara Bara saat memanggil namanya. Bagaimana gestur tubuhnya, kantung matanya yang agak tebal, gurat lelah yang tertera di wajahnya. Semuanya. Semua masih terpatri dalam otak hingga Leia mudah merasa rindu.
Dia ingin merasakan bagaimana rasanya dipeluk lelaki itu. Dia ingin tahu cerita-cerita di balik setiap perjuangan Bara. Dia ingin Bara memberi tahu segala kegundahan dan segala keluh-kesahnya mengenai hidup. Dia ingin jadi tempat Bara bersandar. Dia ingin jadi teman diskusi Bara. Dia ingin berbagi dengan lelaki itu.
Tapi, siapalah aku?
Ya, siapalah dia. Leia hanya seorang teman di mata Bara. Dan, selamanya mungkin memang akan terus seperti itu.
[ ].
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top