7. Rumah baru
"Pelukan ini akan mengurangi kegelisahan mu"
Bulan benar-benar ingin berlari pulang ke rumah saja. Dia bahkan berdiri kaku didalam kamar Bintang. Ini benar-benar kamar lelaki, dan dia baru pertama kalinya masuk kesini. Dia melihat foto Bintang mulai dari SD hingga SMA saat kelulusan itu. Dan ada sebuah foto lelaki kecil bersama seorang gadis berusia 8 tahun. Bulan memegang foto itu, dia tahu jika gadis kecil yang di foto itu dirinya, lalu lelaki itu siapa.
"Akh!" Bulan memegang kepalanya yang kembali sakit.
Bahkan dia sudah terduduk di tepi tempat tidur, karena rasa sakit itu melandanya kembali. Dia masih belum bisa mengingat siapa anak lelaki yang ada dalam foto ini. Dia terus berusaha mengingat, dan dia terus merasakan sakit di kepalanya.
Pintu kamar terbuka, Bintang melihat Bulan memegang kepalanya dan ditangan satunya, dia memegang figura foto dirinya dan Rembulan. Bintang mendekat dan memegang tangan Bulan.
"Lan? kamu kenapa?" Bulan menangis terisak, antara dia merasakan rasa sakit ini dan ingin berusaha terus mengingat masa lalunya.
Bintang mengambil paksa foto digenggaman tangan Bulan, dia segera menyembunyikan foto itu di laci. Dia lupa menyembunyikan foto ini dari Bulan. Dan Bulan pasti berusaha mengingat masa lalu mereka. Bintang mendekap kepala Bulan didekat dadanya, dia juga membelai kepala Bulan lembut.
"Stop Lan! Aku nggak minta kamu mengingatnya sekarang. Please stop Lan!" Pinta Bintang.
Helaan nafas dari Bulan mengakhiri rasa sakit ini. Dia benar-benar harus sabar untuk menanti ingatannya kembali. Bintang mengusap lembut kepala Bulan, dia benar-benar ikut merasakan sakit jika melihat Bulan kesakitan seperti ini.
"Bulan" dia mengangguk didalam pelukan Bintang, "kita turun yuk, makan!" Bulan menggelengkan kepalanya.
"Aku disini aja, boleh gak sih Bang?" Bintang mengangguk.
"Aku siapin makan ya, kamu siapin obat kamu!" Hanya anggukan dari Bulan yang Bintang rasakan.
Bintang membantu Bulan untuk istirahat di tempat tidur, dan tak lupa dia mengecup kening Bulan, yang mampu membuat jantung Bulan berdetak tak karuan. Dia meraba debaran jantungnya yang cukup mampu terdengar jika dia sendirian seperti ini.
Bintang turun ke ruang makan, tepat saat mereka semua berkumpul. Erna mencari keberadaan menantu barunya yang tak kunjung terlihat. "Bulan kemana Kan?".
"Dikamar Mi, kepala dia sakit lagi. Aku lupa sembunyikan figura fotoku sama dia." Erna menepuk pelan bahu Bintang, dia tahu, jika anak bungsunya juga terluka.
"Sabar ya sayang," Bintang mengangguk. "Kamu ambilkan makanan buat kamu dan Bulan ya, kalian berdua makan dikamar aja!" Bintang mengangguk.
Bintang naik kembali dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman. Kalandra duduk dan memandang Bintang dari kejauhan, dia memang tidak pernah merasakan seperti Bintang. Tapi dia juga merasa kasihan, jika adiknya harus terus terluka jika masa lalu mereka tidak bisa lagi Bulan ingat.
"Sampai kapan Mi, Bulan seperti itu?" Erna menggelengkan kepalanya, "aku kasihan lihat Kana."
"Berdoa saja semoga Bulan cepat ingat janji mereka dulu!"
Berdoa. Cuma ini yang mereka bisa lakukan, karena bagaimanapun Tuhan yang selalu menentukan kehidupan seseorang. Manusia tidak bisa melawannya. Semoga Bulan bisa mengingat masa lalu mereka secepatnya.
***
Bulan memandang rumah minimalis berlantai dua di depannya. Bintang tidak mengatakan apapun, dan tiba-tiba mengajaknya kesini. Dia bahkan tidak tahu-menahu soal barang-barang miliknya yang sudah dipindahkan kesini. Semua foto dirinya dan Bintang sudah terpajang dengan rapi di dinding, menghiasi sebuah foto pernikahan mereka yang besar sekali.
Bahkan dirinya juga kaget melihat ekspresi dia dan Bintang yang benar-benar klop. Di foto itu, dia dan Bintang saling berhadapan dan tersenyum manis, dan terlihat sekali kebahagiaan yang terpancar disana.
"LAN!" Teriak Bintang dari lantai 2.
Bulan segera menghampiri Bintang yang entah sejak kapan dia ada disana. Di depan kamar yang di cat abu-abu itu, Bintang mengajaknya masuk, menunjukkan jendela yang langsung terhubung dengan balkon. Dan pemandangan yang asri masih bisa tersaji disini.
"Abang Bintang, boleh tanya sesuatu?" Bintang mengangguk.
"Foto anak laki-laki yang kemarin itu siapa?" Bintang hanya diam, dia memilih berlalu pergi. Lebih baik cari aman daripada melihat Bulan sakit, lebih baik dia diam untuk selamanya.
Bulan memandang kepergian Bintang dengan hati yang terluka. Memangnya salah jika dia bertanya, dia akan berusaha mengingat tapi tidak harus memaksakannya. Lalu pada siapa lagi dia akan bertanya tentang hal ini. Semua orang menutup rapat mulut mereka. Bulan hanya bisa menanti celah untuk mencari tahu kenyataan ini sendiri.
Bulan turun ke lantai bawah, dia melihat Bintang sedang duduk di gazebo belakang rumah. Bulan membuatkan minuman dingin dan ikut duduk disampingnya, menikmati langit sore ini. Bulan tahu, semua orang masih menyembunyikan sesuatu darinya. Dan suatu hari nanti, dia akan tahu semuanya.
"Maaf, kita baikan?" Bulan mengacungkan jari kelingkingnya, dan berhasil membuat Bintang tersenyum.
"Lan," Bulan memandang Bintang yang sedang menatapnya intensif. "Boleh aku ... cium kamu?"
Bulan mengedipkan kelopak matanya perlahan, dia tidak salah dengarkan ya? Bintang meminta ijinnya untuk mencium Bulan, haruskah ini perlu?. Bukannya mereka sudah menikah? Lantas untuk apa dia harus ijin Bulan.
"Silahkan."
Satu kata yang membuat Bintang maju sedekat itu, dan mengikis jarak mereka berdua. Mencium bibir Bulan dengan lembut dan penuh cinta. Membuat Bulan terbuai dengan ciuman lembut Bintang. Ciuman sore yang tidak akan pernah Bulan lupakan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top