4. KUA


"Jika aku marah, artinya aku sayang kamu"

Kepala Bulan rasanya dilanda pusing tiada akhir. Padahal dia baru saja menerima gaji, tetapi kenapa kepalanya masih tetap pusing. Bukan efek dari tanggal tua, ini tanggal muda dan dia masih memegang uang gajinya utuh. Dia pusing karena sesuatu hal yang memang mengganggu pikirannya kali ini.

Bintang melihat Bulan sedang berjalan dengan gontai menuju gerbang kampus. Hari ini dia memang tidak membawa motor matic kesayangannya itu. Dia masih sayang nyawanya, gawat sekali kalau dia terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.

Niat hati ingin menghampiri, tetapi langkahnya harus terhenti, karena dia melihat seorang lelaki berkemeja hitam menghampiri Bulan, menghampiri Rembulannya. Lelaki itu berbincang-bincang dan terlihat sangat akrab, bahkan dia juga melihat Bulan tersenyum pada lelaki itu. Padanya saja tidak tersenyum, sedangkan dengan yang lainnya saja, Bulan mampu mengulas senyum walau sebentar.

"Saya tunggu besok di ruangan saya ya!" Bulan mengangguk dan tersenyum kembali, yang mampu membuat Bintang panas.

Bintang berlari dan menarik Bulan menuju mobil jazz merahnya, dia segera masuk kedalam. Benar-benar menguji kesabaran Bintang. Dia tidak suka apa yang telah menjadi miliknya ini, diganggu orang lain. Dia benar-benar orang yang posesif. Dia menginjak pedal gasnya dengan kuat, sehingga membuat Bulan takut.

"Tang, lo gila ya? pelan dong!" Teriak Bulan ketakutan.

"Diem Lan! Gue nggak suka diatur." Bintang semakin menjadi, bahkan dia bisa menyalip beberapa mobil.

"Bintang, gue takut," tidak ada jawaban dari Bintang, dia terus saja melakukan hal yang serupa, "Abang Bintang ... aku takut!" Lirih Bulan, dia benar-benar sudah menangis karena ketakutan.

Bintang segera menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia benar-benar tersentuh kala Bulan memanggilnya Bang Kana. Sejujurnya dia rindu dengan sebutan itu dari Bulan, dia selalu menunggu Bulan memanggilnya Bang Kana dari awal mereka berjumpa.

Bintang melepaskan seat belt miliknya dan milik Bulan. Bulan masih menangis sesenggukan, dan itu membuat hati Bintang tersentuh. Dia memeluk Bulan, dan mengusap kepala Bulan dengan lembut.

"Maaf Lan," Bulan mengangguk di pelukan Bintang.

"Aku takut Bang, aku trauma!" Bintang mengangguk dan memeluk erat Bulan. Dia benar-benar merasa bersalah.

"kita jalan lagi ya Lan, udah ditunggu Mami sama Bunda."

Bulan mengangguk, dia paham maksud Bintang. Mereka berdua harus segera menuju KUA. Untuk melampirkan berkas pernikahan mereka segera. Tinggal mendatangkan calon pengantin dan kedua orangtuanya. Bahkan ini yang membuat Bulan pusing, pernikahan mereka semakin dekat. Bulan Juni sebentar lagi, karena pernikahan mereka akan dilaksanakan bulan Juni.

Mereka berdua telah sampai di depan KUA di wilayah Bulan, disana Erna dan Mila sudah menunggu dengan sabar kedua anak mereka. Bahkan mereka berdua paham, mengapa mereka sedikit terlambat, karena wajah sembab Bulan. Tentunya Mila tahu, bahwa anak sulungnya itu, akan menangis jika marah, sedih dan kecewa.

"Pakai bedak dulu atuh Teh, itu kelihatan banget kalau habis nangis," Bulan menggeleng, "nanti dikiranya kamu dipaksa nikah aja."

"Emang iya kan Bun? apa bedanya sama di jod--" Mila membungkam bibir Bulan.

"Diam Teh, Bunda sentil bibir kamu nanti!" Bulan mengerucutkan bibirnya, dia benci harus melakukan ini, "Abang, anterin Teteh dandan gih ke mobil." Bintang mengangguk dengan semangat 45, dia kembali menarik Bulan menuju mobilnya.

Bulan benar-benar menggerutu dalam hati, dia memoles bedak di wajahnya dan memakai liptint berwarna pink di bibirnya yang sudah kering. Bulan menghela napas berat, dia melirik Bintang yang asyik dengan tabletnya. Apa lelaki selalu seperti ini, jika menunggu perempuan berdandan.

"Tang, ini kapan selesainya sih? gue harus kerja nih," tidak ada jawaban dari Bintang, "Bintang, lo dengerin gue nggak sih?"

Sama sekali tidak ada jawaban dari Bintang. Ah Bulan lupa, jika menyebut password yang salah. "Abang Bintang ... "

Bintang tersenyum tipis, dia selalu suka jika Bulan memanggilnya seperti itu. Dia menghentikan kesibukannya dengan tablet, dan memandang Bulan yang sudah kembali rapi dan terlihat cantik alami.

"Abang Bintang, ini kapan selesainya sih? aku tuh harus kerja!"

"Sabar aja Rembulan, yuk turun!"

Mereka berdua saling diam, sampai keduanya dibawa kedua orangtua mereka ke sebuah ruangan yang hanya ada mereka berdua, Mila dan Erna, serta seorang pegawai lelaki dari KUA. Berbagai pertanyaan ditujukan untuk mereka berdua, dan hanya Bintang yang menjawabnya, bahkan dia benar-benar terperangah dengan jawaban Bintang yang mampu menggetarkan hatinya. Bintang tahu banyak seputar dirinya.

"Kalian berdua menikah atas dasar dijodohkan atau sendiri?" Pertanyaan itu berhasil membuat hati Bulan gamang.

"Atas dasar cinta, Pak!" Bulan memandangnya, dan Bintang memandang Bulan juga dengan senyuman yang manis, "iya kan Lan?"

Deg
Deg
Deg

Jantung Bulan berpacu cepat, dia bukan pertama kali seperti ini. Jantungnya berdegup pertama kali dengan jawaban Bintang. Lebih tepatnya saat Bintang mengatakan mereka saling mencintai. Bintang memang cinta pertama baginya, dia bahkan masih menyimpan cintanya sampai sekarang.

"Iya Pak ... kami saling mencintai" rasanya lidah Bulan kelu, mengakui perasaan cinta yang mungkin akan dianggap bualan oleh Bintang, tapi dia tidak peduli akan hal itu. Yang dia yakini, dia mencintai Bintang.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top