3. Arkana menanti Rembulan
"Biarkan ingatanmu mengalir dengan sendirinya, aku tetap disini menantimu"
.
.
.
Arkana atau yang akrab disapa Kana, sedang duduk di depan televisi dengan wajah yang di tekuk masam. Bocah berumur 10 tahun itu, benar-benar sedang merajuk. Dia sudah menunggu seorang gadis berusia 8 tahun, yang telah berjanji akan mengajaknya jalan-jalan pagi ini di taman bermain, diujung gang sana. Tapi sampai waktu menunjukkan angka 10 pagi, gadis itu tidak terlihat batang hidungnya.
Kalandra duduk disampingnya dengan membawa setoples biskuit coklat dengan pita biru menghiasi tengahnya. Dia mengangkat toples itu setara dengan wajah cemberut Arkana. Menggoyangkannya pelan, yang mengakibatkan biskuit coklat itu ikut bergoyang didalam.
"Biskuit coklatnya enak, mau nggak?" Arkana hanya menggelengkan kepalanya, dia bersidekap dada, dan memandang televisi yang tengah menampilkan kartun Doraemon.
Kalandra membuka tutup toplesnya, dan memakan satu biskuit coklat yang rasanya sedap. Dia memang suka biskuit buatan Tante Mila. Melirik kearah Arkana yang tetap awet dengan wajah cemberutnya itu.
"Ini biskuit spesial buatan dari Rembulan, dia bilang tolong sampaikan maaf ke Bang Kana." Arkana menoleh kearah Kalandra yang tetap memakannya tanpa dosa.
"Rembulan kemana?" Kalandra menggedikkan bahunya tanda tidak tahu.
"Cuma nitip ini aja--. Hei!" Arkana mengambil paksa toples di pangkuan Kalandra, dan membawanya lari masuk ke kamarnya. Dia tidak ingin berbagi biskuit coklat ini pada siapapun termasuk Kalandra yang terus saja menggedor pintu kamar Arkana.
Dia terus mengamati jendela kamarnya yang berhadapan langsung dengan jendela kamar Rembulan. Sampai malam tiba, Rembulan tidak nampak, bahkan lampu dirumahnya pun masih gelap gulita. Tidak ada penerangan sama sekali dari dalam sana. Satu pertanyaan yang bercokol dalam diri Arkana, kemana Rembulan?. Dia sudah melupakan janjinya untuk bertemu dengan Arkana, bahkan dia tidak berpamitan secara langsung dengannya. Orangtuanya pun juga tidak mengabari apapun padanya kemana Rembulan pergi. Sampai berhari-hari pun, rumah itu tetap kosong. Dan sampai keluarga Arkana pindah rumah beberapa hari setelahnya, Rembulan tidak pernah nampak. Dia menghilang.
***
Lelaki itu menatap nanar sebuah foto gadis kecil, dengan pita biru di rambutnya, dan senyuman manis yang menampakkan lesung pipinya. Gadis itu tidak sendirian, melainkan dengan seorang lelaki dengan senyuman yang selalu terarah pada gadis pemilik lesung pipi itu.
"Rembulan" gumamnya pelan.
Dia masih mengingat dengan jelas sekali, saat itu Rembulan benar-benar tidak hadir sama sekali. Entah kemana, sampai sekarang dia juga tidak tahu-menahu. Yang dia tahu, Rembulan telah melanggar janjinya. Janji mereka berdua.
Erna mengetuk pintu kamar anak bungsunya. Lelaki itu membuka pintunya, dia menatap datar Maminya. Dia sedang tidak ingin di ganggu sama sekali. Dia sedang meratapi nasib hatinya yang sedang terluka.
"Ada apa sih Mi?" Erna tersenyum pada anak bungsunya itu.
"Yuk, ganti baju kamu. Ikut kita yuk!" Mau tak mau, harus mau. Lelaki itu segera berganti pakaian.
Memakai kemeja berwarna abu-abu monyet dengan dipadu celana jeans biru. Dia keluar kamar, walau hatinya sedang tidak baik sama sekali. Dia masih ingin mencari tentang Rembulan.
Tetap diam, dia terus saja menstalking sosial media, mencari seorang gadis bernama Rembulan. Seorang gadis yang cukup lama mengisi hatinya, dengan berbagai warna. Hingga tak sadar, mobil yang dia tumpangi itu telah berhenti di sebuah rumah minimalis berwarna coklat. Dia mengikuti kedua orangtuanya untuk masuk kedalam.
Cukup untuk membuatnya terperangah, di sana sebuah foto dengan figura yang sangat besar, terpampang jelas wajah seorang Rembulan, gadis kecil yang dia cari selama ini. Dengan senyuman yang tetap sama manisnya. 13 tahun yang lalu, telah merubah gadis itu menjadi seorang perempuan dengan senyuman yang menawan, sedang memegang sebuah medali emas di lehernya, dan sebuah piala kemenangan. Dan foto disampingnya, membuatnya ingin menghancurkan figura itu saat ini juga. Foto Rembulan sedang memeluk leher seorang lelaki yang sangat dia kenali, sahabat terbaiknya.
"Ini Kana?" Arkana itu menganggukkan kepalanya sopan, kala Mila menyapanya.
"Teteh!" Serua Mila kearah tangga.
Seorang gadis dengan senyuman yang telah mencuri hati Arkana selama 13 tahun itu, berdiri kaku menatap lelaki di depannya. Dia bahkan tidak tahu-menahu jika ada lelaki itu dan keluarganya. Dia hanya keluar dari kamar, hanya untuk bersalaman dengan Erna dan Handi.
"Ini Arkana, yang dulu kamu panggil Bang Kana" rasanya oksigen dalam dada Rembulan hilang sudah.
Dia di paksa duduk bersebelahan dengan Arkana. Rembulan hanya diam, berpura-pura tidak mengenal lelaki di sampingnya itu. Lelaki yang pernah membullynya dulu semasa sekolah. Lelaki itu memandang Rembulan dengan senyuman smirk.
"Rembulan Salsabila. Harusnya gue tahu dari awal kalau itu lo," dia menghirup aroma coklat di rambut Rembulan, "masih ingat gue kan? Arkana Bintang Pradana" Rembulan mengangguk.
"Yang hobi bully gue jaman SMA" Arkana mengernyitkan keningnya, bukan ini yang dia maksud.
"Jadi begini, sesuai kesepakatan kita dulu, kita akan menikahkan Kana, sama Bulan. Dan segera saja kita urus pernikahan mereka!" Ucapan Handi membuat Rembulan segera menarik tangan Arkana untuk keluar dari rumah.
Dia berdiri di teras rumah, dengan meremas rambut panjangnya. Benar-benar tidak disangka-sangka. Mereka akan menikah sebentar lagi, dan lebih parahnya, kedua orangtua mereka sudah merencanakan inu sejak awal. Astaga.
"Gila ... ini gila!" Bulan mengacak rambutnya asal, yang berhasil membuat Bintang tertawa.
"Menikah? sama lo?" teriak Bulan frustasi, "nggak ada dalam kamus kehidupan gue!" Dan Bintang tertawa terbahak-bahak, melihat kelakuan konyol Bulan. Dia benar-benar terhibur melihat Bulan frustasi.
***
Lho ... Lho ...
Cepet banget Bintang
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top