✨ R e J o [ 7 ] ✨

***
Remaja masa kini
Banyak lelah sendiri
Seolah tak ada henti

***

Bastian kini sedang menunggu Ibra menjemputnya untuk pergi bersama ke rumah Ayna. Pikiran remaja itu berkelana pada ucapan ayahnya setelah dia mandi. Berulang kali Bastian menanyakan pada dirinya apakah dia bisa membanggakan kedua orangtuanya yang tampak saat berharap pada nilai ujian nanti. Mengingat kilas balik kalau dirinya hanya mendapat nilai mencapai KKM saja sudah sangat hebat bagi Bastian. Lagi-lagi dia dilema. Belum lama dia terduduk Nola datang ke rumahnya.

"Entar kesurupan nangis," ucap Nola yang melihat Bastian melamun sambil menatap kosong ke depan.

"Kapan lo nyampe? Lo jalan kaki?" tanya Bastian.

"Iyalah, gabut aja."

"Entar betis lo sakit nangis." Bastian bergeser ke kanan untuk memberi tempat duduk pada Nola.

"Udah ditempel koyo," kata Nola sambil mengangkat ujung celananya menampakkan selembar koyo pada betis kurusnya.

"Eh Bapak lo datang ya?"

"Iya, pas gue pulang eh udah ada di rumah."

"Yaudah mau masuk salam gue."

Bastian menggelengkan kepala lalu menahan Nola.

"Mending nggak usah, bapak gue udah masuk kamar dari tadi katanya capek."

"Capek atau capek?" tanya Nola sambil tersenyum. Tanpa harus berucap lagi mimik Nola mampu terbaca dengan baik lalu terkoneksi dengan otak satu sama lain.

Namun, belum lama bercanda Ibra datang dengan menggunakan mobil bersama kakaknya sebagai supir seperti biasa.

"Yok, buru masuk," ajak Ibra yang menurunkan kaca mobilnya.

Bastian pun teriak untuk izin berangkat meski tida ada yang menyahut dari dalam rumah.

"Berisik kali," gumam Indri yang mendengar pekikan kakaknya tersebut. Bocah itu terpaksa berhenti menghitung uang celengannya.

***

Tak lama mereka telah tiba di rumah Ayna. Setelah barusan Ibra mendapat sharelock dari seseorang di ponselnya.

"Kok lo tahu rumah Ayna?" tanya Nola yang turun dari mobil pertama kali.

"April ngirimin gue lokasinya," jawab Ibra dengan enteng.

"HAH?" Bastian dan Nola berucap hampir bersamaan.

"Dahlah masuk aja, nih Ayna udah depan pintu," tunjuk Ibra.

"Akhirnya kalian datang juga," sambut Ayna yang mengenakan dres putih yang cantik.

Bastian, Nola, dan Ibra mematung sejenak.

"Jangan bilang ini acara ultah lo?" tanya Bastian yang dijawab Ayna dengan anggukan.

"Astaga Ayna kenapa lo nggak bilang, kita pake baju kek gembel gini," keluh Nola yang melirik banyak sandal di depan rumah Ayna menunjukkan banyak orang di dalam.

"Haha, surprise dong, gih masuk di dalam juga cuman beberapa teman sekolah," jelas Ayna.

Bastian sempat bingung, yang ulang tahun siapa yang ngasih kejutan siapa? Hidup memang membingungkan.

April menghampiri, bahkan gadis itu merasa bersalah karena melupakan hari ulang tahun sahabatnya. Untung saja Ayna siang tadi memaksanya ikut. April tetap kecewa sama dirinya.

"Ayna kita nggak bawa kado," bisik Ibra.

"Nggak apa-apa loh, aku bikin acara juga buat ngumpul-ngumpul aja."

"Mana gue make balsem di leher lagi bukannya parfum," keluh Bastian.

Saat mereka masuk ke dalam semua mata tertuju pada mereka. Apalagi teman sekelas Ayna. Ada Anggara di sana, duduk dengan tampan sambil memasang kedua tangannya di depan dada. Susah jelas dia tak suka melihat Ayna begitu akrab dengan anak modelan seperti mereka bertiga.

"Yok bisa dimulai acaranya," kata Ayna untuk mendapatkan atensi dari orang-orang di slama rumah.

Acara pun dimulai dengan lagu ulang tahun pada umumnya selanjutnya meniup lilin dan makan bersama.

"Kalian ngapain datang ke sini, udah kumel kek gini lagi," sindir Dian, gadis dengan mata sipit berkacamata. Salah satu teman sekelas Ayna juga.

"Kita diundang Ayna tahu," jawab Nola.

"Minimal sadar diri, lihat sekitar kalian, berisikan orang-orang yang yang punya otak dan nilai akademis yang tinggi," hardik Dian menjadi-jadi.

"Nilai hanya angka, attitude yang paling utama." Kali ini Bastian yang menjawab. Ayna yang takut terjadi keributan segera mengahalau mereka.

"Kalian semua tamuku jadi sama," kata Ayna.

"Dih," ucap Dian pada Bastian lalu berlalu.

"Kalian datang buat rusuh saja," celetuk Anggara yang tak suka melihat Ayna memegang lengan Bastian barusan.

"Anggara nggak usah cari masalah deh, aku ingin acara ini adem-adem saja," mohon Ayna.

Anggara mengepalkan tangan, menahan emosi. Bastian yang tak tahu dari mana munculnya amarah laki-laki depannya hanya menatapnya dengan aneh.

"Makan gih, Ibu gue nyiapin makanan yang biasa aku bawa kalau kita ngumpul," ucap Ayna.

Dengan semangat ketiga remaja itu langsung mengambil makanan tersebut.

***

Akhirnya acara malam itu selesai ditutup dengan nyanyian merdu dari Ayna.

"Sumpah! Lo dan suara lo sama cantiknya," puji Bastian pada Ayna.

Ayna tersipu malu.

Di kursi taman yang menghadap rumah Ayna, ada Bunga terduduk di sana. Tadinya dia ingin masuk karena tak menyangka Ayna juga mengundangnya. Tapi melihat ada Bastian membuatnya mengurungkan niat.

Anggara tiba-tiba berada di samping Bunga.

"Lo ngapain di sini?" tanya Anggara.

"Gue males lihat tiga anak tuh, jadinya nggak ke rumah Ayna," tunjuk Bunga.

"Untung nggak hujan, mari gue anter pulang," ajak Anggara.

Bunga menatap Anggara lalu menghela napas panjang. Bukannya tak mau tapi Bunga masih ingat betul saat Anggara menolaknya dan berkata bahwa gadis yang sedang berulang tahun hari ini adalah gadis yang dia suka bukan dirinya. Padahal banyak dari siswa sekolah selalu menyebut bahwa nama mereka cocok sebagai pasangan terbaik, namun nyatanya begitu berbeda.

"Gue udah nelpon ayahku, bentar lagi dia datang," tolak Bunga dan tanpa pikir panjang Anggara meninggalkannya.

***

Bastian, Nola, dan Ibra ketiduran di dalam mobil karena kekenyangan padahal jarak rumah mereka dan Ayna tidak terlalu jauh. Bahkan Nola telah mengorok membuat kakak dari Ibra hanya tertawa mengingat-ingat jaman dia sekolah dulu.

Akhirnya tiba di rumah Bastian, remaja itu dibangunkan dengan sedikit mengguncang bahunya.

"Kita di mana Bang?" tanya Bastian setengah sadar.

"Udah di akhirat," jawab Tyo.

"Huaaa! Aku belum nikah Bang aku juga belum lulus sekolah," teriak Bastian yang mengagetkan kedua temannya yang segera terbangun.

"Huaaa!" Nola ikut teriak disusul oleh Ibra yang panik.

Tyo hanya bisa tertawa sampai perutnya terasa keram. Beberapa menit kemudian Bastian kembali sadar.

"Lelah juga ya," keluh Ibra.

Bastian tersenyum lalu segera turun dari mobil dengan tergesa-gesa.

"Jangan lupa belajar, besok ada test lagi!" teriak Ibra

"Hustt! Jangan berisik," kata Nola yang menunjuk pake ekspresi wajahnya pada jendela rumah sebelah Bastian. Di sana ada Aldi yang melotot seperti kesurupan.

"Bang, ayo gas," kata Ibra.

"Ngeri kali woi bang Aldi sekarang." Nola memeluk dirinya sendiri.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top