✨ R e J o [ 13 ] ✨

***

Remaja jompo
Sama remaja malas
Itu beda tipis

***

Pagi ini Bastian terbangun dengan tersenyum lebar meski semalam lupa sikat gigi. Kejadiannya baru sekali tapi saltingnya sampai ke bawa mimpi. Ada rasa penyesalan bangun dari mimpinya bersama Bunga. Remaja itu berharap Bunga yang hadir dalam mimpi bukan sekedar bunga tidur saja.

"Astaga!" Bastian terkejut melihat Indri sudah berada di pintu kamar. Memang pintu itu jarang dikunci tapi kemunculan tiba-tiba seperti itu siapa yang tak kaget.

"Kata Emak cepat mandi, biar dianterin bapak ke sekolah," kata Indri dengan malas sambil mengupil.

"Lah, Boni mau di pake toh?" tanya Bastian yang sedikit tak rela motor kesayangan itu tak menemaninya ke sekolah nanti.

"Iya dong, kan besok bapak udah pergi kerja lagi. Hari ini aku yang imut ini mau diajak bapak sama emak jalan-jalan," jelas Indri yang terlihat bahagia sekali. Pikiran bocah itu sudah ke mana-mana. Memikirkan apa saja yang akan dibeli nanti saat keluar.

"Lah nggak sekolah toh?"

"Nggak dong, udah minta izin."

"Lah gue nggak diajak?"

"Kakak kan anak pungut," ejek Indri lalu segera berlari. Tiap hari ada saja kosakata Indri yang membuat kakaknya itu terheran-heran.

Bastian yang tak ingin kena marah Hana segera ke kamar mandi.

***

Semalam Bastian juga sangat senang belajar bersama Ayna. Rupanya dia lebih mengerti materi yang dijelaskan Ayna dari pada guru di sekolah. Aneh, namun itulah yang terjadi pada insan yang mengharapkan nilainya nanti baik-baik saja. Semenit yang lalu Bastian sudah berada di sekolah, sepanjang perjalanan berulang kali menahan napas karena parfum bapaknya yang menyeruak begitu tajam. Remaja itu pikir apakah bapaknya itu mandi parfum atau apa?

"BASTIAN!" teriak Nola dengan brutal di belakangnya sudah ada Ibra yang tampak terdiam.

"Ada kejadian apa di rumah kamu berangkat sepagi ini lagi?" tanya Nola.

"Si Boni dipakai bapakku jalan-jalan."

"Eh Ibra, lo sakit ya?" tanya Bastian membuat Ibra menggeleng.

"Kagak bro."

Nola meremas jarinya membuat Bastian memicingkan mata.

"Kok kalian tampak mencurigakan?" Bastian mendekatkan wajah berminyaknya, padahal masih pagi.

"Kapan-kapan lah ceritanya ya Bas," ucap Ibra.

"Tenang Ibra, gue nggk kepoan kok." Kata Bastian.

"Nola, ada apa?" bisik Bastian.

"Katanya nggak kepo, Bas Bas."

Mereka akhirnya masuk ke kelas, semua mata tertuju pada Bastian yang baru tiba.

"Eh, ini ada apa?" tanya Bastian yang menatap ke sekeliling.

Terdengar suara 'cie' yang saling bersahut-sahutan.

"Lo tahu?" tanya Bastian pada dua sahabatnya. Namun, mereka terdiam.

"Kalian gaptek atau gimana sih, tuh Instagram Bunga story foto dirimu yang dekil," jelas Delima yang menoleh sambil kembali menatap wajahnya di cermin kecilnya.

Nola dan Ibra menatap Bastian secara bersamaan ke wajah Bastian meminta penjelasan.

"Nggak ada angin nggak ada hujan, kok Bunga tiba-tiba post fotomu," kata Ibra.

"Ini ada angin Bas, hujannya aja belum turun," kata Nola.

"Nolawarman nggak gitu!"

Karena dipanggil dengan nama panjangnya lagi kedua insan itu kembali bertengkar sedangkan Bastian buru-buru melihat akun Bunga dan benar saja foto ya yang berdiri di dekat motor di posting Bunga. Bastian langsung merasakan udara segar masuk ke paru-parunya, berkhayal kelopak bunga berjatuhan menyapu lembut wajahnya. Remaja itu berputar-putar sambil memeluk ponselnya. Sampai dia rasanya lupa daratan, merasakan kakinya tak lagi menapak tanah. Lalu tiba-tiba Bastian berhenti, semua lamunanya terhempas. Remaja itu menatap kakinya yang baru saja menginjak sepatu guru yang ternyata udah masuk sejak Bastian mulai berkhayal.

"Aduh, maaf ya Pak," kata Bastian membuat siswa di dalam kelas hanya tertawa.

Remaja itu menunduk ingin membersihkan sepatu gurunya tapi kepalanya malah menyentuh daerah resleting gurunya. Semua siswa kelas makin tertawa, Bastian takut menoleh ke atas menatap guru tersebut.

"Bastian!" panggil guru tersebut.

Karena panik Bastian malah menyapu bagian sensitif tersebut padahal dia tadi ingin menyapu sepatu. Namun karena nasi sudah menjadi bubur, Bastian tampak sebentar lagi akan hancur.

Namun bersyukur, guru tersebut menyuruh Bastian untuk cepat duduk di bangkunya.

"Diam semua, hari ini ulangan dadakan," kata guru tersebut membuat siswa terdiam seketika lalu menatap horor pada Bastian.

"Lah, kok gue," ucap Bastian tanpa dosa.

"Ini semua karena lo, gurunya marah jadi kita kena imbasnya," ketus Delima dan seisi kelas rupanya setuju.

"Kan, nggak sengaja. Lagi pula Bastian nggak megang anunya," ucap Bastian tanpa dosa.

Bastian memoyongkan bibir, berharap ada yang kasihan dengan dirinya. Tapi malah ditatap jijik oleh teman sekelas.

"Siapkan kertas dan pulpen, yang ketahuan nyontek bapak suruh keliling kelas sambil bawa spanduk anti narkoba yang ada di depan ruang guru," jelas guru tersebut dengan tegas, Yanto.

Terdengar helaan napas pasrah setelah terdengar sobekan kertas dari beberapa siswa.

"Gue nggak belajar lagi," ucap Nola.

"Emang pernah belajar?" tanya Ibra.

"Kagak," jawab Nola enteng.

Sedangkan Bastian tampak biasa saja.

Yanto mulai menulis soal di papan tulis. Soalnya hanya satu nomor namun beranak-pinak hingga sepuluh soal kecil di bawahnya. Bastian awalnya pasrah, tapi mengingat-ngingat dia baru saja mempelajari materi itu bersama Ayna semalam membuat pikiran Bastian terbuka lebar.

Bastian menulis semua jawaban dengan santai tanpa harus menoleh sana-sini hingga lehernya pegal.

Waktu sudah berjalan dua puluh menit, Bastian berdiri sambil mengangkat kertasnya. Segera berjalan ke arah Yanto yang sibuk memainkan ponsel. Padahal guru itu harusnya memerhatikan mereka.

"Udah selesai?" tanya Yanto.

"Iya Pak," jawab Bastian membuat seisi kelas terkejut, sampai ada yang menutup mulut tak percaya. Sama halnya dengan Nola dan Ibra yang saling menyubit untuk menyadarkan mereka kalau kejadian ini bukanlah mimpi.

Yanto tampak tak percaya melihat Bastian bisa mengerjakannya, bahkan siswa yang paling pintar di kelas itu masih menulis sambil menggaruk lehernya yang tak gatal.

Tapi mau tak mau saat melihat lembar jawaban Bastian, Yanto akhirnya menyuruhnya keluar dan duduk di sana selama teman sekelasnya belum selesai mengerjakan. Padahal Nola sudah ada niat ingin bertanya kalau Bastian kembali duduk.

"Ternyata gue kalau belajar bisa juga ya, anjay," ucap Bastian dengan bangga namun kena jewer saat guru pengawas lewat di sampingnya.

Nasib-nasib.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top