✨ R e J o [ 10 ] ✨

***
Posisiku sekarang sulit dijelaskan

***

Kembali bergelut pada pelajaran setelah sehari libur. Rasanya libur tak cukup, tapi kelamaan libur juga membosankan. Guru sedang menjelaskan materi di depan kelas. Mata Bastian sesekali redup menatap papan tulis yang bertuliskan sejarah. Tangannya yang sedari tadi menahan kepalanya agar tak jatuh ke meja mulai merasa lemas. Angin masuk melalui jendela kelas membuatnya semakin ingin larut saja dalam kantuk. Namun, baru saja ingin memejamkan mata guru memanggil Bastian.

"Bastian, coba jelaskan apa yang barusan saya sampaikan?" pinta guru tersebut sambil memperbaiki kacamata minusnya.

"Mampus," bisik Nola di belakang Bastian.

"Hah? Anu Pak, anu," jawab Bastian gelagapan.

"Duh, Gusti! Bastian, Bastian sampai kapan kamu kek gini? Tidak lama lagi kita mau tryout loh. Ayo melek! Jangan seperti tahun kemarin kamu naik kelas karena bantuan nilai dari beberapa guru." Guru itu menggelengkan kepala.

Bastian berpikir sejenak, otaknya seperti berjalan kembali. Dia mulai memikirkan dirinya. Bukankah tahun kemarin Bastian mendapat kesempatan dari guru-guru. Lalu apa yang terjadi pada dirinya sekarang.

Bastian menoleh ke belakang menatap kedua sahabatnya. Meski mereka memiliki banyak hal yang sama tapi Nola dan Ibra masih ada yang dibanggakan. Ibra ternyata lebih bisa pelajaran bahasa Inggris sedangkan Nola pandai pada pelajaran bahasa Indonesia. Bastian bertanya pada dirinya sendiri, dia bisa apa? Otaknya baru saja merespon dia pandai dalam bahasa kalbu. Bastian membenturkan kepalanya ke meja.

Seisi ruang kaget melihat tingkah Bastian.

"Bastian," panggil guru tersebut.

Bastian mengangkat kepalanya.
"Maaf ya Pak, lain kali tidak akan saya ulangi," kata Bastian. Guru yang melihat itu tersenyum tipis lalu mengangguk.

"Bro, lo nggak kesurupan, kan?" tanya Nola.

"Dia -kan setan, setan mana bisa dimasukin setan," kata Ibra membuat mereka berdua cekikikan.

Bastian yang memang receh malah ikut tertawa. Sekarang siswa di kelas menatapnya seperti orang gila. Beberapa menit terlihat galau dan sekarang malah terlihat bahagia.

"Fix dia bukan orang," ucap Delima dengan enteng.

Karena tak ingin riuh di kelas pelajarannya kali ini, guru tersebut mengatur untuk kembali fokus pada pelajaran. Baru ingin lanjut materi, bel sudah berbunyi. Mau tak mau guru tersebut berhenti saat itu juga. Sebelum guru itu keluar, dia memberi pesan pada Bastian untuk tak patah semangat. Walau guru itu sering menegurnya dan mungkin di kepala Bastian bahwa dia membencinya, tapi sebagai guru dia juga menginginkan siswanya berhasil.

Bastian menghela napas panjang sampai keceplosan dan terdengar seperti suara sapi.

"Jauhkan hamba dari manusia kek Bastian," doa Delima membuat Bastian menatapnya dengan malas.

"Jauhkan kami juga dari perempuan cerewet dan mulutnya yang runcing seperti Delima," balas Nola.

Mengejek dia terima, tapi saat dibalas dia tak terima, begitulah Delima yang langsung berdiri menjambak rambut Nola.

"Kalian bertengkar gini entar jodoh, loh," kata Ibra membuat mereka berdua terdiam.

"Amit-amit," ucap Delima dan Nola bersamaan.

"Tuh, kan gemes deh," kata Ibra.

"Lo sama Nola juga sering bertengkar, berarti jodoh ya," celetuk Bastian.

"Beda konsep Bastian!" Kali ini Nola dan Ibra yang berucap bersamaan.

***

Istirahat pertama membuat langkah kaki Bastian menuju ke perpustakaan. Entah dirasuki roh sekolah atau roh pohon mahoni dekat kelasnya Bastian ingin ke perpustakaan, selama dia bersekolah mungkin bisa dihitung berapa kali ke tempat di mana selalu identik dengan anak kutu buku padahal Bastian si kutu beras pun bisa ke sana.

"Lo, yakin mau ke perpus?" tanya Nola kesekian kalinya.

"Gue pengen belajar serius," jawab Bastian.

"Kalau gitu kita juga mau ke sana." Ibra mensejajarkan langkah kakinya.

"Kuy."

Sunyi, adem, dan nyaman itulah kondisi perpustakaan sekolah ini. Dilengkapi dengan air conditioner (AC), bertujuan untuk memberi rasa nyaman pada anak-anak sekolah untuk menuntut ilmu.

"Kalau di kelas kita pake AC enak kali ya," bisik Nola.

"Kan udah ada AC, angin cepoi-cepoi," kata  Bastian.

Ibra langsung menuju ke rak buku bahasa Inggris. Kadang melihat Ibra membuat Bastian berpikir apakah sebenarnya Ibra itu pintar cuman karena sering gabung dengannya membuat Ibra sedikit terhambat akan kemampuannya tersebut.

Melihat barisan buku yang begitu banyak bukannya membuat semangat, Bastian malah berpikir apakah otaknya mampu belajar sepeti siswa yang tengah duduk tersenyum membaca buku. Padahal sampul bukunya bertuliskan Fisika. Entah apa yang lucu dari pelajaran yang bikin tersiksa itu.

Bastian menuju pada kursi di sudut perpustakaan, sepertinya akan menjadi tempat yang pas untuk belajar.

"Kita di sudut gini, nanti dikirain mau pacaran lagi," kata Ibra yang kembali membawa dua buku di tangannya.

"Satu sekolah juga tahu kita jomlo dan tak ada yang mau deketin," balas Nola mendramatisir keadaan.

"Menyedihkan bukan." Bastian terduduk.

"Ambil buku gih! Dibaca!" suruh Nola.

Bastian berdiri.
"Kita mau baca buku apa?" tanyanya.

"Lah, lo yang ngajak ke sini malah kagak tahu." Ibra menepuk jidatnya.

"Biasalah." Ibra mengambil buku random di rak buku dongeng dan novel.

"Yaudah tidur aja kali ya, mumpung adem," ujar Bastian tanpa dosa.

"Tobat Bas, yok belajar yok, biar bertiga kita lulus, bertiga kita ..."

"Tulus."

"Nggak nyambung ege," ujar Ibra.

Ayna baru saja memasuki perpustakaan, melihat ketiga remaja itu ada di sana langkah kaki gadis itu menuju tempat mereka berada.

"Demi apa kalian ada di perpus," ucap Ayna yang diakhiri dengan menutup mulut tak percaya.

"Mau belajar Ay," kata Bastian.

Nola dan Ibra malah menatap Bastian dengan datar, yang ditatap hanya terkekeh saja.

"Lah, April mana?" tanya Ibra seperti keceplosan.

Ayna tersenyum. "Dia lagi ke toilet, paling bentar lagi ke sini."

Baru saja Ayna merapatkan pantatnya di kursi, Bunga datang menghampirinya.

Bastian langsung memperbaiki model rambutnya.

"Lo dicariin guru Biologi," kata Bunga dengan wajah datarnya.

"Dan lo nyari gue kan Bunga," ucap Bastian dengan kepedean tingkat dewa.

Bunga hanya menatapnya dengan tajam. Bastian malah mengira tatapan itu, tatapan cinta. Sepertinya akan sulit menyadarkan orang yang sedang jatuh cinta.

"Bunga malu-malu monyet," kata Bastian.

"Merpati tolol," ralat Nola.

"Cinta emang bisa membuat lupa segalanya," gombal Bastian yang membuat Nola dan Ibra hampir muntah. Ayna yang melihat itu hanya tersenyum tipis, sedangkan Bunga ingin sekali menampar bibir Bastian hingga dia sadar apa yang barusan dia ucapkan.

"Ternyata bukan cuman otak lo yang kosong ya, tapi omongan lo juga banyak omong kosong." Bunga segera berlalu. Gadis itu takut bakal berteriak dan menampar muka Bastian dengan buku tebal di lengan kanannya.

"Yang sabar ya," ucap Ayna menenangkan, kemudian segera keluar menemui guru Biologi.

"Keknya emang harus pintar dan setara dulu untuk dapatkan orang yang disukai." Bastian menjatuhkan kepalanya ke meja.

***

Jangan lupa vote dan komen ya🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top