Lima

"Bagaimana perkembangannya, Kakashi?"

"Hokage-sama." Kakashi membungkuk sedikit memberi hormat. "Hakke Fuin yang Yondaime Hokage tinggalkan kini melemah, membuat cakra Kyuubi bebas mengalir di tubuh Naruto. Segel kutukan yang ada pun menambah parah kondisinya."

Hokage mendekat. "Sepertinya Orochimaru mencoba mengusik Fuin Jutsu ini, namun karena Hakke Fuin merupakan segel khusus yang dibuat sendiri oleh Yondaime, ia tak mengira hal ini berbalik menyerangnya. Untuk menghentikan pergerakan Naruto, Orochimaru mungkin terpaksa meninggalkan segel kutukan."

Kakashi pun memiliki deduksi yang serupa, namun ia masih memikirkan beberapa kemungkinan lainnya. Mereka tak pernah tahu apa yang direncanakan sannin ular ini.

"Aku akan meminta ANBU memasang kekkai di sekitar sini. Sementara ini cekal segel kutukan yang Orochimaru buat. Mengenai Hakke Fuin, biar dia yang mengurus."

"Baik, Hokage-sama."

.

Kakashi membaringkan diri di samping Naruto. Dalam ruangan gelap ini hanya ada mereka berdua. Kekkai yang digunakan cukup efektif untuk menahan suara dari pandangan orang luar.

Keringat membasahi wajah dan tubuh. Penggunaan cakra untuk Fuin Jutsu ini sangat banyak. Ia makin kagum dengan mendiang gurunya. Bagaimana Minato-sensei menguasai berbagai Fuin Jutsu yang sulit seperti ini?

Bahkan ini lebih melelahkan dari menggunakan genjutsu atau ninjutsu elemental.

Kakashi menyampingkan diri. Ia mengusap dahi Naruto yang berkeringat. Untunglah darah tak lagi keluar dari mulut muridnya.

Warna hitam yang hampir menguasai wajah Naruto kini menghilang, tertekan pada satu titik di mana ia baru saja menyegelnya. Warna merah yang juga sempat muncul merupakan perwujudan dari cakra Kyuubi. Saat lambang hitam menghilang maka begitupun lambang merah.

Sepertinya segel kutukan itu memicu reaksi dari cakra Kyuubi. Ia tak dapat membayangkan bagaimana jadinya jika Hakke Fuin benar-benar hancur dan ditambah kekuatan segel kutukan Orochimaru.

Kekuatan Kyuubi saja sudah merupakan mimpi buruk Konoha yang sulit dilupakan.

Kakashi mengistirahatkan diri sejenak. Setelahnya ia akan membawa Naruto ke rumah sakit sembari menunggu si legenda datang.

.

Saat Naruto terbangun seluruh tubuhnya terasa sakit. Tenggorokan seperti dicakar dari dalam. Manik biru mengerjap berulang kali. Tak mengenali di mana ia berada ataupun alasan dari rasa sakit yang diderita saat ini.

Biasanya ia akan segera sembuh jika mengalami luka apapun.

Naruto meringis saat mencoba menengok ke samping. Di mana jendela terbuka dan membiarkan angin untuk masuk. Langit telah menghitam dari apa yang terlihat.

Si blonde mengerjap kembali. Memastikan ia tak ada masalah dengan matanya saat melihat ada sesuatu yang tertidur di dekat jendela. Di mana korden beberapa saat menutupi wajahnya.

"Sen--sei?" Suara Naruto begitu serak, namun sedikit saja telah membangunkan Kakashi. Sang guru langsung beranjak untuk mengambil gelas yang ada di samping tempat tidur. Telah tersedia sedotan kecil untuk membantu Naruto meminum airnya.

Naruto bertahan untuk tetap sadar, namun kelopak matanya begitu berat. Tubuhnya masih menjerit kesakitan.

"Tidurlah Naruto."

Ucapan hangat Kakashi membuat sang pirang tersenyum sebelum kembali tertidur.

.

Meski telah seminggu ia sadar, namun rasa sakit masih menghantui setiap otot di tubuhnya. Ia menatap heran pada simbol yang ada di perut. Sejak kapan berubah? Apakah ini alasan rasa sakit yang dialaminya?

Telah seminggu Naruto di rumah sakit. Sakura datang menjenguk dua hari sekali. Membawakan buah dan menyapanya. Gestur pertemanan yang cukup menghenyakkan Naruto. Ia tak mengira ada juga orang yang mau mengunjungi monster seperti dirinya.

Tapi, yang membuat Naruto kecewa adalah Kakashi-sensei. Selama seminggu semenjak ia sadar sang guru tak menjenguknya. Terakhir yang ia lihat saat malam hari di mana sensei memberinya minum. Setelahnya tak muncul kembali.

Ia mendengar kabar dari Sakura jika Sasuke dan Kakashi-sensei tengah menjalani latihan khusus untuk ujian Chuunin.

Kedua tangan Naruto terkepal kuat. Ia gagal menjadi Chuunin. Ia masih belum cukup kuat untuk membuktikannya di depan Sasuke.

"Ada apa dengan wajah kesalmu itu, he?"

Naruto terlonjak. Tak mengira ada seseorang yang akan mengajaknya bicara. Apalagi orang tersebut kini berjongkok tepat di jendela kamarnya.

"Siapa kau?" tanya Naruto curiga. Sandaime Hokage selalu mengirim penjaga untuknya. Jika pria ini dapat dengan tenang bicara dengannya di jendela, maka mungkin kenalan sang Hokage?

"Dasar bocah tak sopan. Namaku Jiraiya. Jadi apa yang membuatmu memasang ekspresi seperti tadi?"

Naruto mengerutkan alis. Ia memandang makin curiga pada orang ini.

"Itu bukan urusanmu," balas Naruto ketus. Ia membaringkan diri lagi dan menarik selimut hingga menutupi kepala.

"Tentu saja itu urusanku karena Kakashi menyerahkanmu padaku untuk sementara ini."

Mendengar nama sensei-nya, Naruto langsung kembali bangkit. Ia meringis tatkala gelombang rasa sakit menyerangnya kembali. Rasa panas pada leher bertambah intensitasnya.

"Tunggu!" Jiraiya melompat masuk. Ia mendorong Naruto untuk kembali berbaring. Di telengkan kepala si blonde. Kedua alis putih saling bertaut saat mengamati simbol yang terpasang pada pangkal leher Naruto.

"Angkat bajumu," ucap Jiraiya serius.

"Ap--kau paman mesum!" teriak Naruto sembari menarik kembali selimutnya.

"Hey bocah! Aku tidak suka yang sepertimu. Aku lebih memilih dada yang berisi. Sekarang angkat bajumu, aku harus memastikan simbol yang ada masih terpasang baik." Si pria berambut putih itu memukul kepala Naruto. Membuat si pirang mengaduh pelan.

Dengan ragu-ragu Naruto menaikan bajunya. Ia mengamati bagaimana pria itu memicingkan mata dan menginspeksi lekat simbol pada perutnya.

Ada kecemasan pada diri Naruto. Sesuatu yang tak berani diungkapkannya selama ia sadar terbangun di rumah sakit. Jika pria ini mengerti simbol yang ada di perutnya, mungkin dia pun bisa menjawab pertanyaan yang mengisi otaknya selama beberapa hari terakhir.

"Apa -- monster di tubuhku akan lepas jika simbol ini luntur?" tanya Naruto ragu. Ia memandang penuh harap dan cemas.

Pria itu terlihat terkejut. "Dasar bodoh, apa yang kau katakan. Kau tidak tahu seberapa kuat simbol ini. Hanya aku yang mampu menghapus segel ini, jadi kau tidak perlu khawatir." 

Naruto terdiam saat pria itu mengacak rambut pirangnya. Apakah ia akan percaya pada apa yang diucapkan atau berpura-pura mengerti untuk saat ini? 

"Tapi, semua akan semakin takut jika simbol ini luntur, bukan?" Naruto tak dapat menghentikan diri untuk bertanya lebih lanjut. 

Pria tua itu mengamati lebih lama kali ini. Tekukan pada ujung alis dan garis bibir yang membentuk cemberut, menandai betapa si pria berambut panjang tak menyukai ke mana arah pembicaraan ini. "Dengarkan aku bocah. Aku tidak akan membiarkan dia keluar dari tubuhmu ... dan kau bukan monster."

Naruto tak menjawab. Ia menunduk mencerna apa yang dikatakan. Bagaimana orang asing ini mengatakannya dengan begitu mudah?

Dia bahkan tak tahu apa yang Naruto derita selama ini.

Si pria berambut putih panjang tersenyum lebar sekarang, "Jadi kenapa dengan wajah murungmu tadi. Apa kau ditolak gadis yang kau sukai?" Alis putih bergerak naik-turun menggoda.

Naruto membuka-tutup mulutnya. Ia segera menurunkan kembali bajunya, namun ditahan. 

"Coba ceritakan apa yang terjadi. Jarang sekali aku mau mendengar curhatan orang lain, tapi anggaplah ini sebagai pelayanan khusus." Pria itu membuat segel tangan dan cakra keluar dari ujung jarinya. Naruto tahu mungkin ini hanya pengalihan dari rasa sakit yang akan ia terima begitu segel kembali diperbaiki.

Naruto menarik napas dalam. "Aku hanya sedikit kecewa pada diriku sendiri. Sasuke--dia berhasil melanjutkan mengikuti ujian Chuunin, sedangkan aku harus berbaring di sini. Aku lemah bukan?"

Naruto menahan ringisan ketika kelima jari sang pria menekan pada perutnya, sama seperti saat ninja bunyi menyerangnya. Ia mencengkeram selimut dengan kuat sembari melanjutkan perkataannya, "Aku ingin semua orang tidak mengacuhkanku lagi."

Naruto merasa dirinya tengah dihukum dan menjalani siksaan saat ini. Rasa panas itu kembali mendidih dalam tubuhnya. Ia segera mencari pemikiran lain untuk mengalihkannya dari rasa sakit. "Aku ingin sama kuat dengan Sasuke. Kenapa Kakashi-sensei hanya berlatih dengan Sasuke?"

Berapa lama lagi si pria ini akan membereskan segelnya?

"Sudah," Pria itu berkata puas. Ia kembali mengecek Naruto. "Jadi yang membuatmu bermuram adalah Kakashi atau Sasuke?"

Naruto tak memiliki tenaga saat ini untuk memaki. Bagaimana kekesalannya tadi  dapat berubah seolah ia adalah seorang gadis yang mengalami patah hati? 

Melihat wajah kesal Naruto, si pria tertawa senang. "Aku becanda bocah. Jika kau ingin menjadi kuat, maka berlatih. Jika ingin sama kuat dengan Sasuke, maka ajaklah dia berlatih bersama. Kau ingin Kakashi berbuat adil katakan langsung padanya. Tak ada gunanya menggerutu di belakang."

Apa yang paman ini katakan ada benarnya. Ia harus bicara langsung pada Kakashi-sensei dan mengajak Sasuke untuk berlatih bersama.

Untuk kali ini Naruto tersenyum lebar pada pria tersebut.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top