Dua

Satu tendangan kuat mengenai boneka latihan. Dua. Tiga. Empat. Lima. Semua masih belum cukup. Naruto merasa ia harus lebih kuat lagi.

"Kau tidak cukup kuat, bodoh. Kecerobohanmu selalu menyusahkan kami."

Kenapa ucapan Sasuke menyayat hatinya?

Tadi pagi hingga sore ia menjalankan misi seperti biasanya, namun entah kenapa Sasuke selalu memojokkan dan merendahkannya. Itu bukan hal baru, tapi pandangan jijik yang ditunjukkan Sasuke melukai perasaan Naruto.

Ia pikir Sasuke cukup mengerti dirinya. Kakashi-sensei mengatakan jika mereka berdua memiliki kemiripan.

Sejujurnya ia menaruh rasa kagum pada keturunan terakhir Uchiha ini. Ia mendengar apa yang terjadi pada Sasuke. Pada keluarga dan nasibnya. Untuk sesaat ia benar-benar berpikir jika mereka memang sama.

Mereka tak memiliki keluarga. Tak ada siapapun yang akan menopang maupun menyambut hari mereka dengan kehangatan.

Naruto tak mengerti sama sekali apa yang ada di pikiran bungsu Uchiha. Hal apa yang membuatnya pantas mendapatkan ejekan bahkan pandangan jijik?

Keringat mulai membasahi punggung dan pakaian yang ia kenakan. Naruto tak berhenti sama sekali. Memperkuat tendangannya. Mengakurasi pukulan dari kedua kepalan tangannya.

Latihan. Ia harus lebih kuat sebelum pembukaan ujian Chuunin berlangsung. Ia akan menunjukkan pada Sasuke jika ia tidak lemah.

"Akan sampai kapan kau berlatih, Naruto?"

Untuk sesaat tendangan Naruto berkurang kekuatannya. Si pirang menghentikan latihan untuk melihat Kakashi-sensei tersenyum di balik masker. Prodigi Konoha itu mendekati Naruto. Menatap seolah tengah menginspeksi saat akan diadakannya ujian. Membuat si pirang merasa gelisah.

"Kakashi-sensei," ucap Naruto bingung.

"Misi hari ini sangat melelahkan, bukankah kau seharusnya beristirahat?" tanya sang guru.

Naruto tertawa hambar. "Aku hanya ingin sedikit berlatih. Ujian Chuunin akan segera diadakan."

Kakashi mengangguk mengerti. "Tapi, bukan berarti kau harus memaksakan dirimu, Naruto. Aku bahkan ragu kau telah makan atau belum. Ikutlah denganku, aku akan mentraktirmu makan."

Naruto mengerutkan alis matanya. Ia senang akan mendapat makan gratis, apalagi ramen cup yang ada di lemari sudah kadarluasa.

Naruto mengendus tubuhnya sendiri. Ia tak yakin apakah datang ke ramen Ichiraku dengan pakaian basah terkena keringat adalah hal pantas. Malam hari selalu ramai di kedai ramen tersebut. Ia tak ingin berurusan dengan penduduk Konoha yang akan mencaci maki dirinya.

"Ayo."

"Tidak perlu, Kakashi-sensei. Aku akan pulang dan makan ramen cup. Keringat ini sedikit mengganggu." Naruto mengusap kepalanya sembari tersenyum kaku.

"Ah," gumam Kakashi. Ia mengangguk. "Kalau begitu pulang dan mandilah."

Naruto tersenyum lebar sebelum melambaikan tangan dan melompat pergi.

.

Ia berlari menuju apartemen kecilnya. Tak peduli pada denyut lelah yang muncul di kaki akibat latihan intens yang dikerjakan beberapa saat lalu.

Sesampainya di rumah Naruto segera membersihkan diri. Bersenandung sembari menggosok tubuh kotornya. Selelah apapun harinya, ia akan tetap dalam kondisi ceria.

Saat keluar dari kamar mandi, ia terkejut melihat Kakashi-sensei telah berdiri di kamarnya. Membawa dua  kantung.

"Kakashi-sensei!" pekik Naruto terkejut. Ia segera berlari mengambil piama kemudian kembali bersembunyi di kamar mandi untuk memakai bajunya.

Tak berapa lama si blonde keluar. Topi lucu pun menghiasi kepala setengah basahnya.

"Aku membawakanmu ramen dan sayuran." Kakashi meletakkan yang dibawanya ke atas meja.

Naruto tak dapat menahan rasa lapar dan senangnya. Ia segera menarik kursi dan menggosok kedua tangan dengan tak sabar. Senyum lebar merekah di bibirnya.

Kakashi menggeleng pelan dan mengeluarkan dua ramen yang ia pesan, serta sayuran yang sempat dibeli tadi. Ia memberi Naruto semangkuk ramen dan berniat menaruh sayurannya dalam lemari pendingin.

Naruto begitu lahap memakan ramen.

Kakashi meneliti kotak susu di tangannya. Satu alis naik dalam ketidaksukaan. Sepertinya Naruto memakan makanan basi. Ia tahu bahwa keberadaan murid pirangnya tak dihargai oleh sebagian besar penduduk Konoha.

Kakashi mengeluarkan seluruh makanan dan minuman basi dari lemari pendingin Naruto. Membuangnya ke dalam sampah yang terlihat penuh. Astaga betapa tak teraturnya kehidupan muridnya ini.

"Apa yang kau lakukan Kakashi-sensei?" tanya Naruto setelah menyeruput habis kuah ramen yang ada di mangkuknya.

"Memastikan kau tidak mati karena sakit perut," jawab Kakashi dengan nada main-main.

Naruto bersedekap dada dan menggembungkan pipi kesal. "Aku hanya lupa berbelanja."

Sebenarnya ia malas pergi. Setiap toko yang ia kunjungi selalu mengusirnya. Pelayanan mereka sungguh buruk. Jika pun ada yang menerimanya maka harga yang ditawarkan selalu tinggi. Membuat Naruto malas berbelanja. Biasanya kakek Hokage akan meminta seseorang mengirimkan kebutuhannya, namun semenjak ia resmi menjadi Genin, hal seperti itu tak dibutuhkan lagi.

Kakashi melirik pada Naruto yang terlihat setengah tertidur di kursinya. "Kulihat kau bertengkar lagi dengan Sasuke."

Wajah penuh kantuk kembali sadar. Naruto merengut. "Si berengsek itu selalu merendahkanku. Cih."

Kakashi tertawa pelan. "Bukankah Sasuke memang bersikap seperti itu pada siapapun."

"Kau tidak mengerti sensei!" Tangan Naruto mengepal. "Dia seolah menaruh dendam padaku."

Kakashi tersenyum kecil. "Kalian adalah satu tim. Apapun yang terjadi kalian akan terikat dalam hubungan ini seumur hidup. Mungkin karena kalian berdua terlalu serius untuk bersaing satu sama lain."

Naruto ber-hum tak peduli. Ia bangkit dan berjalan menuju tempat tidur. Menjatuhkan diri dengan posisi sembarang.

Kakashi mengikat kantung sampah besar dari apartemen Naruto. "Kalau begitu sensei pergi."

Tak ada yang menjawab selain dengkuran pelan dan wajah yang tertidur pulas.

Kakashi menatap sesaat. Kedua muridnya itu tak pernah akur sedikitpun. Ia harus mencari cara untuk menyatukan mereka.

*****

"Kakashi-sensei kau terlambat!"

Kakashi menggaruk kepalanya dan menatap ketiga Genin yang sejak tadi menunggu. "Karena hari telah siang, jangan membuang waktu. Sasuke dan Naruto akan latih tanding dalam Taijutsu. Sakura, kau akan berlatih melawan sensei."

Sekali lagi ada pandangan mematikan dari keduanya.

Mereka mulai membagi diri sesuai yang diperintahkan. Sasuke dan Naruto berlatih lebih jauh dari tempat Sakura.

Keduanya telah memasang kuda-kuda. Pandangan tajam saling bertemu. Ketegasan dan ketelitian digunakan untuk menginspeksi gerak-gerak satu sama lain.

Pukulan pertama dilayangkan Naruto, namun dapat dialihkan oleh Sasuke dengan mudah. Kecepatan mereka mulai meningkat.

"Kenapa kau membenciku, Sasuke?" tanya Naruto tiba-tiba di salah satu pukulannya.

Tanpa jeda Sasuke kembali menyerang. Menggunakan kelalaian Naruto sebagai keuntungan dan berhasil mengenai si pirang di perut.

Naruto menggerutu. Pukulan Sasuke lumayan membuatnya tertahan. Ia kembali bersemangat. Seorang lawan yang kuat adalah kebanggaan bagi seorang petarung.

Mereka kembali saling beradu. Dalam beberapa menit Naruto berhasil mengenai satu tendangannya pada kaki Sasuke. Si pirang tersenyum lebar. Puas.

Namun, tidak dengan Sasuke yang menajamkan mata. Sikap santai menghilang  dan berubah menjadi sebuah keseriusan.

"Kau hanya beruntung bisa mengenaiku."

Naruto tak terpengaruh akan perkataan Sasuke. Ia masih tersenyum dan memasang waspada. "Akui saja jika aku seorang yang kuat, Sasuke."

Sasuke menggertakkan giginya. Mata hitam semakin intens. "Kau tidak akan pernah lebih kuat dariku, bodoh."

"Kau!" Naruto akan memaki, namun Sasuke telah menerjangnya. Menggunakan dua kali kecepatan semula untuk menyerang di titik buta milik Naruto.

Naruto terhempas. Tubuhnya berdenyut akibat pukulan yang Sasuke berikan. Uchiha satu ini memang menyebalkan.

.

Kakashi memperhatikan dari atas pohon bagaimana dua muridnya saling menyerang untuk mengeluarkan seluruh kemarahan yang tertahan. Ia tak ingin menutup mata pada apa yang terjadi. Ia menyadari ada kebenaran dari apa yang Naruto katakan. Sasuke seperti menaruh dendam pada Naruto.

Ia sempat bertanya pada Iruka mengenai perkembangan Sasuke selama di akademi. Uchiha itu tak pernah menyebabkan kerusuhan selain memancing kemarahan Naruto. Yang membuatnya tak tenang adalah betapa intens dari tatapan yang ada di mata Sasuke saat memandang Naruto.

Kakashi melihat Naruto yang tak menyerah dalam latih tanding ini. Jelas jika Sasuke lebih unggul dalam kecermatan mengakses kondisi. Uchiha muda ini selalu memperhitungkan setiap pergerakannya. Berbeda dengan Naruto yang lebih kasar. Tak terkendali meski jumlah cakra yang digunakan lebih ekstensif ketimbang Sasuke.

Kakashi melebarkan matanya karena terkejut. Sasuke memukul belakang kepala Naruto. Tepat di titik antara leher dan pangkal kepala bertemu. Menghempaskan si pirang beberapa meter.

Suara Uchiha muda itu pelan, namun masih jelas untuk didengar olehnya. "Kau terlalu bodoh untuk menjadi ninja. Idiot."

Sasuke langsung pergi menuju ke tempat di mana Sakura tengah berlatih dengan bunshin yang ia buat.

Kakashi langsung turun ke bawah. Alis mata perak bertaut. Ia melihat Naruto membutuhkan waktu untuk bangkit.

Ia harus bicara pada Sasuke. Hal ini tak sebaiknya dibiarkan begitu saja.

.

"Sasuke."

Uchiha muda itu berhenti melangkah dan menengok ke belakang. Ia tak menjawab, namun tetap diam menunggu gurunya untuk mengatakan sesuatu.

"Kau dan Naruto adalah satu tim," ucap Kakashi membuka pembicaraan mereka.

Sasuke masih tak merubah sikapnya. Tak tertarik sama sekali.

"Kau tidak bisa bertindak kasar yang akan melukai anggota timmu sendiri."

Sasuke mendengus pelan. Kedua tangan dimasukan dalam kantung celana. Ekspresi bosan justru terpampang di wajah remaja tiga belas tahun ini. "Dia bisa mengatasinya," jawab Sasuke datar.

Kakashi ingin menghela napas. "Tapi, bukan berarti kau bisa seenaknya melampiaskan amarahmu padanya."

"Itu bukan urusanmu," Sasuke menjawab keras kepala.

"Itu urusanku karena kalian adalah muridku. Kau akan menyesal suatu hari nanti karena memperlakukan temanmu dengan sikap kasar seperti saat ini."

"Dia. Bukan. Temanku." Sasuke menggertakkan gigi.

Kakashi memandang tajam. "Senang atau tidak kalian telah menjadi satu tim. Aku hanya memintamu untuk mengurangi sikap kasarmu pada Naruto. Dia berusaha untuk dapat diakui olehmu, Sasuke."

Sasuke masih terlihat kesal. Uchiha memang keras kepala.

"Latihan telah selesai bukan? Aku pergi," ucap Sasuke tak peduli dan langsung berlari.

Kakashi menghela napas. Kenapa juga Sandaime memberikan tugas ini padanya? Bukankah sejak sepuluh tahun lalu ia telah menjelaskan bahwa ia tak ingin menjadi guru pembimbing tim Genin.

Benar-benar merepotkan.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top