Chapter 7 - New Threat
Kenneth mencium cincin perak bertahta kristal Draconium yang selalu tersemat di jari manis sebelah kiri dan mengangkatnya tingg-tinggi. "Keluarlah Lev!"
Asap tipis merah bergradasi oranye menguar dan perlahan-lahan menebal hingga membentuk gumpalan mirip awan. Sedetik kemudian, makhluk berkaki empat melesat keluar dan berdiri di hadapan mereka. Sosok singa jantan berdiri gagah sambil membuka mulut lebar-lebar.
Neg dan Kenneth segera menutup telinga untuk mengantisipasi auman keras yang memekakkan telinga. Ternyata meleset. Bukannya mengaum, Lev justru menguap seperti yang biasa ia lakukan ketika mengantuk. Makhluk bersurai tebal ini justru merebahkan diri dan memejamkan mata—tidur.
"Lev, ini bukan saatnya tidur!" Awalnya Kenneth berjongkok dan menepuk-nepuk pelan bahu si singa jantan untuk membangunkannya. Namun, tidak ada pergerakan berarti selalu geraman sebal. Tepukannya berevolusi menjadi tamparan cepat. "Pintu Flux ... Pintu Flux nyaris tertutup! Kau harus membantuk kami keluar dari sini, makhluk pemalas!"
Lev masih enggan berdiri. Ia hanya mengangkat kepala untuk menatap malas pada Kenneth dan mengibas-ngibaskan ekor, sikap yang menunjukkan ketidasudiannya untuk menuruti permintaan sang majikan.
"Kau harus ingat pesan Jerome Stridon sesaat sebelum kematiannya!"
Lev kembali menggeram pelan dan merebahkan kepala lagi.
Frustrasi dengan kelakuannya, Kenneth mendongak dan mengadu pilu, "Jerome ... kenapa kau mewariskan makhluk tidak berguna dan tidak tahu diri ini padaku ...?" Ia menjeling untuk melihat reaksi Lev, tapi makhluk yang sudah dikata-katainya masih berbaring dan memejamkan mata. "Tahu begini kulepas saja kau pada pemimpin sirkus yang mengincarmu beberapa abad lalu!"
Tidak juga mendapat respon, Kenneth berdiri dan menap Neg. "Razema, caraku gagal. Ada cari lain? Biarkan saja si pemalas ini dimangsa para Gluzzoth rakus!" ujarnya sambil merengut.
Lev membuka satu mata untuk memastikan keseriusan perkataan Kenneth. Tidak lama, telinganya bergerak-gerak untuk menangkap suara berfrekuensi rendah yang tidak mungkin tertangkap pendengaran Neg dan Kenneth. Ia mengangkat kepala dan sibuk mengendus-endus udara yang tiba-tiba berubah lembap.
Perhatian Kenneth langsung beralih dan sibuk memperhatikan gelagat Lev yang memasang sikap waspada. "Kenapa? Mendeteksi Gluzzoth yang datang untuk menelanmu, hah?" ejeknya.
Lev melompat dan mendarat tepat di samping Neg dan merundukkan tubuh, seperti sebuah permintaan untuk menunggangi punggungnya. Neg menurut dan duduk dalam posisi senyaman mungkin. Lev juga mendekati Kenneth lalu menggigit kerah belakang Kenneth dan mulai berlari.
"Hei, kenapa kau menyeretku! Biarkan aku menaiki punggungmu, Lev! Aku bukan anak singa yang bisa kau tenteng begitu saja!" protes Kenneth atas perlakuan berbeda yang ia dapat.
Lev berhenti mendadak dan melepas gigitannya. Ia kembali mengendus udara, tidak peduli dengan majikan yang sempat terbanting. Kenneth membalik tubuhnya hingga terlentang.
Hati Kenneth pedih akibat perlakuan semena-mena peliharaannya. "Jerome, apa yang ada di kepalamu sewaktu mewariskannya padaku?" gerutunya.
Neg yang mendengar gerutuan getir Kenneth hanya mengulas senyum. Ia mengusap-usap lembut surai sang singa, seolah ingin mengingatkan supaya Lev bersikap lebih baik terhadap wakilnya. Senyumnya segera hilang setelah mendeteksi sesuatu yang tidak kelihatan, tapi bergerak cepat ke arah mereka. Kenneh juga merasakan hal yang sama. Ia buru-buru naik ke punggung singa yang ukurannya jauh lebih besar daripada jenis yang biasa berkeliaran di sabana atau kebun binatang.
Tidak ingin membuang waktu, Lev segera berlari hingga kecepatannya menyamai peluru yang dimuntahkan dari senapan menuju sasaran—Gerbang Flux—yang lingkarannya makin mengecil.
Tiang pasir berbentuk tangan raksasa menyeruak keluar dari bawah permukaan pasir dan nyaris mengenai mereka bila Lev tidak segera menghindar. Dua penumpangnya yang nyaris terlempar, segera mempererat cengkeraman mereka. Tangan Kenneth bahkan turun dari bahu Neg dan berakhir memeluknya erat-erat.
"Kenneth ... aku tidak bernapas. Lepas."
"Ma—maaf, Razema!" Kenneth buru-buru melepas tangannya, tapi kembali mencengkeram bahu Neg akibat guncangan demi guncangan yang semakin sering terjadi.
Lev masih berakrobat gesit untuk menghindari serangan demi serangan agresif musuhnya, seolah mereka adalah nyamuk yang harus ditepuk hingga setipis kertas.
Sekian lama berada dalam kondisi defensif, cadangan keberuntungan Lev habis. Ia terjepit di antara jari-jari tangan pasir raksasa. Meski menggeliat-geliat sekuat tenaga, ia tidak berkutik.
"Lev! Kembalilah!" perintah Kenneth sambil mengangkat tinggi-tinggi tangannya yang terkepal erat.
Lev tidaklah sepenurut Zeb. Kekeraskepalaannya seolah cerminan dari Kenneth sendiri. Ia masih berusaha melawan, meski gigitan demi gigitan tidak berhasil melukai tangan pasir tersebut.
"Dasar singa keras kepala! Apa yang harus kulakukan, Razema?" Kenneth mendongak pada Neg yang mengudara dengan sayap harpy.
Neg sibuk memperhatikan sekeliling untuk mencari sumber yang mengendalikan si tangan pasir. "Pasti ada yang mengendalikan pasir di tempat ini!" Mata kirinya terus bergerak mirip lensa kamera yang mencari titik fokus.
Onsicular adalah kata yang harus disebut Neg untuk mengaktifkan kemampuan yang praktis mengubah mata kirinya menjadi sebuah kamera. Cukup dengan menyebut Ofsicular untuk mematikan fungsi dan mengembalikan matanya seperti semula.
"Daemon yang lain?"
"Biar kupastikan." Mata kiri Neg sudah mengambil beberapa foto. Sekarang saatnya mencocokkan hasil tangkapan. Ia menengadahkan tangan dan muncullah buku tebal di hadapannya. Sembari mengucapkan sesuatu, buku yang melayang tersebut membuka cepat dan berhenti pada satu halaman tertentu yang memuat satu profil. "Sandoscora?"
Menurut keterangan di halaman buku, Sandoscora merupakan daemon sekelas Gluzzoth yang mereka hadapi tadi. Bentuk aslinya hanyalah katerpilar gemuk tanpa mata, memiliki dua antena berbentuk kaktus dengan ujung berbulu dan berkaki enam. Meski berkaki banyak, makhluk bertubuh lunak ini sama sekali tidak lincah, bahkan tidak mampu menopang dirinya sendiri.
Salah satu ciri keberadaan Sandoscora adalah cekungan pasir dan tanaman mirip kaktus berbulu merah di pusatnya. Tanaman mirip kaktus tersebut akan mekar dan menebar aroma yang disukai oleh mangsanya. Bila sudah terjebak, mereka akan dilahap dan ditelan bulat-bulat.
"Kenneth, buat perlindungan!" teriak Neg mengingatkan. Tangannya kembali terentang, siap mengeluarkan petir andalannya.
Kenneth buru-buru membuat perisai beraura merah yang melingkupi tubuhnya, dengan begini ia tidak perlu takut tersambar petir. Ketidakpatuhan Lev membuatnya berakhir transparan seperti Zeb. Sulur merah dari tanaman kaktus yang muncul dari ujung jari tangan raksasa, menusuk dahi dan menyerap energinya hingga ia menghilang.
Neg sumrigah setelah menciptakan karya seni baru. Bagian tangan pasir yang tersambar petirnya, mencuatkan tabung-tabung kaca merah dengan aneka gradasi dari merah pekat hingga nyaris tembus pandang. Permukaannya yang kasar dan bergerigi mengingatkannya pada sekumpulan terumbu karang. "Fulgurite merah!" serunya dengan mata berbinar karena koleksi uniknya di lemari pajang akan bertambah.
Kesialan Kenneth tidak berhenti dengan ketidakpatuhan Lev. Tangannya tergelincir, menggenapkan rekor hari ini, jatuh untuk ketiga kalinya. Bukan hanya itu, permukaan pasir yang miring juga membuatnya terperosok dan terjebak di dasar cekungan yang dibuat oleh Sandoscora.
Seharusnya ia aman-aman saja selama berdiri diri, makhluk buta yang mengandalkan getaran ini tidak akan mendeteksi keberadaannya. Namun, satu gerakan kecil bisa mengantar Kenneth tercebur dalam mulut besar menganga bergigi tajam yang siap melelehkannya dalam sumur asam sulfat.
***
Glosarium
Fulgarite: Formasi kaca alami, hasil dari pasir yang tersambar petir.
Sewaktu petir menyambar pasir (bisa juga tanah) yang kaya kuarsa atau feldspar, suhu yang sangat tinggi akan melelehkan pasir. Hasil dari proses pendinginan yang cepat ini membentuk tabung atau silinder kaca panjang berujung tumpul. Ukurannya bervariasi dari beberapa cm sampai beberapa meter. Permukaannya cenderung kasar/bergerigi, tergantung tekstur pasir (atau tanah).
Warnanya tergantung dari jenis mineral. Kalau dari pasir kuarsa biasanya dari abu-abu sampai cokelat. Ada juga yang full transparan atau hanya sebagian. Bentuknya yang unik sering dijadikan perhiasan atau dekorasi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top