# Chapter 02
#Kena PHK
Setelah maksimal lima hari berturut-turut menyelami dunia perkantoran yang penuh dengan seabrek deadline yang harus ditepati, serta ragam manusia yang ditemui, maka sangat dinantikannya dua hari di akhir pekan. Biasanya, banyak manusia memanfaatkan hari tersebut dengan bermacam kegiatan. Namun, tak sedikit pun yang dimanfaatkan untuk mengistirahatkan raga dan jiwanya, istilah lebih halus bagi kaum malas gerak, mager.
Berbeda dengan kebanyakan manusia yang umumnya menggunakan pagi hari, saat mentari baru saja lahir di ufuk timur, pria menjelang usia akhir 20-an sudah siap dengan setelan olahraganya. Menurutnya, selain membuat tubuh merasa lebih berenergi, sudah banyak pula situs website yang dia telusuri bahwa olahraga pagi lebih efektif memberikan energi positif dan kejernihan mental jika dibandingkan dengan secangkir kopi.
Setelah mengikat tali sepatunya dan mengetuk-ngetuk bagian kaki belakangnya, memastikan kalau ikatan tali tersebut tidak longgar, baru lah ia sedikit melompat-lompat ringan. Kemudian melirik jam tangan setelah menyetel durasi olahraga. Ia tersenyum puas. Cuaca yang ramah seakan menambah motivasinya untuk memastikan kalau hari yang dilaluinya akan tetap produktif, sekali pun di hari libur. Namun sayangnya, ia tidak akan tahu bahwa semua yang diharapkan, tidak selalu berujung baik ke depannya.
•oOo•
Keberadaan makhluk berkaki empat dengan bulu-bulu yang mudah rontok--sepertinya karena tidak memakai perawatan rambut yang ditawarkan di televisi--hewan ini sering dianggap sebagai makhluk menggemaskan bagi para pencintanya. Namun, tidak bagi Luna. Ia akan memblacklist keberadaan makhluk itu sejauh-jauhnya dari semua indra tubuhnya.
Bukan tanpa alasan Luna membenci makhluk itu setengah mati, sebab sudah banyak kejadian yang melibatkan Luna dengan kucing--hewan yang paling tidak disukai keberadaannya--secara tidak sengaja membuat keduanya memiliki radar tidak saling menyukai. Sayangnya, kadang ada pula kucing yang jail mendekatinya, padahal sudah jelas-jelas Luna mengusirnya secara halus.
“Hush, hush, huhs!” Luna mengibas-ngibaskan kemoceng di depan kucing bertubuh gempal. “Ya ampuuun, kenapa kamu betah-betah nongkrong di sini, sih! Huush, nanti kalau kamu pup, kamu nggak bakalan bersihin bekasnya, kan?” omelnya, sembari berkacak pinggang. “Kamu ditinggalin Ayang, kan? Makanya ngunsi ke sini? Hayo ngaku! Kemarin malam aku denger suara kamu raung-raung gitu.”
Omelan Luna sepertinya tidak berpengaruh pada sang kucing yang asik menjilati bagian tubuhnya secara teratur. Luna mendesah lelah. Ia merasa frustrasi dengan kucing loreng yang sudah seminggu lalu menganggu waktunya di kost.
Saat Luna memutar otak guna mengusir kucing ini dari halaman kost, sempat terpikir di benaknya untuk membakar bukhur. Wewangian khas Arab yang dibakar, bisa menggunakan kayu gaharu alami maupun buatan. Bahkan Luna sampai kepikiran untuk menyediakan kemenyan, wewangian yang berasal dari getah pohon damar, yang konon sering digunakan untuk ritual mengusir roh jahat. Karena siapa tahu, cara tersebut efektif untuk mengusir tamu tak diundang itu--kucing--dari Luna tanpa harus disakiti. Karena bagaimanapun juga ia masih punya hati nurani.
“Lagian, siapa sih, yang pungut kamu. Nggak bertanggung jawab amat,” gerutu Luna sebab kehabisan akal untuk mengusir hewan itu dengan cara baik-baik.
Hingga tak berselang lama, ternyata penjinak kucing itu akhirnya datang. Luna menggelengkan kepala. Melihat tampang badannya yang bertubuh tinggi lagi kekar, sangat kontras dengan sikap lembutnya terhadap kucing yang bermanja ria dalam rengkuhannya.
“Astaga, sepertinya aku perlu istirahat,” ungkap Luna. Ia memegangi kepalanya, layaknya melihat pemandangan yang tak baik bagi jiwanya. “Aku baru saja melihat Raja Monster luluh hatinya karena monster lain. Benar-benar aneh!”
•oOo•
Televisi kini diramaikan dengan tayangan tentang kasus penggelapan dana perusahaan oleh salah satu lini perusahaan kenamaan. Berbagai surat kabar dalam media cetak, maupun tersebar melalui forum daring, telah menggemparkan warga perusahaan. Tak sedikit, para investor kepercayaan pun turut andil dalam menarik dana mereka supaya bisa menyelamatkan kekayaan yang ada, sedikit atau sebanyak apa pun yang tersisa.
Kantor Luna sudah ketar-ketir menerima kiranya ratusan panggilan dari beragam sumber. Kebanyakan dari pihak media massa, sisanya berasal dari klien maupun orang asing yang melampiaskan amarahnya pada perusahaan. Keadaan kantornya sangat senada dengan langit di hari itu, terlalu panas dan kegerahan!
“Luna!” panggil Ayu yang baru saja kembali dari ruangan Bos. “Kamu dipanggil sama Pak Kaisar.”
Glabela Luna terlipat. “Tumben. Kenapa, Yu?”
Orang yang ditanyai hanya mengedikkan bahu. “Coba aja kamu datangin.”
“Sekarang banget?”
“Iya, kenapa emang?” Ayu memerhatikan Luna yang kebingungan antara harus menyelesaikan tanggung jawabnya yang diberikan Bos Besar, atau mengikuti perintah sang Bos. “Ada yang bisa aku bantu?” tawarnya.
Mata Luna seketika bersinar cerah. “Boleh? Nggak apa, kah? Nggak merepotkan, kan?”
Ayu tertawa kecil. Reaksi Luna masih sama dengan masa-masa awal, saat gadis itu magang di bawah pengawasannya. “Nggak apa, Luna.” Ia mengambil alih pekerjaan Luna dengan memboyong satu tumpukkan besar, tugas dari Bos Besar. “Gih, kamu temui Bos dulu. Kali aja emang beneran urgent. Mukannya makin nyeremin.”
“Yakin, aku bakalan balik secara utuh?”
“Ya ampun, Lun. Kemarin aja siapa yang nakut-nakutin aku?” Tawa Ayu terdengar renyah di telinga. “Nggak apa. Selagi Bos nggak gigit, kita aman. Yah, walaupun dia lajang.” Ayu bersiul sesaat, sebelum meninggalkan Luna yang cemas setengah mati sampai tiba di hadapan sang Bos.
“Semoga firasat burukku bukan berarti apa-apa,” monolog Luna. Ia yakin bahwa prinsip, apa yang kita yakini, itulah yang hendak terjadi, benar adanya.
•oOo•
Laju kendaraan memekakkan gendang telinga. Ragam manusia berkendara dengan patuh dan pelanggar jalan, menjadi satu dalam riuh rendang petang kala itu. Senja yang terlukis di angkasa, menemani iringan burung-burung yang pulang ke sangkar mereka. Begitu pun dengan manusia yang nantinya akan pulang ke tempat muasalnya saat tiba waktu berpulang.
Mata sembab Luna tidak dapat ia tutupi lagi dari orang-orang. Padahal niatnya, ia ingin menumpahkan segala perasaannya di kost, tetapi siapa yang sangka kalau kelopak matanya bakalan bocor di tengah jalan seperti sekarang. Ia menyeka asal titik penghabisan emosinya. “Ke-kenapa ... harus a-aku ... sih!” Isaknya masih terdengar. Ia hanya bisa menatap nanar pada secarik surat persegi panjang yang sudah lecek akibat emosinya yang meluap-luap.
“Mentang ... mentang ... aku yang muda, mereka ... tega banget.” Luna menutup muka, kembali menangis dan mengabaikan orang-orang yang menatap iba padanya. Ia tidak sedang dalam mode memerhatikan pendapat orang tentangnya.
Lalu, tanpa di sadari ada seseorang yang memberikan cup es krim yang diberi perisa coklat padanya.
“Eh!”
Keterkejutan Luna belum sampai di sana. Orang itu menuturkan kalimat yang jarang-jarang Luna dengar semenjak mereka menjadi tetangga kost selama tiga tahun belakangan ini, Aryan Mahendra. Dia bukan tipe orang yang seperti sekarang ini.
“Katanya, es krim mampu menghasilkan hormon serotonin.”
“Lalu?” Sebetulnya, Luna tahu sedikit tentang hormon yang dimaksudkan itu. Sejenis hormon yang menghasilkan perasaan baik, seperti nyaman dan bahagia. Namun, melihat ekspresi panik dari lawan bicaranya, membuat Luna sedikit terhibur.
“Yah, pokoknya gitulah!” ucap Aryan sekenanya. “Kalau nggak mau, buang aja. Jangan memaksakan diri untuk membuat orang merasa lebih baik, kalau hati nggak setuju.”
Saat Aryan hendak mengambil es krim dari tangan Luna, ia segera mencegahnya. “Tidak! Barang yang udah diberi, nggak boleh balik diminta. Pamali, tahu!”
~TBC~
So, gimana ceritanya? Stay tune ya, masih awal-awal kok.
Keysip!
Klik ✨ dan ramaikan di kolom komentar ya!
.
.
.
Mau kasih saran/kritikan terhadap cerita ini? Boleh banget, kok. Jangan sungkan sungkan yaw~
.
.
.
Pye-pye~
Salam Hijau🍃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top