Part 2 - Aldrich & Felicia
Suara gesekan sebuah pintu yang terbuka menyadarkan kedua lelaki itu bahwa sebentar lagi mereka tidak akan menjadi dua-duanya orang yang berada di sana.
Aldrich sudah bisa menebak siapa yang baru saja bergabung dengan mereka dari arah pintu yang terbuka. Pintu kamar tidur yang ditinggalkannya beberapa saat yang lalu untuk menjernihkan pikiran.
Dan pelaku dari kepenatan pikirannya itu sedang berdiri canggung di depan pintu yang sudah kembali tertutup, mengenakan kaos kebesaran milik Aldrich dan celana pendek yang hilang dibalik kaosnya.
Jonathan segera berdiri dari tempatnya duduk bersama sahabatnya beberapa saat lalu sambil mematikan rokok ditangannya ke dalam wadah asbak di meja depan mereka.
"Gue masuk kamar lagi deh." Katanya dengan nada penuh kerelaan tidak ingin mengganggu pasangan baru itu.
"Gue cuma mau ambil minum kok, Jo." Kata Felicia buru-buru. Takut kehadirannya mengganggu kedua orang sahabat itu walau tujuan awalnya keluar kamar memang untuk mencari lelaki yang menghilang dari sisinya saat dia terbangun tadi.
"Gue juga cuma ngerokok bentar," balas Jonathan sambil tersenyum kepada Felicia tanpa menunda kepergiannya, "gue balik kamar lagi, mau tidur sampe siangan." Jelasnya tanpa ditanya sambil menepuk pundak Aldrich sambil melewatinya.
Felicia membalas senyum lelaki itu masih sama canggungnya. Dia memang baru mengenal lelaki itu seminggu belakangan ini setelah status barunya sebagai pacar Aldrich dan bahkan dia belum pernah berbicara dengan Jonathan kecuali saat bersama Aldrich seperti kesempatan barusan.
Jonathan menghilang ke balik pintu kamarnya dan meninggalkan mereka berdua disana.
Felicia berjalan mendekati Aldrich yang sudah memandangnya semenjak sahabatnya berjalan menjauh dari sofa. Dia duduk di tempat tadi Jonathan berada.
"Kamu kok bangunnya pagi banget?" Tanyanya berbasa basi walau bukan itu yang sebenarnya ingin diketahuinya.
Aldrich melingkarkan lengannya untuk menyentuh pinggang gadis itu dengan tangannya yang menganggur.
"Cari udara bentar," jelasnya sambil menunjukkan puntung rokok kedua yang dibakarnya dengan jari tangannya yang lain.
Felicia mengangguk-angguk paham sementara Aldrich memainkan jari-jarinya di sekujur punggung gadis itu yang berlapiskan kaosnya sendiri yang terlihat kebesaran di tubuh mungil itu. Padahal kaos itu biasanya melekat pas di tubuhnya sendiri.
Harus diakuinya, Felicia yang mengenakan kaos longgarnya dengan rambut ikal tergerai dan wajah bangun tidur tanpa make-up-nya terlalu sensual dan menggelitik nadinya. Apalagi dengan mengingat fakta bahwa perempuan cantik itu sudah menjadi miliknya sejak semalam, walau kenyataan atas kesalahan semalam tetap membuatnya cemas.
"Oh iya, aku pinjam kaos kamu, Al," katanya tiba-tiba menjelaskan setelah Aldrich memperhatikan tubuhnya intens beberapa saat yang membuatnya mengira itu yang menjadi fokus lelaki itu.
"Soalnya baju yang aku bawa lehernya kebuka semua," jelasnya menggantung tanpa melanjutkan sambil meraba lehernya sendiri. Wajahnya bersemu merah sambil berharap Aldrich paham maksudnya.
Aldrich mengikuti gerakan tangan Felicia dengan jari dan pandangannya dan menemukan cukup banyak tanda dari hasil nafsu gilanya semalam yang tercetak di sekujur kulit leher gadis itu.
"Nanti pulang pakai jaket aku aja ya buat nutupin," kata Aldrich penuh rasa bersalah, "semoga nggak keliatan orang rumah kamu."
"Nanti di rumah aku bisa pake kaos turtleneck, kok." Kata Felicia yang membuat Aldrich sedikit tenang.
Mereka kembali berdiaman beberapa saat. Saling menunggu topik yang harus mereka mulai mengenai semalam.
"Kamu.. nggak papa?" Aldrich berusaha mencari pertanyaan yang paling tepat untuk ditanyakan kepada perempuan itu. Tangannya masih bertengger di leher Felicia dan mengusap pipi gadis itu.
Belum pernah dia merasakan bersalah dan bingung seperti saat ini setelah menghabiskan malam bersama pacar-pacar sebelumnya.
Kernyitan kesakitan dan air mata Felicia semalam akibat paksaan hasratnya terus mengganggu pikirannya sejak semalam. Pernyataan Jonathan tadi salah. Mereka tidak benar-benar melakukannya atas dasar mau sama mau pada awalnya. Walaupun pada akhirnya gadis itu mengikuti permainannya dengan baik dan atas kesadarannya sendiri.
Felicia mengerucutkan bibirnya manja sebelum menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki di hadapannya.
"Sakitnya semalem kamu baru nanyain keadaan aku sekarang. Kamu basi, tau nggak?" Katanya dengan nada merajuk penuh kemanjaan walau di wajahnya yang tidak terlihat Aldrich itu tersenyum sipu.
"Kalo sekarang aku udah nggak kenapa-napa, Al," tambahnya sambil kemudian mendongakkan kepalanya sedikit untuk memandang kekasihnya itu, "sakitnya udah nggak berasa, cuma keinget enaknya.."
Felicia cekikikan sambil menyembunyikan wajahnya di badan Aldrich karena malu atas apa yang baru dikatakannya sendiri.
Aldrich sendiri memeluknya sambil tertawa gemas atas kelakuan gadis itu barusan. Dikecupnya ubun-ubunnya dengan sayang kemudian menarik leher gadis itu untuk kembali sejajar dengannya dan mencium bibirnya. Mereka berciuman.
Inilah penyebab utama kesalahpahamannya menganggap Felicia sudah bukan 'gadis' lagi. Felicia bisa dengan mudahnya bergelayut manja kepadanya, melontarkan kalimat-kalimat sensual dan melemparkan pandangan menggoda kepadanya seperti yang barusan dilakukannya.
Felicia mematahkan teori-teorinya selama ini yang membagi perempuan menjadi dua tipe yang saling berkebalikan. Tipe alim yang belum pernah melakukan dan tipe agresif yang sudah pernah. Aldrich yang selalu merasa dirinya cukup cerdas dalam hal ini harus mengakui bahwa dirinya salah kali ini.
Aldrich merasakan tubuh gadis itu semakin merapat kedadanya sementara mereka masih saling melekatkan bibir berusaha mencicipi pasangannya. Pertemuan organ tubuh mereka, baik dari bibir hingga bagian tubuh Felicia yang menonjol dibalik kaosnya, berhasil membuat lelaki itu kembali kehilangan akal sehatnya seperti semalam.
Dan Aldrich berani bersumpah walau dia yang berinisiatif mencium gadis itu lebih dulu, Felicia yang berusaha memancing gairahnya. Tujuan awalnya memang benar hanya ingin mengecup bibir perempuan yang membuatnya gemas itu, tidak lebih. Felicia-nya lah yang mendekatkan tubuh moleknya sambil mengubah ritme pergumulan bibir mereka serta menyelipkan desahan pada napasnya untuk menggelitik gairahnya.
Aldrich menurunkan tangannya yang tadi membantu menopang leher gadis itu agar dapat menyelinap masuk ke balik kaosnya untuk bersentuhan dengan punggung mulus Felicia. Aldrich mengutuk dalam hati saat menemukan bahwa tidak ada tali pengait apapun di sekujur punggung Felicia, yang berarti bahwa gadis itu tidak menggunakan bra keluar dari kamar tadi. Pantas saja sentuhan tubuh mereka saat berpelukan tadi memberikan sensasi yang tidak normal.
Dan sekali lagi Aldrich hampir kehilangan akal sehatnya.
"Ehem.." suara berdeham berat yang dibuat-buat menyadarkan mereka dari aktivitas pribadi mereka.
Aldrich dan Felicia menengok dan menemukan sang pengganggu yang ternyata lebih dari satu orang. Pasangan itu baru saja keluar dari kamar mereka yang tidak dihuni baik oleh Aldrich maupun Jonathan.
"Gue nggak maksud ganggu sih, tapi ini tempat umum," ejek suara berat milik lelaki itu sambil menyeringai penuh maksud.
Aldrich hanya melengos malas atas ejekan sahabatnya yang lain bernama Andreas itu, sementara Felicia nampak canggung melihat kehadiran kedua orang itu.
Bukan hal yang harus digunjingkan di antara ketiga sahabat itu sebenarnya saat melihat sahabatnya yang lain melakukan hal seperti barusan, karena mereka sudah terlalu sering melakukannya. Dan mereka tidak pernah menganggap hal tersebut tabu di antara mereka.
Ejekan seperti tadi hanya dilontarkan untuk candaan semata.
"Gue sama Retha mau sarapan, jadi kalo kalian masih mau lanjut mending di kamar aja. Nanti nafsu makan kita ilang.."
"Br*ngs*k lo!" Maki Aldrich sambil melempar bantal sofa yang terdekat kepada sahabatnya itu untuk membalas.
Andreas tertawa puas sambil menghindari arah lemparan bantal Aldrich dan mengajak perempuan yang dirangkulnya berjalan menuju ke arah kitchen set.
Walau jarak mereka tidak jauh dan masih di ruang yang sama, Aldrich memutuskan untuk tidak mengacuhkan mereka dan kembali memandang Felicia.
"Mau ke kamar?" Bisiknya hampir tanpa suara sambil menunjuk ke arah kamar mereka dengan ujung matanya.
Felicia mengedarkan kedua bola matanya nampak berpikir, membuat Aldrich sempat menduga bahwa perempuan itu tidak satu suara dengannya tentang menuntaskan apa yang baru saja mereka mulai, sebelum dia menggigit bibir bawahnya sendiri sambil mengangguk malu-malu perlahan.
Sambil menahan rasa gemasnya atas kelakuan malu-malu kucing perempuan itu, Aldrich bersumpah akan membuat Felicia merasakan akibat dari godaannya itu. Aldrich bertekad melampiaskan seluruh hasratnya ke gadis itu, sambil tetap mengingatkan diri bahwa hal pertama yang harus dilakukannya saat masuk ke kamar adalah merobek sachet berisi kondom agar dirinya tidak menjadi keledai bodoh yang jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top