Part 18 - Campus Couple
Aldrich menjepit puntung rokok di antara bibirnya dan menggunakan pematik untuk membakarnya. Sedetik kemudian dia menghirupnya panjang dan menghempaskannya ke udara.
Dia sedang memanfaatkan waktu jeda antar kuliahnya dengan duduk-duduk di tempat biasa dia nongkrong dengan sahabatnya tanpa memesan makanan sama sekali.
Tidak berapa lama seseorang menepuk pundaknya dan menyadarkannya dari lamunan.
"Nggak pesen apa-apa, Drich?" Tanya Andreas yang baru saja datang bersama Jonathan.
Mereka baru saja selesai dari kelas Manajemen Pemasaran.
Aldrich menggeleng malas sambil menunjukkan rokoknya, "masih kenyang. Rokok doang gue."
"Lo baru dateng ya?" Kata Jonathan melihat wajah mengantuk sahabatnya.
"Enak aja, tadi pagi kan gue ada kelas Bisnis Internasional. Lo lupa ya?" Jawab Aldrich.
Jonathan dan Andreas saling melempar pandangan ragu.
"Gue nggak lupa lo ada kelas pagi sih," kata Jonathan lagi, "cuma biasanya lo nitip absen kan? Lo bukannya males bangun pagi buat ikut kelas doang?"
Aldrich memutuskan untuk hanya menaikkan bahunya menjawab.
Selama ini Aldrich memang berprinsip, selama kelas tersebut dibawakan oleh dosen yang memberikan potensi untuk menitip absen, terlebih kelas tersebut dijadwalkan di pagi hari seperti Bisnis Internasional ini, Aldrich tidak akan melewatkan kesempatan tersebut.
Namun hari ini Aldrich benar-benar bangun pagi dan mengikuti kelas tersebut. Alasan pertamanya karena Felicia ada jam kelas yang sama tadi pagi. Karena Aldrich berinisiatif menjemput Felicia dari rumahnya tadi pagi, otomatis dia mengikuti kelas tersebut dibandingkan hanya menghabiskan waktunya tidak jelas di kantin atau di atap kampus.
Dan alasan keduanya lagi-lagi tetap karena Felicia. Gadis itu berhasil membuatnya ingin segera lulus dan memiliki pekerjaan. Dia ingin segera mengabulkan kepercayaan Felicia kepada dirinya, bahwa dia dapat menjadi pebisnis yang sukses seperti yang dikatakan Felicia semalam.
Dan langkah pertamanya adalah mengikuti setiap mata kuliahnya dengan baik dan bisa lulus dengan nilai memuaskan.
Andreas dan Jonathan duduk di hadapan Aldruch setelah memesan makanannya.
Andreas mengambil sepuntung rokok dari kotak rokok milik sahabatnya dan menyalakannya.
"Gimana masalah pertunangan lo, Drich?" Tanya Andreas berhati-hati, takut emosi sahabatnya itu tidak stabil karena dia menanyakan topik sensitif tersebut.
Dia tahu bahwa seharusnya Aldrich dan Felicia bertunangan secara resmi hari minggu kemarin, walau baik dia maupun Jonathan tidak ada yang tahu bagaimana akhir acara kemarin mengingat seberapa keberatan sahabat mereka itu akan pengikatan tersebut.
"Udah beres," kata Aldrich santai masih sambil menikmati rokoknya.
Makanan yang tadi dipesan Jonathan dan Andreas datang menunda reaksi mereka yang begitu penasaran.
"Beres gimana Drich?" Tanya Jonathan penuh selidik, "maksud lo, lo sama Felicia nggak jadi tunangan?"
Belum sempat Aldrich menjawab, Felicia sudah muncul dari balik lorong menuju ke kantin.
Aldrich memang sudah mengabarinya untuk segera ke kantin setelah kelas paginya berakhir.
Baik Jonathan maupun Andreas berusaha memperhatikan dengan seksama dari ujung kepala hingga ujung kaki gadis itu, rona wajah hingga ekspresinya, berusaha mencari tahu melalui pengamatan mereka tentang apa yang sebenarnya terjadi kemarin.
Dan saat Felicia sudah tiba di tempat mereka dan duduk manis di samping Aldrich, baik Jonathan maupun Andreas baru menyadari ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Sesuatu yang menghiasi dan melingkar di jari tangan Felicia.
Andreas reflek menendang Aldrich yang duduk dihadapannya dan membuat sahabatnya itu meringis kesakitan.
"T*i! Kenapa lo nendang gue? Sakit tau!" Kata Aldrich sambil mengusap-usap tulang keringnya dan membuat Felicia kebingungan.
"Kalian jadi tunangan?!" Kata Andreas yang diikuti dengan rasa ingin tahu Jonathan.
Aldrich mengangguk dengan kesal, "emang kenapa?"
"Lo bilang udah beres?" Katanya mengulang apa yang tadi disebutkan Aldrich dengan santainya seolah masalahnya sudah selesai.
"Emang udah beres!" Ulang Aldrich dengan semakin meninggikan nadanya kesal.
Seketika mereka menyadari bahwa yang dimaksud Aldrich dengan beres adalah bahwa mereka benar-benar sudah bertunangan. Jonathan dan Andreas terdiam, berusaha mencerna mengapa hal tersebut bisa terjadi dan Aldrich nampak biasa saja, mengingat seberapa antipatinya lelaki itu seminggu yang lalu.
Sementara itu Aldrich mengembalikan fokusnya kepada gadis di sisinya dan memberikan senyumnya.
"Kamu mau pesen makan apa?"
Felicia menggeleng, "aku masih kenyang, kamu kok nggak pesen juga?"
"Aku juga masih kenyang, nanti abis kuliah kedua aja baru makan."
Aldrich mencuri kesempatan untuk menyentuh jari-jari mungil Felicia yang mengenakan cincin darinya, tanpa menyadari pandangan kedua sahabatnya yang memandang Aldrich dengan asing dan kagum.
Tidak berapa lama kemudian, Bianca muncul dari lorong yang sama dari tempat Felicia datang beberapa saat yang lalu, namun dengan langkah tergesa-gesa menghampiri tempat mereka duduk.
Bianca tidak menyapa ataupun merangkul pacarnya seperti yang biasanya dia lakukan dan malahan duduk di sebelah Felicia dan mencari-cari sesuatu di area lengan gadis itu.
Bianca menemukan sesuai apa yang dicarinya sedang berada dalam genggaman Aldrich, dan matanya berbinar.
"O my God! Lo beneran udah tunangan?!" Kata Bianca masih kelihatan tidak percaya.
Dan anggukan tersipu Felicia membuat Bianca memeluknya, "selamat ya! Gue turut seneng, Fel!"
"Makasih, Bi."
"Kamu kok bisa tau sih, Beb?" Tanya Jonathan menyela pertemuan kedua gadis itu dengan penasaran.
Dan Bianca menjawabnya sambil menatap Felicia, seolah gadis itu yang bertanya kepadanya, karena dia merasa Felicia lah yang paling perlu tahu hal ini.
"Gosipnya udah kesebar satu kampus, Fel! Tadi pas lagi kelas, kayaknya ada yang nyadar kalo lo pake cincin dan semuanya langsung berspekulasi bahwa lo dan Aldrich tunangan. Bahkan ada yang kirim foto elo yang diambil diam-diam dan di-zoom di bagian jarinya. Terus gue dapet forward-annya."
Bianca bercerita panjang lebar sambil memperlihatkan foto-foto diponselnya.
Aldrich yang biasa tidak peduli akan hal-hal berbau gosip seperti itu mau tidak mau ikut melihat isi ponsel milik Bianca. Aldrich tidak habis pikir ada yang seniat itu menyebarkan gambar jari pacarnya, dan gambar itu bisa tersebar dengan sangat cepat hanya dalam hitungan jam.
"Kamu terkenal banget sih, Al," kata Felicia sambil tersenyum kepada Aldrich setelah melihat foto tersebut.
Kalau orang lain yang mengatakannya, Aldrich yakin bahwa kalimat itu adalah ejekan. Namun karena ini keluar dari mulut seorang Felicia, menurutnya ini adalah sebuah pujian dari gadis itu, dan dia hanya bisa membalas dengan senyuman sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya iyalah," sambung Andreas tanpa diharapkan oleh Aldrich, "Si petualang akhirnya takluk, siapa yang nggak penasaran."
Dan kali ini giliran Aldrich yang menendang tulang kering lelaki di hadapannya sebagai bentuk kekesalannya.
Andreas meringis kesakitan dan tidak ada yang memedulikannya.
Pastilah bukan untuk pertama kalinya Felicia mendengar hal tersebut. Aldrich sangat yakin dengan itu. Bahkan dia sempat menganggap perempuan yang masih mau saja menjadi pacarnya, walau hampir seluruh warga kampus ini sudah tahu seperti apa kelakuannya, pasti adalah perempuan yang hanya mau dan sudah siap bermain-main dengannya.
Namun tetap saja dia tidak ingin Felicia mendengar hal tersebut saat sedang bersamanya. Dan dia tidak ingin gadis itu mendengar hal tersebut ke depannya. Karena Felicia berbeda.
"Pokoknya mulai sekarang lo nggak boleh kemana-mana sendirian Fel!" Kata Bianca memperingati.
"Kenapa memangnya?" Tanya Felicia tidak paham.
"Ya kalo beritanya seheboh ini cuma dalam hitungan jam, nggak ada salahnya kalo lo hati-hati. Artinya kan semua orang cukup kepo untuk hal ini, entah dalam arti positif atau negatif," kata Bianca menjelaskan maksudnya.
Felicia mengangguk-angguk walau tidak sepenuhnya paham apa yang dimaksud sahabatnya itu, dan Aldrich mendengus menganggap pacar sahabatnya itu berlebihan.
Dia bahkan bukan seorang artis, jadi apa yang bisa membahayakan Felicia atas fakta dia dan gadis itu bertunangan.
Aldrich kembali berusaha membuat perhatian Felicia balik kepadanya. Dia menggerakkan jemarinya dan kembali memainkan jari Felicia dalam genggamannya.
"Cia, kamu selesai kuliah jam berapa?" Katanya separuh berbisik, malas ketika yang lain ikut menanggapi pembicaraannya dengan Felicia.
"Jam tiga," jawab Felicia sebelum bertanya balik, "kamu, Al?"
"Aku selesai jam dua belas. Kamu telpon Pak Pri ya, bilangin nggak usah jemput, aku yang anter kamu balik aja."
"Tapi bukannya kamu balik duluan? Kan kuliah kamu udah selesai jam dua belas."
"Aku tunggu di kantin aja, gampang kok." Jawab Aldrich santai.
Felicia mengangguk, "ya udah, aku kabarin Mama aja, minta Mama bilangin Pak Pri nggak usah jemput aku," katanya seraya mengambil ponsel dan mengutak atiknya.
"Cia," panggil Aldrich lagi, "sebelum pulang nanti kita nonton dulu mau nggak?"
"Nonton apa? Ada film yang mau kamu tonton?" Tanya Felicia kembali fokus kepada lelaki itu setelah berhasil mengirimkan chat kepada Mamanya.
"Apa aja, bebas kok." Jawabnya.
Sebenarnya dia hanya ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama dengan gadis itu hari ini, dan mengajaknya menonton hanya menjadi salah satu alasan pendukung saja.
Dan sepertinya Felicia paham dengan maksudnya, atau Felicia juga merasakan hal yang sama karena dia menyetujuinya.
"Ya udah, kita lihat dulu aja ya ada film yang bagus atau nggak. Kalau nggak kita jalan-jalan aja ya."
"Boleh," jawab Aldrich puas.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top