Part 17 - Engagement

Felicia cantik banget!" Kata Mama Vanessa heboh sambil menghampiri keluarga yang baru saja tiba.

Papa Abby bahkan tidak sempat menahan kelakuan memalukan dan berlebihan istrinya yang berhamburan mendatangi pasangan suami istri dan putrinya tersebut.

Aldrich memutuskan berpura-pura tidak melihat apapun kecuali Felicianya yang memang sangat cantik, sementara Papa Abby harus pasrah maju dan menemani istrinya menyambut tamu mereka.

Mereka kini berada di sebuah ruangan VIP berukuran lima kali lima meter di restoran makanan bergenre chinese.

Aldrich dan kedua orang tuanya memang sudah tiba hampir lima belas menit lebih awal karena mereka adalah pihak pria yang merupakan tuan rumah.

"Malam, Om, Tante," kata Felicia sambil memberikan senyum manisnya kepada kedua orang tua Aldrich dan lirikannya kepada sang putra.

Aldrich harus menahan diri untuk tidak menghampiri Felicia seperti yang dilakukan Mamanya dan mendekapnya erat seperti yang semalam dilakukannya. Karena dia benar-benar sudah merindukan gadis itu hanya dalam hitungan satu malam.

Terlebih karena Felicia tampil sangat mempesona hari ini. Menurut Aldrich, Felicia sama cantiknya dengan malaikat saat dia pertama kali muncul dari balik pintu beberapa menit lalu. Felicia mengenakan flare dress berwarna putih sepanjang lutut dengan make-up tipis dan rambut ikalnya yang dijepit hanya di bagian pelipis kiri.

Jantung sialannya berdegup berlebihan saat Felicia dan kedua orang tuanya berjalan masuk ke dalam ruangan dan mendekat ke arahnya. Kini dia merasa sangat bodoh pernah berpikir untuk membatalkan pertunangan ini.

"Aldrich, sapa Mama Papanya dulu dong, kamu nih liat Felicia sampai nggak kedip gitu!"

Mama Vanessa berhasil membuatnya mati kutu dan memaki dalam hati. Wajahnya pasti memerah kalau dia tidak menunduk dalam-dalam. Terlebih lagi dia menangkap baik Mama maupun Papa Felicia menertawakan kelakuannya barusan.

"Om, Tante," sapa Aldrich salah tingkah.

Felicia berjalan perlahan mendekati Aldrich. Sejujurnya dia juga ingin segera memeluk lelaki itu setelah terakhir menyentuhnya semalam. Aldrich tampak tampan dalam kemeja hitamnya. Rambut ikal yang biasanya dibiarkannya acak-acakan kini dirapikannya menggunakan gel.

Mama Andrea menahan lengannya sebelum putri semata wayangnya itu menjauh darinya.

"Cia, kamu mau ngapain? Kamu yang sopan dong," kata Mama Andrea separuh berbisik kepada Felicia.

"Mau ketemu Aldrich, Ma," Felicia memandang depresi sambil memelas manja kepada Mamanya.

"Kan baru semalem Aldrich anterin kamu pulang, masa nggak bisa sabar sebentar aja, belum juga kita duduk." Kata Mama Andrea lagi.

Felicia mengerucutkan bibirnya mendengar larangan Mama Andrea, yang membuat yang lain tertawa dan menggelengkan kepala melihat kelakuan putra dan putri mereka yang tidak jauh beda.

"Mari, kita duduk dulu," kata Papa Abby mengakhiri godaan mereka.

Felicia tidak melewatkan kesempatannya sama sekali dengan kembali berjalan mendekati Aldrich dan mendapatkan tempat duduk di sebelah lelaki itu, sementara kedua orang tua duduk saling berhadapan di sebelah kanan dan kiri pasangan tersebut mengitari meja bundar.

Aldrich memberikan senyum simpulnya lega saat Felicia kini sudah berada di sisinya, walau dia masih berusaha mengendalikan dirinya untuk tidak menyentuh gadis itu sembarangan, mengingat kedua orang tua mereka masih berada di sana dan mereka adalah pusat perhatian saat ini.

"Felicia kuliah semester berapa sekarang?" Tanya Mama Vanessa memulai interogasinya.

"Tahun ini baru masuk, Tante," jawab Felicia.

"Jurusan apa?"

"Psikologi, Tante," jawabnya lagi.

"Sebenernya Felicia mau diajak temannya kuliah di luar negeri, tapi Mamanya ini nih, nggak bisa jauh dari Felicia," kata Papa Davin menambahkan sambil merangkul pinggang wanita yang disayanginya tersebut.

"Felicia anak kesayangan ya," kata Mama Vanessa menimpali, "denger tuh, Aldrich, kamu jangan macem-macem sama Felicia makanya."

Aldrich benar-benar ingin membungkam mulut Mamanya saat ini. Entah apa yang dimaksud oleh Mama Vanessa dari kalimatnya barusan, apakah maksudnya ingin menegaskan kalau Aldrich pernah melakukan hal 'macem-macem' kepada Felicia mengingat apa yang sudah pernah dipergoki Mamanya di apartemen minggu lalu atau hanya sekedar ingin memperingati Aldrich untuk lebih menjaga putri kesayangan orang tuanya tersebut.

Dan Aldrich berharap yang lain hanya menangkap kemungkinan yang kedua.

Untungnya baik Mama maupun Papa Felicia hanya tersenyum menanggapinya, yang artinya mereka menganggap kalimat tersebut hanya sebatas ancaman dari orang tua kepada putranya.

"Kalau Aldrich kuliah jurusan apa?" Tanya Papa Davin kepada Aldrich.

"Manajemen bisnis, Om," jawab Aldrich.

"Kenapa nggak nerusin Papa kamu ambil jurusan kedokteran? Biasanya kalau anak laki-laki suka ikut Papanya," kata Papa Davin berbasa-basi.

Aldrich sudah puluhan kali mendapatkan pertanyaan ini. Gelar dokter yang disandang oleh Papanya terus menghantui sepanjang hidupnya bahkan hingga kini. Ada banyak alasan mengapa dia tidak ingin meneruskan gelar dokter dari keluarganya dan tidak ada alasan yang ditemukannya untuk membuat dia ingin menjadi seorang dokter.

Pertama dia tidak merasa sepintar Papanya dan dia tidak merasa serajin itu untuk dapat belajar bertahun-tahun untuk mendapatkan satu gelar tersebut. Dan kedua dia tidak terlalu berminat untuk menjadi bayang-bayang Papanya selamanya.

Dan harus dilakukannya kali ini adalah mencari alasan bagaimana caranya menjawab secara lebih dewasa dan bijaksana di depan ayah dari pacarnya. Karena selama ini dia tidak pernah memberikan jawaban normal dan sopan atas pertanyaan tersebut selain 'malas' dan 'tidak tertarik'.

Hanya dalam waktu sepersekian detik saat Aldrich sedang memikirkan jawabannya, Felicia mendahuluinya untuk memberi pembelaan.

"Papa, Cia juga nggak ikut belajar fashion kayak Mama atau kerja jadi pengusaha kayak Papa."

"Iya, sayang, Papa nggak ada maksud apa-apa kok nanya gitu," kata Papa Davin memberikan senyumnya melihat kelakuan putrinya tersebut.

"Menurut Cia, Aldrich nanti pasti bisa jadi pebisnis hebat," kata Felicia melanjutkan pembelaannya, "soalnya Aldrich orangnya supel, Pa. Anak-anak kampus nggak ada yang nggak kenal Aldrich dan semuanya baik sama Aldrich."

Mama Andrea menggelengkan kepalanya heran melihat kelakuan putrinya tersebut, "astaga, Cia. Kamu ini ngebelain Aldrich kayak ngebelain suami aja. Cuma ditanya Papa kayak gitu aja argumennya langsung panjang banget."

Kalimat Mama Andrea dilanjutkan dengan tawa yang lainnya melihat kelakuan Felicia.

Hal itu membuat dia bungkam karena malu. Sejujurnya dia tidak menyadari bagaimana argumen sepanjang itu bisa keluar dari mulutnya. Dia hanya merasa tidak adil dengan pernyataan yang diajukan Papanya kepada Aldrich.

Sementara Aldrich hanya bisa menahan senyumnya agar tidak terlalu menunjukkan di depan orang tua mereka seberapa bahagianya dia mendengar kata-kata Felicia barusan.

Dia tidak pernah peduli dengan jurusan apa yang diambilnya atau bakat apa yang dimilikinya terkait dengan masa depannya. Tidak pernah sekalipun dia memikirkan salah satu dari hal tersebut. Dan mendengarkan pembelaan Felicia untuknya membuat Aldrich merasa dirinya berada di jalur yang benar. Untuk pertama kalinya dalam hidup, dia merasa termotivasi atas masa depan yang telah dipilih dan akan dijalaninya.

Sebelum acara makan malam mereka dimulai, dan atas arahan orang tua mereka, Aldrich memasangkan sebuah cincin mungil ke jari manis Felicia, membuat mereka resmi bertunangan sekaligus terikat.

Aldrich tidak tahu bagaimana cara menggambarkan apa yang kini dirasakannya. Namun melihat wajah tersipu dan senyum Felicia membuatnya sedikit lega. Dan setidaknya dengan pertunangan ini, dia bisa membuat lalat pengganggu di sekeliling Felicia menghilang. Toh Mamanya tidak menyuruh Aldrich langsung menikah dan kehilangan kebebasan selamanya. Dia masih punya banyak waktu dan kesempatan.

Tidak berapa lama makanan disajikan dan selama waktu makan diisi dengan percakapan-percakapan orang tua mereka yang mulai meninggalkan topik kedua muda mudi tersebut.

Aldrich mulai merasa lebih bebas saat dirinya dan Felicia tidak lagi menjadi pusat perhatian. Dia merealisasikan hal yang sejak awal pertemuan mereka hari ini sangat ingin dilakukannya, yaitu menggandeng tangan gadis itu.

Di balik meja, Aldrich memanjangkan lengannya dan menggapai jemari tangan Felicia dan meletakkan keduanya di pangkuan gadis itu. Felicia memainkan jari-jari yang sudah memasangkan cincin untuknya dan bersandar di pangkuannya tersebut.

Mereka saling membalas senyum dan menikmati dunia tanpa bicara milik mereka berdua.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top