Part 10 - Tied Up
Ini bukan pertama kalinya seorang Aldrich Shah tidur dengan perempuan.
Aldrich memang mengakui bahwa dirinya bukan orang baik. Dia laki-laki dan bukan hal yang baru jika dia melakukan sesuatu mengikuti nafsunya. Salah satunya seperti yang dilakukannya semalam. Dan salah dua, tiga dan seterusnya seperti yang sudah pernah dilakukannya malam-malam lainnya dengan perempuan lainnya.
Tapi dia selalu cerdas, dia selalu bermain pintar dan dia selalu beruntung. Namun kali ini berbeda. Entah kenapa semua yang dilakukannya bersama Felicia selalu membuatnya menjadi bodoh, ceroboh dan sial.
Pertama, Aldrich yang merasa dirinya seorang ahli menilai wanita, kini salah menduga dan membuatnya menjadi lelaki pertama Felicia, hal yang selalu berusaha dihindarinya ketika memulai hubungan badan. Kedua, Aldrich yang selalu bermain aman, melupakan pengamannya untuk pertama kalinya saat berhubungan dengan gadis itu. Kemudian, Aldrich yang biasanya sangat ahli mengikuti alur permainannya, kini terjebak di tempat yang sama dengan gadis itu, tidak rela melepaskannya namun tidak berani bergerak maju. Dan kini, sebagai puncak kesialannya, hal yang paling tidak pernah disangkanya sama sekali, Mamanya memergokinya berhubungan dengan wanita, dan itu Felicia.
Aldrich sudah berlutut sambil mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi ke atas selama lebih dari tiga puluh menit. Hukuman yang diberikan Mama Vanessa kepadanya, yang tidak pernah berubah sejak kecil sewaktu dia ketahuan bolos dari kelas atau ketahuan memanjat pagar tetangga untuk mencuri mangga.
Felicia duduk di sofa yang letaknya bersebelahan dengan Aldrich yang masih bersimpuh. Sesekali matanya mencuri lihat ke arah Aldrich dengan tidak tega karena kaki lelaki itu sepertinya sudah semakin mati rasa, namun tidak ada yang berani dilakukannya. Tangannya meremas-remas kemeja bagian depannya sendiri dengan resah.
Mama Vanessa duduk di sampingnya masih berusaha membujuknya walau Felicia masih tidak berani mengatakan sepatah katapun kepadanya.
"Kamu nggak usah takut, bilang sama Tante anak Tante ngapain kamu? Kamu cuma perlu ngangguk kalo dia bener ngapa-ngapain kamu. Tante akan bikin dia tanggung jawab atas perbuatannya," kata Mama Vanessa untuk kesekian kalinya membujuk gadis itu.
Melihat ekspresi Felicia membuatnya semakin yakin kalau putranya melakukan hal tidak terpuji kepada anak gadis tidak berdosa yang kini sedang ketakutan karena putranya mengancam bila dia memberitahukan kepada siapapun.
"Mama tega banget sih nuduh anak sendiri 'ngapa-ngapain'," celetuk Aldrich masih dengan posisi yang sama.
"Kamu nggak usah ikut-ikutan ya! Mama nggak ngomong sama kamu, Aldrich! Jangan harap kamu bisa berdiri sampai Felicia bilang apa yang kamu lakuin ke dia!"
"Kaki Aldrich udah mati rasa, Ma!" katanya sambil berpura-pura merintih, berusaha agar Mamanya iba. Walau tanpa diduganya, Felicialah yang bereaksi atas perkataannya.
"Jangan hukum Aldrich lagi, Tante. Aldrich nggak salah. Kita emang sama-sama mau. Jadi Aldrich nggak salah. Felicia yang salah." kata Felicia dengan nada merengek hampir seperti mau menangis.
Aldrich hampir berusaha membungkamnya kalau kakinya tidak benar-benar mati rasa dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Seharusnya Felicia bisa tetap berkeras mengatakan bahwa tidak ada yang terjadi di antara mereka semalam. Dia yakin bahwa masih ada kesempatan dan kemungkinan Mamanya bisa dibohongi.
"Jadi bener semalem kamu sama Aldrich..?" kata Mama Vanessa tanpa menyelesaikan kalimatnya.
Dan Felicia mengangguk sebagai pengganti ketukan palu bersalahnya Aldrich.
"Hari ini juga Tante sama Om akan ajak Aldrich ke rumah kamu, kita akan ngelamar kamu ke orang tua kamu," kata Mama Vanessa seolah sedang menjatuhkan hukuman kepada putranya tersebut.
"Ma," protes Aldrich segera.
"Kamu harus tanggung jawab, Drich. Kalian harus tunangan dulu minimal. Mama nggak peduli kalian mau nikah minggu depan atau habis lulus kuliah, yang pasti Mama mau kalian resmi tunangan."
"Ma," panggilnya masih belum terima.
"Mama janji nggak akan kasih tahu Papa, dengan syarat kamu musti tunangan sama Felicia. Tapi kalau kamu nggak nurutin kata Mama ini, silakan kamu pilih mau pakai cara Mama atau Papa." ultimatum Mama Vanessa yang kini tidak bisa dibantahnya lagi.
Aldrich memang menganggap Mama Vanessa kadang menyebalkan. Namun untuknya berurusan dengan Papanya jauh lebih mengerikan. Lebih baik menyelesaikan masalah dengan cara yang menyebalkan daripada cara yang mengerikan.
Aldrich bungkam.
"Kamu anter Felicia pulang dulu. Felicia, kamu bilang ke Papa Mama kamu nanti malam kita berkunjung ke sana ya," kata Mama Vanessa sambil mengambil tasnya dan beranjak dari sofa, "Biar Mama yang ngomong sama Papa, pokoknya kamu tahu beres aja."
Mama Vanessa kembali meninggalkan mereka berdua.
Felicia buru-buru duduk di lantai di samping Aldrich segera setelah pintu apartemen kembali tertutup sementara lelaki itu sibuk mengaduh sambil berusaha meluruskan kakinya yang mati rasa.
"Kaki kamu nggak apa-apa, Al?" Tanya Felicia dengan cemas sambil memijat betis Aldrich perlahan-lahan.
Aldrich kehabisan kata-kata melihat gadis polos yang mengkhawatirkan kaki keramnya itu sekaligus mendorongnya jatuh ke jurang.
Aldrich mengutuk nasib buruknya sambil masih menggeram kesakitan akibat kaki sialnya.
***
"Jadi, Aldrich ke sini ajak Mama sama Papa Aldrich, mau minta ijin Om dan Tante buat tunangan sama Felicia." Kata Aldrich selancar jalan bebas hambatan.
"Bukan berarti Aldrich mau ajak Felicia nikah tahun ini juga, Om, Tante, cuma kalo Om sama Tante ijinin, Aldrich mau punya ikatan yang jelas dan sah sama Felicia," Aldrich merasa tenggorokannya tercekat dan dia sedang menelan ludah sendiri saat mengatakan kalimat terakhir tadi. Ikatan.
Felicia tersipu mendengarkan lamaran lugas dari Aldrich. Dagunya tidak bisa terangkat karena terlalu malu. Namun senyum yang muncul di sudut bibirnya menyatakan seberapa bahagianya dia saat ini, dilamar oleh orang yang dicintainya.
Namun berlawanan dengan gadis itu, Aldrich tidak bisa berhenti berharap bahwa satu dari antara mereka mengatakan berkeberatan dengan lamarannya barusan. Entah Mamanya Felicia yang masih belum rela kehilangan putri kesayangannya, atau Papanya Felicia yang merasa Aldrich melamarnya terlalu mudah sehingga terkesan main-main, atau Papanya sendiri, Abby yang melarangnya karena dia masih terlalu muda. Mamanya jelas tidak bisa diharapkan lebih karena ini semua adalah rencana terselubungnya.
Tapi tidak ada satupun dari mereka yang menyatakan ketidaksetujuannya, dan jujur Aldrich merasa aneh dengan terlalu mudahnya jalan yang diharapkannya terhambat ini. Seharusnya ada satu dari mereka yang tidak akan merestui hubungan kilat seumur jagung seperti ini. Atau setidaknya seharusnya mereka curiga.
Oke, mungkin dia harus menyerah tentang Papanya sendiri. Papa Abby mungkin selalu tegas dan mengerikan di matanya, namun dia tidak pernah bisa melarang keinginan istrinya. Dan kali ini pasti Mama Vanessa punya cara yang jitu untuk merayu Papa Abby merestui hubungannya dengan Felicia.
Tapi Mama dan Papa Felicia? Seharusnya mereka lebih antipati, lebih keras dan lebih defensif menerima lamarannya ini. Entah bagaimana Felicia bisa meyakinkan kedua orang tuanya itu bahwa lelaki yang baru dipacarinya selama dua minggu itu pantas untuknya. Namun kalimat selanjutnya dari Papanya, Davin membuat Aldrich merasa dihukum pancung.
"Felicia kami ini anak manja. Anak Mamanya banget. Kami nggak yakin dia siap dan cukup dewasa untuk jadi istri yang baik. Tapi kalau niat kamu untuk meresmikan hubungan kalian dan bertunangan, selama Felicia juga mau, jelas kami nggak mungkin bisa nolak niat baik ini."
Felicia bergelayut manja kepada Papanya yang duduk di sebelah kanannya sebagai ucapan terima kasih, kemudian memeluk Mamanya yang duduk di sisi kirinya.
Aldrich melihat air mata menggenang di pelupuk mata Mama Andrea saat memeluk putri tercintanya, dan Aldrich juga sama ingin menangisnya, dengan alasan yang berbeda.
"Akhirnya aku tahu kenapa Felicia bisa secantik ini," kata Mamanya menambahkan yang tidak perlu saat melihat pemandangan di hadapannya, "Aldrich beruntung bisa dapat calon istri secantik Felicia. Dan Mama beruntung bisa dapat calon mantu cantik begini. Dari dulu Mama kan mau punya anak perempuan juga," katanya kepada Aldrich dan Papa Abby.
Felicia tersenyum sipu dan Aldrich tersenyum kecut.
"Untuk peresmiannya, dari Papa sama Mama Felicia lebih prefer seperti apa?" Tanya Papa Abby seperti yang diajarkan istrinya sebelum mereka tiba di sana. Bahwa dia yang harus bersuara untuk memulai pembicaraan tentang acara peresmian pertunangan ini.
Papa Davin dan Mama Andrea saling berpandangan menjawab pertanyaan tersebut. Keduanya memiliki kesepakatan yang sama yang disampaikan oleh suaminya.
"Kami ikut saja, tapi kalau boleh usul, kami lebih suka acaranya private antar keluarga saja. Mungkin yang penting tukar cincinnya saja supaya tetap formal."
Mama Vanessa mengangguk puas dan setuju, "kami juga setuju. Awalnya kami juga mau usul untuk dinner aja sambil tukar cincin. Cuma kalau dari keluarga Felicia mau undang keluarga dekat juga kami nggak masalah."
"Kami juga lebih pilih untuk acaranya private aja. Supaya lebih banyak yang bisa kita omongin antar keluarga kita." Sambung Mama Andrea.
Kedua keluarga sudah mulai sibuk membicarakan rencana pertunangan mereka dan Aldrich menghilangkan kesadaran dirinya sendiri. Berharap dia bisa melarikan diri dari tempat itu secepatnya, tanpa menyadari bahwa Felicia memperhatikannya dengan perasaan bersalah.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top