Part 1 - Mistake

Aldrich menghempaskan tubuhnya ke sebuah sofa panjang. Dia membiarkan setiap inci punggung hingga tengkuknya bersinggungan dengan sandaran empuk berlapis kulit itu. Kepalanya menengadah ke langit-langit dan matanya terpejam. Dia menarik panjang dan menghembuskan napasnya kembali dengan kasar, seolah organ-organ tubuhnya begitu merindukan oksigen.

Lelaki berambut ikal berwarna hitam itu merogoh saku celana pendeknya tanpa bantuan penglihatannya dan menemukan kotak rokok dan pematik yang beberapa saat lalu memang sengaja diletakkannya di sana sebelum diambilnya dari nakas kamar tidur.

Masih memejamkan kedua matanya, Aldrich mengambil sepuntung dari dalam kotak rokoknya dan meletakkannya diantara kedua bibirnya kemudian membakarnya dengan pemantik. Sekali lagi dia menghirup udara, namun kali ini melalui filter rokoknya dan membuangnya.

Kini Aldrich sudah menegakkan kepalanya dan membuka matanya, walau tidak ada yang benar-benar dipandanginya kecuali bayangannya sendiri yang terpantul di kaca bersandingan dengan pemandangan luar villa itu yang menampilkan kolam renang pribadi. Dialihkannya pandangan ke meja kecil di samping sofa tempatnya duduk, dimana terdapat sebuah botol bertuliskan Johnny Walker dan gelas kosong berisi es yang memang diletakkannya sendiri disana sebelum dia duduk tadi.

Aldrich menuangkan isi botol yang memang hanya tinggal setengah itu ke dalam gelas disisinya. Setengah sebelumnya dan botol-botol kosong lainnya yang masih bertengger di kitchen set memang sudah dinikmatinya bersama teman-temannya semalam. Atau tepatnya sembilan jam yang lalu.

Dia menegak isi gelas tersebut dengan segera, berusaha menghilangkan beban di kepalanya yang mulai muncul sejak semalam. Beban pikiran akibat kesalahannya sendiri.

"Lo.. belum tidur apa udah bangun?" Tanya sebuah suara penuh rasa penasaran yang muncul dari belakangnya.

Aldrich menengok ke arah suara tersebut dan menemukan seorang lelaki sebayanya yang sedang memandang jam dinding dan dirinya sendiri bergantian dengan pandangan penuh sangsi. Lelaki itu baru saja keluar dari kamar tidur yang berbeda dari yang digunakannya dengan rambut acak-acakan dan wajah bangun tidurnya.

Aldrich memutuskan mengembalikan pandangannya ke arah depan tanpa niat menanggapi, karena dia yakin, lelaki itu akan melanjutkan dengan ataupun tanpa tanggapan darinya.

"Kayaknya sih nggak mungkin ya, Drich, kalo lo bangun jam segini. Hal yang hampir mustahil," katanya berhipotesis sendiri. Seketika wajah bangun tidurnya itu tersenyum licik penuh arti sambil mendudukkan dirinya di samping sahabatnya itu, "jadi kemungkinannya lo ajak Felicia nggak bisa tidur semaleman.."

Aldrich berdecak malas mendengar hipotesis sahabatnya itu.

"Untung villa yang kita sewa ini soundproof, man! Nggak kebayang gue musti denger suara berisik dari kamar kalian sampe pagi." Ejeknya lagi terus melanjutkan.

"Kayak kamar lo sama Bianca nggak berisik aja, Jo! Lo lupa siapa yang masuk kamar pertama kemarin, he?" Tanya Aldrich retoris tidak mau kalah kepada Jonathan, sahabatnya itu.

"Gue sama Bianca mainnya smooth, man. Kita udah bukan pemain pemula kayak lo sama Felicia," katanya sok senior, "jadi nggak butuhlah bikin suara-suara gaduh di kamar kayak gitu."

Jonathan mengambil kotak rokok beserta pematik yang diletakkan Aldrich di samping tubuhnya dan mulai bergabung untuk menikmatinya.

Aldrich, Jonathan dan kedua wanita dalam pembicaraan mereka tadi, Felicia dan Bianca, serta dua orang lagi yang belum mereka singgung dalam pembicaraan mereka tadi dan masih berada di kamar tidur lainnya memang menempati villa berkamar tidur tiga ini sejak semalam. Mereka menyewanya untuk menghabiskan weekend mereka minggu ini di Bali.

Aldrich dan teman-temannya memang sering memanfaatkan weekend mereka untuk berlibur bersama sambil membawa pasangan masing-masing. Dan kali ini mereka menghabiskan waktu mereka di sebuah Villa di Bali.

Dan semua yang dituturkan Jonathan tadi memang benar. Bahkan hipotesisnya tidak sepenuhnya salah. Felicia dan dirinya pemain pemula, dan dia tidak membiarkan Felicia tidur.

Bukan berarti ini pertama kalinya dia melakukannya dengan seorang perempuan, namun ini pertama kalinya dia melakukan dengan perempuan itu, Felicia.

Hubungannya dengan Felicia memang baru resmi minggu yang lalu, setelah Aldrich mengajaknya berpacaran dan gadis itu menerimanya saat itu juga. Semuanya memang berjalan terlalu cepat antara dirinya dan Felicia. Bahkan Aldrich hanya membutuhkan satu minggu pendekatan sebelum mereka resmi berstatus pacaran, dan satu minggu kemudian, yaitu hari ini, Felicia sudah memberikan dirinya seutuhnya.

Satu-satunya hal yang salah dari pernyataan Jonathan adalah bahwa Aldrich tidak benar-benar membuat gadis itu tidak tidur semalaman.

Gadis itu sudah tertidur kelelahan beberapa jam yang lalu, dan itu pula yang seharusnya dilakukannya disisi Felicia. Namun bahkan berpura-pura tidur selama beberapa jam pun tidak membuat Aldrich berhasil terlelap dan masih terus terjaga sampai dia memutuskan keluar dari kamar untuk sedikit minum dan menghirup nikotin. Berharap kedua hal tersebut bisa membantu menghilangkan pikirannya.

"Dia oke?" Tanya Jonathan setelah keheningan beberapa saat diantara mereka sambil memamerkan senyum jahilnya.

Aldrich tahu bahwa maksud dari pertanyaan itu bukanlah menanyakan kabar Felicia, namun seberapa hebatnya perempuan itu tadi malam. Pembicaraan ini memang sudah terlalu biasa mereka lakukan saat salah satu dari mereka memiliki pasangan baru, seperti Aldrich saat ini.

Aldrich mengambil puntung rokok yang terselip diantara jarinya dan menghisapnya kembali sambil memutuskan untuk jujur. Toh dia memang membutuhkan seseorang untuk berbagi beban pikirannya sedikit.

"Dia baru pertama kali.."

Dan reaksi yang muncul tepat sesuai dugaannya, Jonathan membelalakan matanya lebar sambil mencari kebenaran dimata sahabatnya. Dan kalimat yang muncul setelahnya pun sesuai prediksinya, "No Way!"

Aldrich mengerti reaksi barusan. Itu kalimat yang sama yang diucapkannya semalam, walau hanya berteriak dalam hati, sewaktu mendapatkan kenyataan dari bercak darah yang muncul bersama dengan ekspresi kesakitan gadis itu saat Aldrich melakukan usaha pertamanya menyatukan tubuh mereka demi gairahnya. Sejujurnya dia tidak menduga, sama sekali tidak menyangka. Perempuan secantik, seseksi dan semenggoda Felicia belum pernah melakukannya sama sekali. Dengan lelaki manapun. Dan dialah lelaki pertamanya.

"Elo mati, man!" Jonathan menggeleng dramatis sambil mengesap rokok ditangannya, dan Aldrich tahu, nasibnya memang seperti yang dikatakan sahabatnya itu kepadanya. Matilah dia.

Aldrich mengacak rambutnya frustasi. Rambut ikal hitamnya itu semakin semerawut dan dia tidak berniat merapikannya sama sekali.

Sebut dirinya brengsek. Tapi Aldrich selalu bermain di zona aman. Dia tidak pernah mengambil risiko lebih dari apa yang mampu ditanggungnya. Aldrich sudah pernah berpacaran dengan beraneka jenis wanita, tapi bukan berarti semua pernah menjadi teman tidurnya. Dia memilih. Pacar mana yang tidak boleh diajaknya ke tempat tidur dan pacar mana yang memang bisa diajaknya bereksplorasi lebih. Dan tebakannya selama ini selalu tepat, karena dia selalu bukan menjadi yang pertama dari mantan yang pernah menjadi teman tidurnya.

Kecuali Felicia.

Felicianya yang cantik dan menggoda itu ternyata seorang 'gadis'. Benar-benar seorang 'gadis' dalam arti yang sebenarnya. Dan dia yang merebut status 'gadis' itu dari Felicia semalam.

Jonathan memandang sedikit iba kepada sahabatnya yang nampak frustasi itu. Dipindahkannya rokok ke jari tangan lainnya dan menggunakan tangan satunya menepuk pundak Aldrich menyemangati.

"Udah kepalang, Drich. Dinikmati ajalah hubungan kalian. Belum tentu juga dia nuntut lebih dari lo. Toh lo nggak maksa kan? Kalian sama-sama mau kan?"

Aldrich mengangguk. Masih tenggelam dalam lamunannya.

Sebenarnya ini bukanlah satu-satunya masalah yang mengganggu pikirannya. Namun hanya ini yang bisa dibagi dengan sahabatnya itu. Karena menurutnya masalah selanjutnya terjadi benar-benar murni karena ketololannya. Dan menceritakannya kepada Jonathan tidak lebih dari memberikan kesempatan kepada sahabatnya itu untuk membodohinya tanpa memberikan solusi.

Aldrich memang sepenuhnya terbawa perasaan semalam. Hal yang belum pernah dilakukannya sebelumnya, meninggalkan otaknya bersama dengan kondom yang masih terbungkus rapi di dalam kemasannya. Itulah tepatnya hal yang dilakukannya kemarin malam.

Dia selalu menjunjung tinggi hubungan yang sehat. Dan hubungan yang sehat tentunya selalu membutuhkan bantuan pengaman bernama kondom. Namun dia sendiri tidak habis pikir dengan kenekatannya mengindahkan prinsipnya sendiri untuk berhubungan tanpa pengaman semalam dengan Felicia. Dia yakin gadis itu menghipnotisnya dengan desahannya, erangannya dan suara napasnya-yang benar-benar membuatnya bersyukur ruang tidur mereka kedap suara- sampai membuatnya melupakan benda penting itu untuk melindungi hubungan mereka.

Dan ketololan terbesarnya terjadi di puncak aktivitas semalam. Saat Aldrich menahan tubuhnya pada titik terdalam pergumulannya dengan gadis itu di tengah pelepasannya, dan dengan suksesnya menanamkan seluruh benihnya di tubuh mungil Felicia.

Dia sudah mati dan menembak dirinya sendiri lagi berkali-kali.

Akal sehatnya baru kembali tepat setelah pelepasan itu terjadi dan yang bisa dilakukannya kini hanya berdoa, semoga Felicia tidak dalam masa suburnya untuk membiarkan dirinya jatuh ke jurang lagi setelah mati dan ditembak berkali-kali.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top