35 - Diary of Tootsies

Status     : Very recommended

Judul       : Diary of Tootsies

Kategori  : BL

Jenis       : Drama

Genre       : Comedy, romance, friendship

Banyak    : 12 episode

Durasi      : 25 menit per episode

Rilis           : 23 Januari 2016

Negara     : Thailand

Based on: Diary Sha yang ditulis di laman facebook

Sinopsis  : Bercerita tentang empat sekawan yang sedang patah hati secara bersamaan. Mereka pun berjuang mendapatkan pacar sebelum tahun baru.

Tootsie? Pernah dengar? Atau mungkin, ada yang seperti saya dulu, yang menyamakan tootsie ini dengan tooth (gigi) dan tootsy (jari kaki)? Well, ternyata di Thailand, tootsie ini adalah bahasa slang yang dipakai untuk menyebut homo/gay. Jadi, meskipun tulisannya mirip, tapi artinya bukan itu, ya. Muehehe 😆😆😆

Sebenarnya ya, Diary of Tootsies ini bukan selera saya banget. Saya bahkan hampir menyerah di menit pertama saat melihat pria gendut pakai wig, pakai bikini, dan menari-nari striptis di pinggir pantai sambil nyanyi-nyanyi dengan suara yang bikin orang pengen bunuh diri. No offend ya, tapi saya kurang suka saja sama uke banci. Alasannya, sudah pernah saya tuliskan di review My Bromance.

Tapi, karena ada season duanya, saya pun jadi penasaran. Analisa saya, sebuah film akan di-remake dan dilanjutkan jika laku di pasaran. Jadi, saya cukup yakin ada sesuatu yang menarik di film itu, makanya saya betah-betahin nonton sampai episode berakhir. Btw, saya baru nonton series ini pas season duanya tengah tayang.

Pernah baca review saya yang Bangkok G Story? Yups, film ini agak mirip; sama-sama komedi dan slice of life. Bedanya, jika di Bangkok G Story, cerita berfokus pada kehidupan gay yang top, sementara di Diary of Tootsies itu berfokus bottom-nya. Jadi tidak heran sih jika pria-prianya feminin semua.

Terlepas dari karakter tokohnya yang ‘tak sesuai selera’, tapi jalan cerita Diary of Tootsies ini berhasil membuat saya jatuh cinta!

Pertama dari sisi komedi yang memang menjadi fokus utama dalam series ini. Jadi jangan heran, selama menonton drama ini, kalian akan dibuat terpingkal-pingkal tanpa henti. Jangan tanya seperti apa lucunya, karena jika saya tuliskan semua, maka akan menjadi sebuah karya terjemahan sebanyak 12 chapter –sangking banyaknya.

Tapi, ada beberapa adegan yang paling membekas di ingatan saya. Salah satunya, adalah saat Kim hendak bercinta dengan salah satu gay terpopler di sana. Saat sudah lepas baju, mereka baru sadar, ternyata mereka berdua itu bottom!

Kebalikan dari series Bangkok G Story. Di sana, mereka justru main pedang-pedangan gegara semuanya top, lol 😂😂

Kedua, dari sisi pesan moralnya. Film ini benar-benar menggambarkan dengan jelas seperti apa kehidupan nyata para banci itu. Apa yang mereka rasakan, kesulitan yang mereka lalui, dan juga perjuangan untuk tetap berada di masyarakat dalam kondisi menjadi diri sendiri. Dan, pastinya, mereka juga punya keinginan dan hati, sama seperti kita, seperti manusia lainnya, seperti top, juga seperti uke manly.

Jadi, tak ada alasan lagi bagi kita untuk memperlakukan mereka dengan beda. Apalagi, sekarang transeksual sudah resmi keluar dari kelompok gangguan jiwa. Kalau dulu sih, hanya gay, lesbi, dan biseksual saja, sementara transeksual masih duduk manis karena dianggap gangguan penolakan identitas gender.

WHO sebenarnya sudah mengumumkan hal ini sejak Juni 2018, tapi pemungutan suara oleh World Health Assembly baru dilakukan pertengahan tahun 2019 ini. Rencananya, tahun 2022 nanti, PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa) akan mengganti ‘gangguan identitas gender’ menjadi ‘ketidaksesuaian gender’, dan mencantumkan catatan di bawahnya bahwa ‘kesehatan seksual’ bukan termasuk gangguan kejiwaan. Sama seperti yang terjadi pada masalah orientasi seksual.

Kedua, film ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya melindungi diri, terutama dari HIV. Di zaman seperti ini, pergaulan bebas sudah sulit dihindari ya, tapi jangan lupa untuk tetap menjaga keamanan diri sendiri. Karena, jika sudah terjangkit HIV, tidak mungkin bisa sembuh kembali. Bahkan parahnya, penderita diwajibkan meminum obat seumur hidup hanya supaya HIV itu tidak berkembang menjadi Aids.

Bagian ini diwakilkan oleh Golf. Suatu hari, pacarnya menelepon untuk memberi tahu bahwa dirinya terjangkit HIV dan meminta Golf untuk memeriksakan diri juga. Ada satu hal yang paling menyentuh di episode ini. Saat Golf berada di rumah sakit, ketiga temannya datang menyusul. Lalu, saat di tengah perjalanan, mereka menangis bersamaan. Mereka tidak mengalami, tapi merasa itu seolah masalahnya sendiri. Sebuah contoh kisah persahabatan yang tulus dan murni.

Ada sebuah moment di sini yang membuat saya terharu ... lalu menyesal. Golf, dia benar-benar positif HIV, lalu sampai bedrest di rumah sakit. Saya ya udah negatif thinking, apa jangan-jangan ini sudah sampai di tahab Aids, tapi dia tidak merasakannya? Tapi ternyata ... dia tidak mau pulang karena dokternya tampan!

Kamvret! Kembalikan kekhawatiran saya! 😈

Tapi, adegan ini membuat saya menjadi semakin mengagumi Golf. Dia sedang menderita, tapi tak mau terlalu ambil pusing dan malah menjadikan itu bahan candaan.

Mengetahui diri sendiri terjangkit virus semacam itu bukanlah hal yang mudah. Tahu sendiri, kan, image penderita HIV itu sangat buruk di masyarakat. Mereka dianggap sebagai orang yang hidupnya tidak baik atau punya masalalu yang amoral. Bahkan tak jarang, mereka dikucilkan karena dianggap kutukan. Di Indonesia sendiri, untuk memberitahukan hasil pemeriksaan semacam ini tidak dilakukan oleh sembarang orang, melainkan oleh mereka yang ahli dalam psikologi, sehingga bisa menyampaikan dengan cara yang baik, serta mengurangi tekanan perasaan yang mungkin jauh lebih berat daripada penyakitnya itu sendiri.

Film ini benar-benar memberikan pelajaran yang luar biasa. Bukan hanya anjuran melindungi diri, tapi juga tindakan yang harus diambil saat menghadapi teman yang positif HIV. Melalui series ini, kita diajarkan untuk merangkul, bukan menjauhi. Terlepas dari sumber penyebab dan masa lalunya, saat ini mereka tetaplah orang sakit yang butuh dukungan, bukan cacian.

Bagian ini tercermin dari sikap teman-temannya yang mau menerima Golf apa adanya. Tidak ada yang berubah dalam hubungan mereka baik dengan atau tanpa vonis itu.

Bagi saya, episode ini adalah episode yang penuh dengan air mata. Bukan hanya karena kisah persahabatan yang mengharukan, tapi juga tentang kasih sayang orang tua. Adegan ini tercermin saat Golf hendak memberitahukan kondisi dirinya kepada sang ibu.

Ibu Golf itu digambarkan seorang ibu yang mengerikan. Dulu, sewaktu SMA, Golf pernah berbuat kesalahan sampai ditahan di penjara beberapa hari. Si ibu pun datang, tapi alih-alih melepaskan, dia malah memarahi Golf sampai-sampai penghuni sel yang bertampang kejam pun meringkuk ketakutan. Lalu sekarang, Golf harus memberitahu bahwa dirinya menderita HIV? Well, sepertinya dia harus meminjam keberanian seluruh umat manusia.

Namun, tanpa diduga, ibunya ternyata sudah tahu sebelum dia mengatakannya. Dan yang lebih mengharukan lagi, si ibu berkata, “Apa aku ingin memarahimu? Sangat. Apakah aku ingin memukulmu? Sangat ingin. Apakah aku ingin menghukummu? Sangat sangat ingin. Tapi, saat ini kamu sedang sakit, memukulmu hanya akan membuatmu mati lebih cepat. Tetaplah berjuang, aku selalu bersamamu.


Apa yang dikatakan ibu Golf benar. Melampiaskan kemarahan itu tak akan menyelesaikan apa pun, kecuali memuaskan ego diri sendiri. Duh, rasanya jadi pengen meluk emak. Emaaaaaaakkkk ....

Secara pribadi, saya memberi bintang 9/10 (🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟⭐) pada film ini. Meski begitu, tidak ada film yang sempurna, pun dengan Diary of Tootsies ini. Salah satunya dari tayangan iklan.

Jika di drama-drama lain, iklan dipertontonkan secara sekilas, tapi di sini, iklan justu dijelaskan oleh pemain di tengah-tengah adegan secara terperinci, seperti kandungan dan kelebihan-kelebihannya. Sama persis dengan iklan Malkis di sinema Dunia Terbalik.

Selain itu, juga dari beberapa adegan komedi yang tidak perlu dan dipaksakan. Contohnya, saat mereka menyanyi dan tiba-tiba keluar penyanyi aslinya dari laut? Dan ini mengganggu banget!

Btw, lagu-lagu di Diary of Tootsies ini bagus-bagus banget, dan kebanyakan memang lagu-lagunya Marsha.

Akhir kata, saya beri kesimpulan singkat mengapa kalian harus menonton series ini. Diary of Tootsies ini menyajikan sesuatu yang beda. Film ini bukan hanya sekedar komedi hiburan, tapi juga penuh pelajaran. Kalian akan diajak melihat sisi lain yang mengundang tawa, dari kejadian menyedihkan yang banyak terjadi di sekitar kita.

Juga dari akting para pemain yang sangat luar biasa, yang bahkan bisa membuat kalian mengira bahwa ini benar-benar kepribadian asli mereka.

Selain itu, sesi menonton kalian tidak akan sepi, karena Diary of Tootsies ini dilengkapi dengan puluhan lagu yang sangat sesuai, baik dari lirik atau pun iramanya, dan pastinya sangat bersahabat dengan telinga. Bahkan kalian akan mendengar satu album penuh lagu milik Marsha, lol. 😂😂😂

AKTOR

Petch Paopetch Charoensook sebagai Gus

Thongchai Thongkanthom sebagai Golf

Ter Ratthanant Janyajirawong sebagai Kim

Peak Pattarasaya Kreursuwansiri Natty

Foto-foto couple? Mereka sering sangat ganti-ganti pasangan, jadi sulit menemukan satu yang cocok. Pacar mereka itu hanya sekedar bintang tamu yang datang dan pergi di waktu yang super singkat. Jadi, tidak ada foto mesra, kecuali hasil screenshoot-an saja.

Meski begitu, ada satu pasangan yang masih bertahan, yaitu Gus.

Mereka couple favorit saya di sini 😍😍😍

Dan, ada bonus meme tentang Natty dan pacarnya. Saya yakin yang sudah menonton Diary of Tootsie ini akan teringat kembali scene-nya, dan akan tertawa ngakak karenanya.

Foto terakhir, cover penutup. ❤
Sampai jumpa di review selanjutnya.
Jika ada salah informasi, jangan lupa ingatkan saya.
Dan, jika ada film bagus, jangan lupa rekomendasikan juga, ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top