Chapter 9
***
Pesisir pantai, sangat tenang. Ombak kecil menyapu kakimu, saat kamu berjalan mendekat ke laut. Dinginnya air membuatmu antusias, membuatmu tersenyum lebar karenanya.
Kamu membiarkan angin meniup rambutmu, rasanya sejuk sekali di sini, berbeda dengan Guili Assembly yang biasanya panas itu.
Sepasang netramu memandang lurus pada Morax, yang masih enggan menjejakkan kakinya ke laut itu. Kamu berseru, "Morax! Sini!"
"...." Morax tertegun memandangmu yang masih kegirangan. "Jangan bermain-main di situ, Guizhong. Bagaimana kalau di sana ada sesuatu?"
"Ah, kau terlalu paranoid, Morax!" Kamu terkikik tanpa ada rasa khawatir, meremehkan perkataan Morax seraya melambai-lambaikan tanganmu, gestur menyepelekan perkataan Morax. "Lihat, airnya tenang begini, kok!"
Splash!
Entah dewa mana yang merasukimu, kamu tertawa tanpa dosa ketika menyiramkan air ke arah Morax, membasahi rambut hingga ke pakaiannya. "Sini, sini!"
"Guizhong ...." Morax menggeram. Andaikata itu bukanlah rekan yang ia sayang, dengan senang hati ia akan menikamnya dengan Vortex Vanquisher sampai mati. Berhubung kamu adalah Guizhong, Morax hanya menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan kasar. "Kau yang sekarang iseng sekali, sih."
Morax mengelap wajahnya yang basah, air menetes di ujung rambut Morax. Pakaiannya yang basah membuat dada bidangnya nampak tercetak--untungnya, kali itu ia memakai pakaian yang agak tebal sehingga tidak terlalu kelihatan.
Kamu, sebagai simp Zhongli yang disuguhi pemandangan menggoda itu hanya bisa menganga. Kamu membatin, 'Ya Focalors ... terima kasih untuk anugrahmu.'
Ketika kamu hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba rasa dingin menyelimuti kakimu. Kamu terkejut, memasang kondisi siaga bersamaan dengan memandangi ke arah laut. Ada satu pusat sumber dingin di bawah laut, perlahan membekukan hingga mendekat ke arahmu.
Dengan cekatan dan sigap, Morax menarikmu dari sana, tepat sebelum pembekuan itu mencapai kakimu. "Mundur, Guizhong."
Udara dingin semakin mencekam, seperti kisah dalam dongeng--badai salju turun di pantai. Langit seolah-olah menjadi gelap, mendukung suasana ngeri yang ada di sana.
Dari tengah laut, muncul monster mirip seperti ular raksasa, sisiknya terbuat dari es.
Kamu mengikuti Morax untuk mengeluarkan senjata. Demi Tuhan, kamu sama sekali tidak menyangka akan ada monster mengerikan seperti itu--sebab, dalam kisah ingame kamu tak pernah menemukan info tentang monster macam ini.
Ah. Satu-satunya info adalah Morax berhasil menyegel banyak monster, dan sepertinya ini adalah salah satunya.
"Aku sudah curiga dia ada di dalam laut ketika kau menyiram air padaku, Guizhong." Morax memasang tatapan tajam, netra sewarna amber miliknya seolah menyala dalam kegelapan. "Kerja bagus, Guizhong. Sudah kuduga kau berusaha memberi kode padaku dengan menyiramkan airnya padaku."
"Tapi, sepertinya dia memilih untuk menampakkan dirinya sendiri, eh?" Morax menyeringai sinis, tangannya ia ulurkan ke depan, mengeluarkan puluhan tombak batu untuk menghantam tubuh monster itu.
Kamu tersenyum percaya diri seraya mengeluarkan badai debu di sekitar monster itu untuk menyaingi badai saljunya. "Huh, untungnya kau mengerti kode yang kuberikan."
"Serang dia, Morax!"
'Anjir. Sebetulnya aku sama sekali gak kepikiran kasih kode, sih. Cuma spontan siram air saja, ternyata beneran ada monster di dalam!' Terkadang, kamu berpikir bahwa kamu adalah orang yang sangat beruntung. Daripada ketahuan, lebih baik kamu mengikuti ucapan Morax dan berlagak seolah-olah itu benar, bukan?
Tawa berat Morax menggelitik pendengaranmu. "Tanpa perlu kau suruh pun, sudah pasti akan kubunuh dia."
Pandangan Morax menajam. Ini adalah kali pertama kamu melihat Morax dalam pertarungan secara langsung.
"Kau tahan pergerakannya dengan debu itu, biar aku yang menghabisinya."
Satu perintah diberikan olehnya, kamu mengangguk dan melakukannya sesuai dengan perintah Morax.
***
Jika ditanya, 'Bagaimana kesannya melihat Morax di era keemasannya bertarung dengan para dewa dan monster?'
Kamu kira, kamu akan menjawabnya dengan sebuah kebucinan saat melihat laki-laki gagah itu bertarung.
Namun, sebaliknya.
Mengerikan.
Kamu terduduk dengan gemetar di atas pasir. Langit sudah kembali terang setelah kematian monster laut tadi, dan sialnya kamu sekarang dapat melihat dengan jelas--lautan itu diwarnai dengan darah.
Ekspresi yang kamu lihat ketika Morax bertarung tadi, rasanya bukan seperti Morax yang kamu tahu. Itu adalah tatapan yang mengerikan, macam pembunuh yang tak akan melepaskan targetnya.
Takut? Mungkin. Ini adalah kali pertama kamu melihat pertumpahan darah di sini, sejak kebangkitanmu di Teyvat.
Ia berjalan mendekatimu, mengulurkan tangan guna membantumu berdiri. "Bangunlah. Di situ kotor."
Meski begitu, kamu harus bersikap tenang dan tak boleh takut–dia melakukan itu untuk melindungi rakyatnya. Kamu tetap meraih tangannya dan berdiri. "Mm, terima kasih, Morax."
"Ayo pulang."
Langkahnya maju terlebih dahulu, membiarkanmu menyusulnya di belakang. Tercipta jarak beberapa meter, kamu masih belum bisa melangkah–kamu syok melihat darah di sekitarmu, bahkan laki-laki itu pun bermandikan darah. Ia berbalik badan, memandangmu dengan heran. "Ayo, Guizho–"
Perkataannya terhenti ketika melihat monster laut itu muncul di belakangmu, dengan secepat kilat Morax menuju ke arahmu dan mendorongmu guna menghindari serangan sang monster.
Crash!
Namun, berbeda dengan monster laut raksasa tadi. Monster laut ini berukuran lebih kecil dan jauh lebih lincah. Kamu tak terkena serangannya, tetapi monster itu menusukkan es di perut Morax. Laki-laki itu mendecak kesal, "Tsk, masih tersisa rupanya."
"MORAX--!" Kamu menjerit, mengeluarkan debumu sekali lagi, amarahmu menggantikan rasa ngeri tadi. "Beraninya kau ...!"
Debu yang kamu buat berbentuk kecil-kecil seperti peluru, kamu tembakkan ke kepala monster laut tersebut dan melubanginya sampai hancur, hingga ke ekor. Darahnya tercecer ke mana-mana.
'Ternyata aku ... juga sama mengerikannya, ya?'
Ah, persetan. Kamu tak ada waktu untuk memikirkan itu. Buru-buru, kamu menghampiri Morax yang berlutut dan menjadikan satu kakinya sebagai tumpuan. Netramu berkaca-kaca, kamu melihat lukanya yang dalam. "Mo-Morax ...."
"Maafkan aku, maafkan aku! Aku ... hanya membebanimu saja hari ini." Kamu merebahkan tubuh Morax, kepalanya kamu biarkan ada di atas pahamu.
Air matamu menetes, kamu berusaha menutup luka Morax dengan memberikannya suatu 'berkat'. Luka itu belum tertutup sempurna, tetapi Morax menghempaskan tanganmu dari tubuhnya. "Cukup, Guizhong. Aku bisa beregenerasi. Simpan tenagamu, kau sudah berjuang keras hari ini. Aku bangga kau bisa membunuh satu monster laut itu, hebat sekali."
"Kerja bagus. Gadisku memang hebat." Senyumannya yang teduh seolah berusaha menenangkan dirimu. Ia mengusap air matamu. "Jangan menangis. Kau jadi jelek."
"Lagipula, kenapa kau menangis? Apa kau terluka juga? Maaf, harusnya aku lalai, aku gagal melindungimu dengan sempurna."
Kamu menggeleng-gelengkan kepalamu. Sekali lagi, kamu berusaha menutup lukanya sekaligus menyembuhkan luka-luka lain yang ia dapatkan. "Lukaku adalah luka hati."
"Aku sedih melihatmu terluka, demi aku ...! Aku bukannya membantumu, tapi malah jadi penghambat. Aku merasa bersalah."
"Kau terluka di bagian hati? Hatimu tertusuk es tadi?" tanya Morax dengan polos.
'Oh iya. Morax yang ini belum sepenuhnya memahami perasaan manusia.' Kamu menghela napas kecil. Kemudian, kamu mengusap air matamu lagi. "Perasanku yang terluka, ketika melihatmu terluka ketika melindungiku."
Morax bangkit dari posisinya dan duduk di sebelahmu. Berkatmu menyembuhkannya dengan cepat. "Aku tidak paham ...."
"Suatu saat kau akan mengerti perasaan ini, Morax." Kamu tersenyum sendu, kemudian menyambung kalimatmu di dalam hati, 'mungkin kamu akan merasakannya andaikan aku mati di perang archon nanti.'
Kamu berusaha menghilangkan pikiran negatif itu. Kamu sudah berjuang keras untuk melawan takdir kematianmu nanti. Kamu pasti akan bertahan hidup bahkan saat perang.
"Ayo pulang sekarang, Morax. Aku juga akan membuatkan obat untukmu di rumah." Kamu beranjak berdiri, dan kini kamu yang mengulurkan tangan padanya.
Ia meraih uluran tanganmu. "Ngomong-ngomong, hari ini kau sudah mau mandi berendam bersamaku belum?"
"...."
"Bercanda, Guizhong."
"Belum sekarang, ya. Nanti, tunggu kita lebih dekat lagi."
"Iya, iya. Aku tunggu."
.
.
.
.
.
.
.
.
HAI!
Selamat menjalankan ibadah puasa, minna! Menyambut bulan suci ramadhan ini, Rashi memutuskan buat update hehee~ Ada yang masih baca?
Terima kasih sudah mampir ke book Rashi! Jangan lupa tinggalkan jejak, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus!
See ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top