Chapter 13
***
'Rasanya, ada yang tidak beres.'
Laki-laki itu tampak memiliki fokus lain dalam benak, meski senjatanya terus terayun untuk mengeksekusi tiap-tiap musuh yang menghalangi jalannya. Ia membatin, 'Perasaan tidak mengenakkan apa ini?'
"Tuan Morax, di belakang anda!"
Mendengar seruan salah satu yaksha setianya, buru-buru Morax menghindar dan mengayunkan tombaknya, disusul dengan panah yang melesat dari depan sana, bersumber dari adepti ras qilin yang pun sudah bersumpah setia padanya.
Kedua anak buahnya menghampiri Morax dengan tatapan intens. Semua musuh di area sana sudah berhasil mereka habisi, tetapi sang adepti terkuat sejak tadi tampak tak fokus.
"Anda tidak apa-apa?" Alatus--sang jendral yaksha sekali lagi memandang Morax. "Saya dan Ganyu baru pertama kali melihat anda yang seperti ini."
"Benar, tuan. Apa ada sesuatu yang terjadi?" Sang qilin tak bisa menyembunyikan kecemasan dalam pandangan matanya.
Morax tertegun, sesaat sebelum memijat pangkal hidungnya. Benar. Tak biasanya ia aneh begini. Musuh yang ia lawan pun bukannya sangat kuat--mereka lemah, dapat ia hadapi dengan mudah. Namun, sejak ia tiba di wilayah ini dan meninggalkan Guizhong, entah kenapa hatinya dipenuhi keresahan.
Ada yang tidak beres.
Ini bukan halusinasi. Ribuan tahun lamanya ia hidup dalam peperangan, intuisinya sangat kuat. Terlebih--ikatannya dengan Guizhong pun sama. Ia tahu, ia dapat merasakannya; terjadi sesuatu pada Guizhong.
Benar, ia harus menemui Guizhong saat ini juga. Ia sudah bersiap untuk pergi meninggalkan area, tetapi, sial sekali ia hari ini. Ketika Morax menoleh ke arah timur, gelombang serangan musuh berikutnya sudah tiba. Ia mendecak kesal, demi adepti, kroco-kroco itu jumlahnya banyak sekali. Melawan mereka satu-satu hanya akan membuang waktu sia-sia.
"Alatus, Ganyu." Ia memanggil dua anak buahnya yang setia.
Keduanya berlutut dengan hormat di hadapan Morax. "Ya, tuanku."
Konklusi akhir Morax berikan. Sambil memandang dua anak buahnya, Morax memberikan pertanyaan, "Apa kalian berdua sanggup melawan mereka semua--tanpa aku?"
"Ya. Kami sanggup melawannya."
Morax mengangguk lega. Tentunya, ia sangat mempercayai kekuatan dua adeptus itu, dua dari sedikit orang-orang kepercayaannya yang mempunyai kekuatan luar biasa. "Kalau begitu, wilayah ini kuserahkan pada kalian berdua."
"Aku akan kembali ke Guili Assembly sebentar saja ... untuk menemui Guizhong."
"Baik, tuan Morax."
***
"Hmm, kukira kau sudah jadi lebih kuat, God of Dust. Ternyata, kau masih selemah ini?"
Sang kabut tertawa dengan nada merendahkan, ketika sejak kamu kembali dari alam bawah sadarmu dan bertarung dengannya, tak sekali pun kamu berhasil membuatnya terdesak.
Jujur saja. Alih-alih disebut 'pertarungan', lebih layak disebut sebagai ajang pemukulan dengan kamu sebagai samsaknya. Sebab, kabut hitam itu sudah berkali-kali menghajarmu, tetap kamu tak bisa melayangkan serangan padanya.
Ketika kamu menyerang, ia berubah menjadi layaknya kabut yang tak bisa tersentuh. Namun, ketika menyerangmu, ia menjadi padat dan dapat memukulimu, menusukmu, atau bahkan menghajarmu sampai mati.
"Kurang ajar--!" Kamu masih belum menyerah. Jika serangan dengan senjata tidak berhasil, mungkin debumu bisa melukainya. Sambil memejamkan mata, dari catalyst milikmu kamu mengeluarkan rangkaian peluru debu disertai dengan debu yang mengudara.
"Percuma, God of Dust. Percuma. Sia-sia saja kau menyerangku." Kabut itu terus-terusan menghujatmu, ketika ia berhasil membuat seluruh serangamu luruh di dalam hitamnya kabut. "Kenapa kau tidak menyerah dan mati saja? Toh, aku sudah pernah membunuhmu satu kali."
"Hah, mana mungkin aku menyerah begitu saja?" Seringai menantang muncul di wajahmu, bersamaan dengan kamu yang mengeluarkan posisi untuk kembali menyerang. "Aku mati-matian bertahan hidup setelah bangkit dari kematian, bukankah konyol kalau aku menyerah begitu saja dari sosok abstrak sepertimu?"
Kamu melesat maju ke arah sang kabut seraya memunculkan pedang dari debu. Hujan debu muncul dari atas, dan kamu menebas kabut itu dengan pedangmu. Rasanya seperti membelah udara, dia hanya terpotong dan kemudian tersambung lagi.
Rasanya kamu hampir menyerah. Berbagai macam serangan sudah kamu keluarkan, tapi semuanya sia-sia. Tak ada satupun yang mampu membunuh, atau bahkan sekadar melukai kabut itu saja.
Sang kabut menjadi pedang yang tajam, hendak balas menebasmu. Refleksmu yang semakin terlatih dapat membuatmu menghindari serangannya. Pedangmu beradu dengan pedang sang kabut, tetapi pada detik berikutnya ia kembali ke wujud semula.
Kamu belum kehabisan akal.
Bagaimana kalau kamu menusuknya ketika ia sedang dalam bentuk padat? Seringai tipis muncul di wajah rupawanmu. Ini adalah satu-satunya cara yang belum ia coba.
"Wahai kabut, sejak tadi kau menyerangku dengan wujud abstrak seperti itu," katamu dengan nada tenang, tetapi berusaha memprovokasinya. "Kenapa kau tidak mengubah wujudmu jadi serupa manusia? Kau takut?"
"Hah. Mana mungkin aku takut pada bocah lemah sepertimu?" Nada suara sang kabut berubah menjadi kesal. "Toh, aku memiliki wujud bentuk 'manusia' ... hanya saja aku tidak menggunakannya."
"Buktikan! Tunjukkan wujud itu! Atau--sebenarnya kau memang takut?" Sekali lagi, kamu memprovokasinya. "Kalau berwujud manusia, kau lebih mudah aku serang. Kau pasti takut, 'kan?"
"Bajingan, aku sudah bilang kalau aku tidak takut! Tapi, baiklah. Aku turuti keinginanmu." Kabut hitam mulai berkumpul di satu titik, wujudnya mulai berbentuk menjadi seperti manusia. "Toh sebentar lagi kau akan kalah dariku. Tak ada salahnya menunjukkan wujud asliku padamu."
Berhasil. Ia menurutimu untuk berubah wujud menjadi serupa manusia. Perlahan-lahan, ia memadat dan menjadi seperti manusia. Namun, rasanya kamu mengenali bentuk fisiknya.
"... Eh?"
Sosok itu menjadi seperti seorang gadis dengan lengan pakaian yang lebar. Perawakannya agak mungil, tetapi wujudnya hitam pekat. Siluet itu, sungguh sangat kamu kenali.
"Kau terkejut melihatku?" Menyesuaikan dengan wujudnya yang tampak seperti perempuan, suara sang kabut yang tadinya abstrak dan bergema pun berubah menjadi lebih familier. "Inilah aku yang sebenarnya."
Kamu mengenalinya. Hanya dari siluetnya saja sudah jelas. Bahkan kamu sendiri pun tak bisa mempercayai apa yang kamu lihat.
"Aku adalah kau ... Guizhong, God of Dust."
Siluetnya serupa denganmu, bagai pinang dibelah dua. Kamu tidak mengerti. Dia ini jelas bukan Guizhong asli yang kamu temui. Siapa sebenarnya dia? Kamu belum sepenuhnya memahami maksud perkataan sang kabut.
Ah, mungkin saja dia berbohong. Kabut yang abstrak bisa mengambil wujud siapapun, ia bisa saja membuatmu terdistraksi.
"Kabut freak." Tatapanmu menjadi tajam kala memandangnya. Dalam wujudnya yang itu, kamu bisa melihat seringainya yang lebar dan mengerikan. "Dunia ini tidak perlu Guizhong yang lain!"
'Sebab, Guizhong di Teyvat hanyalah aku, dan Guizhong yang asli.'
Kamu memasang posisi siap bertarung, mengangkat pedangmu dan ia melakukan hal yang serupa.
Kalian berdua melesat maju di saat yang bersamaan, mengadu senjata kalian hingga berbunyi nyaring. Peluru debu kamu keluarkan, pun ia juga bisa membuatnya.
Kini, rasanya seperti melawan dirimu sendiri.
"Bagaimana? Belum mau menyerah?"
"Kau bodoh ya? Aku sudah bilang berkali-kali kalau aku takkan menyerah, terlebih lagi pada sosok yang mengaku-ngaku sebagai Guizhong!"
Kamu melakukan gerakan yang persis seperti tadi, menurunkan hujan debu dan mengayunkan pedang ke arahnya. Sang kabut menangkis seranganmu yang terbaca itu, "Payah. Kamu tidak bosan melawanku dengan pola yang berulang-ulang?"
"Tidak berulang-ulang, kok." Seringai terpampang jelas di wajahmu. Ia tidak menyadari, sebenarnya diam-diam kamu sudah mengeluarkan tiga buah Guizhong Ballista di sekitar sang kabut.
"Apa?!"
"Kali ini, aku yang akan mengalahkanmu, Guizhong palsu!"
Pada detik berikutnya, serangan Guizhong Ballista berhasil menusuk sang kabut hitam, membuat sosoknya perlahan-lahan luruh di udara.
"Selesai ... kah?" Kamu mengatur napasmu yang tersengal-sengal, sembari memandang ke area sekitarmu. Tidak ada tanda-tanda kabut hitam sejauh matamu memandang.
Kamu belum sepenuhnya bernapas lega, sebab perang archon masih terus berjalan. Bisa jadi, sosok yang lain lagi akan menyerangmu, musuh Morax, atau para entitas yang ingin mengambil kursi archon.
Rasanya, masih ada yang mengganjal. Apa benar semudah itu mengalahkan kabut tadi? Pemikiran ini spontan muncul dalam benak.
"Hei, hei~"
Demi Tuhan. Meski suara itu serupa dengan suaramu sendiri, kamu membencinya. Langkahmu terhenti. Kamu membalikkan badan dan menemukan sosok biadab itu sekali lagi.
"Aku masih hidup, lho. Kau kau ke mana, Guizhong?" Ia terkekeh-kekeh geli tanpa dosa. Sifatnya jauh lebih menyebalkan dan kekanakan setelah berubah menjadi seperti manusia.
Senyumanmu yang lega tadi kini berubah menjadi palsu--digantikan dengan tatapan tajam pada kabut itu. Kamu frustrasi sekali rasanya.
Persetan dengan adab Guizhong yang anggun. Kamu adalah (Name), orang biasa yang tiba-tiba harus menjadi sang dewi. Sekarang, kamu sudah lelah dah bisa-bisanya kabut keparat itu kembali lagi dan membuatmu lega hanya selama satu menit? Kurang ajar.
Identitasmu sebagai (Name) mulai menguasai dirimu. Hingga akhirnya, satu kata keramat tercelos dari bibirmu, "Jancok."
.
.
.
.
.
.
.
.
Haihaii KEMBALI LAGI DENGAN RASHI~
Kita semakin dekat menuju ending! Mohon bersabar sebentar lagi yahh~
Sedikit spoiler, next chapter bakal reveal kabut freak yang ngaku ngaku Guizhong itu siapa, dan besok reader bakal ketemu Morax! Yayy!! Bersabar yahh~
Gimana chapter kali ini? Semoga bisa menghibur yaa uwuwuwuwu maaf ngebut banget, Rashi gak terbiasa nulis adegan berantem dan ... jadinya cuma begitu deh ueee gomen
Psss, Rashi selipin lawak dikit yah biar ga serius serius amat. Next bakal tidak terlalu happy soalnya hehehehehEEHEE /ketawa jahat/
Makasih banyak udah setia baca book Rashi meski updatenya lelet banget kayak siput. Jangan lupa tinggalkan jejak yaa biar Rashi semangat update, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus!!
See ya!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top