Chapter 11
***
Kamu mondar-mandir dengan cemas, ketika sosok Morax tak kunjung kembali. Bukan--bukan berarti kamu ketakutan seperti tadi, tetapi ada rasa mengganjal dalam hatimu, entah karena apa kamu tidak tahu.
Perisai pelindung ciptaanmu masih bekerja, semua rakyat yang memasuki pusat Guili Assembly juga sudah kamu berikan berkat supaya mereka semua selamat. Namun--perasaan mengganjal itu tak kunjung hilang, justru semakin janggal seiring waktu berjalan.
'Kenapa ... apa yang aku takuti? Mengapa aku berpikir seolah akan ada sesuatu yang terjadi?'
Kamu pun pergi ke daratan yang lebih sepi, cukup jauh dari pusat Guili Assembly yang dipenuhi rakyat. Gemuruh batu dan suara ledakan terdengar--tetapi jauh di sana, ah, kamu sadar Morax masih bertarung.
Khawatir? Mungkin itulah yang kamu rasakan. Kamu menggenggam debu yang sudah kamu berikan berkat, lalu menebarnya ke arah lokasi pertarungan Morax. 'Barbatos ... bantu aku ya untuk mengirimkannya ke Morax.'
Kamu memejamkan mata, memusatkan penuh kontrolmu atas debu itu dan mengantarkannya ke tempat Morax. Kamu yakin, berkat itu sudah menyelimuti Morax.
Perasaan tak tenang itu tetap tak hilang. Kenapa? Kamu sungguh tak mengerti.
"... Hahaha."
Suara tawa itu terdengar di telingamu--suaranya terdengar aneh, seperti suara mesin. Kamu mengernyit, memandang ke sumber suara itu dengan waspada. "Siapa di sana?!"
Catalyst milikmu kamu keluarkan, sembari menyiapkan peluru debu untuk kamu tembakkan. Sepasang netramu memandang tajam ke arah hutan di depanmu, tempat di mana sosok itu berada.
"Apakah kau sudah melupakan aku? Hanya dalam waktu sesingkat ini?"
Peluru debu kamu tembakkan ke arah sana, tak peduli meskipun serangan itu tak mengenainya--setidaknya, serangan itu bisa untuk mengancam. "Jawab aku, siapa kau?!"
"Datanglah padaku sekali lagi. Masuklah ke dalam hutan, dan kau akan menemukanku."
Kamu dapat merasakan aura tak menyenangkan dari dalam sana. Kamu pun menelan ludahmu sendiri, mempertimbangkan masak-masak langkah apa yang harus kamu ambil.
"Kenapa? Kau takut? Hahaha. Pengecut."
Dia berusaha memprovokasimu, tetapi kamu tak akan termakan omongannya. Di hutan sana tampak ... berbahaya, kamu dapat merasakannya.
Pada akhirnya, opsi yang kamu pilih adalah untuk pergi dari sana, segera. Kamu tidak termakan ego, kamu sudah merasakan ngeri pada sosok di dalam sana, yang bahkan belum terlihat wujudnya seperti apa.
"Kenapa aku harus menurutimu?" Sebaliknya, kamu ikut menantangnya, supaya menggiring ia agar keluar dari persembunyiannya. "Keluarlah kalau berani, jangan-jangan justru kau yang takut?"
Sosok di dalam sana terdiam.
"Ayo, sini!"
Sesungguhnya kamu sudah menahan gemetar dan rasa takutmu sejak tadi. Meski tak terlihat, ada satu hal yang kamu yakini; dia bukanlah monster biasa yang bisa kamu lawan. Auranya berbeda, suasananya bahkan jauh lebih mencekam dibanding saat kamu melawan monster laut tempo hari.
Kabut hitam keluar dari tengah hutan, menenggelamkanmu dalam gelap gulita. Kamu menelan ludah. Mengerikan, auranya seketika menjadi sangat tidak menyenangkan. "Meh, kau hanya mengeluarkan kabut? Tunjukkan wujudmu di depanku!"
"Inilah aku. Bagaimana bisa kau melupakanku yang sudah jelas-jelas muncul di hadapanmu?"
"...!" Kamu tersentak ketika kabut itu bersuara, posisi siaga kamu buat, berusaha menghempaskan kabut itu jauh-jauh.
Kabut hitam itu mengubah wujudnya menjadi serupa dengan senjata tajam yang banyak, kemudian ia menyerangmu dari segala arah. Beruntung--kamu sempat menangkisnya dengan debu milikmu.
"Kau lupa padaku?" Kabut itu melancarkan serangannya sekali lagi tanpa ragu, untuk sementara kamu hanya bisa menangkisnya. "Setelah aku membunuhmu waktu itu?"
Tunggu, apa katanya? Membunuhmu?
"Aku yakin kau sudah mati di hari itu. Kenapa kau kembali lagi ada di sini--wahai God of Dust?"
Kabut hitam berubah menjadi semakin pekat, ia menyelimuti dirimu dengan kabut. Napasmu menjadi sesak hingga terbatuk. Pada detik berikutnya kamu kehilangan kesadaranmu.
***
'Kamu' berjalan dengan langkah tegap, melewati rerumputan yang hijau, menuju ke padang bunga glaze lily yang sangat cantik.
Bunga-bunga di sana masih menguncup, tetapi tetap indah. 'Kamu' tersenyum, hendak memekarkan bunga-bunga itu dengan nyanyian, sama seperti biasanya.
"Lalala~"
Lagu lullaby itu keluar dari bibir'mu'. Senandung yang 'kamu' nyanyikan sangat merdu, bahkan jauh lebih merdu dibandingkan nyanyian yang biasanya. Bunga-bunga itu dengan cepat bermekaran.
"Wah, bunganya langsung mekar. Sebaiknya, aku bawakan beberapa tangkai untuk Morax." 'Kamu' bergumam sendiri dan berlutut, kemudian mencari-cari bunga yang sekiranya paling indah untuk 'kamu' bawa pada rekan yang paling 'kamu' sayangi.
Namun, ada perasaan ngeri yang aneh ketika 'kamu' berlutut. Tetapi, pandangan mata'mu' tak berubah jadi goyah sedikitpun, bahkan tetap memandang lurus ke depan. 'Kamu' kemudian berkata dengan tenang, "Siapa di sana?"
"Aku tahu kau ada di sana, keluarlah."
Sesuai perintah, sosok kabut itu ke luar di depan'mu'.
"God of Dust ... bisa-bisanya kau ada di sini sendirian, mana kesatria yang selalu melindungimu itu?"
'Kamu' lantas memandangnya dengan tenang, sosok itu sudah jelas ingin mencari ribut dengan'mu'. "Morax adalah sahabatku, bukan kesatriaku."
"Benarkah? Bukankah dia selalu melindungimu yang lemah bagai putri yang tak berdaya itu?"
"Kau hanya memanfaatkannya bukan? Karena kau lemah, kau membuat keterikatan dengannya atas nama kontrak, sungguh licik sekali kau."
Bukan 'kamu' namanya jikalau tersulut emosi hanya dengan provokasi kekanakan seperti itu. Dengan mudah, 'kamu' dapat mengendalikan diri dan menatap ke arahnya.
"Tidak pernah terbesit sedikitpun dalam benak bahwa aku memanfaatkannya." 'Kamu' tidak akan tersulut emosi sedikitpun atas perkataannya. Memang betul, 'kamu' adalah sosok bijaksana yang berkepala dingin. "Jika kau ingin memprovokasi aku, berhentilah--sebab, aku takkan termakan omonganmu."
"Apa yang membuatmu datang ke mari, wahai sang kabut? Bicaralah."
"... Pengganggu. Kau dan Morax semuanya benar-benar pengganggu--! Aku membenci kalian!"
"Kami tidak pernah mengganggumu." 'Kamu' memandangnya tanpa ada rasa gentar sedikitpun. "Mengapa kau membenci kami? Bagaimana kalau kita rundingkan ini baik-baik?"
Sosok kabut itu menjadi semakin pekat, aura yang terasa semakin menyiksa. 'Kamu' yang tadinya tenang pun mulai waspada ketika merasakan tekanan yang sangat mencekik leher itu.
"Pengganggu. Pengganggu. PENGGANGGU!"
Kemudian, sosok itu menyerang 'kamu' secara membabi buta. 'Kamu' hanya bisa menghindar, dan sebisa mungkin mengajaknya berkompromi.
"Dinginkan kepalamu. Jika ada cara kami yang merugikanmu, bicaralah dan kami akan memberikan kompensasi--"
"PENGGANGGU! MATILAH KAU, GOD OF DUST!"
Ah. Sosok itu tidak ada niatan mendengarkan 'kamu' barang sedikitpun. Mau tidak mau, 'kamu' menghindari setiap serangannya dan berusaha mencari celah untuk melarikan diri ke tempat yang aman, secepatnya.
Namun, ketika hendak menghindari serangannya--
Crash--!
--ia menusuk'mu' dengan kabut serupa pedang yang tajam. Tawa mengerikan mengudara, ketika kabut itu berhasil membunuh'mu' dalam gelap gulita.
.
.
.
.
.
.
.
.
HALOHALO KEMBALI LAGI DENGAN RASHI DI SINI~ Akhirnya Rashi update lagi, yaa! Maaf agak lama, hehe~
Gimana chapter kali ini? Asik, 'kamu' mati YEEEEYY >:D /ketawa jahat/
Maaf ya belum ada adegan uwu-uwuan lagi–sebab, ini udah masuk arc tempur dan kelihatannya dalam 1 - 2 chapter ke depan, Zhongli belum akan muncul dulu :( Maaf yaa, semoga gak bosen
Terima kasih udah mampir ke book Rashi! Jangan lupa tinggalkan jejak, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus!
See ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top