Terakhir kalinya

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hati Luna terbelah dua sekarang. Antara Kaisar dan Zidan sebenarnya tak ada yang salah. Keduanya sama-sama punya tempat di hati Luna. Bahkan setelah pembicaraan mereka itu, Luna kesulitan membedakan antara khawatir dan cinta yang sesungguhnya.

Memangnya bisa seperti ini? Jatuh cinta pada dua pria sekaligus tanpa bisa memilih salah satunya? Tapi bukankah Luna tak seharusnya memilih? Zidan sudah mundur dan memangnya apalagi? Luna terlalu banyak berpikir.

"Dan.. Kalau waktu itu, Abang gue bisa selamat, dia sekarang bakal hidup gak sih?" Tanya Luna ketika mereka sedang menunggu Kaisar datang ke tempat janjian mereka untuk yang ke sekian kalinya. Kaisar bilang, setidaknya ketiga chip harus tetap bersama biar bisa selalu merundingkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.

"Kayaknya bisa.." Ungkap Zidan.

"Bisa Lo ulang waktu lagi?" Tanya Luna.

"Lo bakal berhenti setelah satu kali gagal?" Tanya Zidan seolah memastikan terlebih dahulu. "Gue udah hampir empat puluh kali nyoba balik biar bokap gue gak meninggal. Tapi hasilnya tetap sama. Meski gue masih berharap percobaan selanjutnya berhasil. Capek Lun." Zidan menunduk. "Gue sempat mikir, apa gue terima aja ya? Dan coba hidup bahagia sama Lo tanpa mikirin orang lain? Gue bener-bener sempat pengen egois kayak gitu, meski akhirnya berakhir sama aja." Zidan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sambil merasakan hawa dingin di sekitar taman tempat mereka janjian itu.

"Kenapa Lo gak mau berbagi sama gue si? Harusnya meskipun nikahin gue tanpa rasa suka, seenggaknya Lo anggap gue jadi tim Lo. Gue bahkan siap ada di kubu Lo tanpa syarat." Ungkap Luna meski kata-kata itu sedikit melukai hatinya karena kembali mengingat masa-masa sulit ketika bersama Zidan.

"Berat banget ya hidup sama gue? Maaf Lun, gue emang gak guna." Ini pertama kalinya Zidan meminta maaf hingga membuat mata Luna perih tiba-tiba.

"Ah.. Udahlah.. Lupain.." Luna menggeleng dengan senyuman meski air mata itu sempat membuat matanya basah.

Lalu dimana Kaisar?

Sebenarnya dia mendengarkan tak jauh dari sana sebelum akhirnya mendekati mereka.

"Lama lu!" Keluh Zidan.

"Kemana aja sih?" Tanya Luna yang lalu mengulurkan tangan seolah menyambut kedatangannya dengan hangat.

"Kita cari tempat makan aja yuk!" Ajak Zidan.

"Dan.." Kaisar menahan dengan Luna yang menempel di sampingnya.

"Hm?"

"Kita balik aja ke tahun 2023.." Putus Kaisar. "Bisa kan?" Tanyanya lagi.

"Lu mati di sana." Zidan seolah mengingatkan.

"Gue gak bakal mati." Kaisar kali ini terlihat yakin.

"Gak!" Luna tak setuju.

"Kita harus cari waktu yang berjalan dan hidup normal di sana." Kaisar mengusap pipi Luna lembut dengan suara yang halus.

"Rencana Lo apa?" Tanya Zidan.

"Gue tau siapa yang bakal bunuh gue nanti." Kaisar sepertinya sudah memikirkannya akhir-akhir ini.

"Siapa?" Tanya Zidan.

"Gue gak bisa ngomong sekarang. Yang jelas, gue titip Luna sama Lo. Nikahi dia kayak sebelumnya. Jaga dia sebelum gue balik. Dan kalau pun gue gak balik, jangan rubah lagi memorinya. Buang chip itu dan hidup normal di waktu yang berjalan seperti seharusnya." Kaisar seperti sedang memberi wasiat.

"Gak bisa! Aku gak bisa liat kamu mati lagi Kasiar! Kamu bilang mati itu sakit?!" Luna makin merengek karena panik.

"Aku gak akan mati Lun!" Ucapan Kaisar bagai kebohongan belaka. Luna mana bisa percaya.

"Gimana caranya?" Luna benar-benar ingin tau apa yang hendak Kaisar lakukan kali ini.

"Sar, mending pikirin dulu sebelum balik. Kalau gegabah, ini bakal jadi tempat terakhir kita ketemu." Zidan kembali mengingatkan.

"Udah gue pikirin. Dan kali ini gue yakin gak akan gagal. Percaya sama gue."

Zidan sempat terdiam melihatnya. Ia sudah mengenal Kaisar begitu lama. Ini pertama kalinya dia terlihat begitu yakin.

"Oke." Zidan akhirnya setuju.

"Dan!!" Luna berteriak kesal. Namun percuma saja. Kedua pria itu sudah bertekad.

"Begitu balik, Lo ancurin benda itu sehancur-hancurnya supaya waktu benar-benar berhenti di tahun 2023. Apapun caranya harus di sana. Tahun itu." Kaisar seperti sedang memerintah.

"Ya." Zidan kembali mengiyakan. Dia serius akan bekerja sama kali ini. Lagi pula, otak Kaisar tak perlu diragukan lagi. Jika bersama-sama menciptakan chip itu, mungkin akan lebih sempurna dari ini. Zidan sempat menyayangkan.

"Oke!" Zidan menengadahkan kedua tangannya seolah meminta Luna dan Kaisar menyambutnya.

"Gak mau gue!" Luna masih merajuk bahkan duduk di bangku taman sendirian.

Kaisar tak kehabisan akal. Dia mengampiri Luna, menelungkup kedua pipinya, lalu..

Cup..

Kaisar mengecup sempurna bibir Luna dengan lembut.

"Bangsatd kalian!" Keluh Zidan yang lalu meraih kedua tangan temannya itu hingga memunculkan cahaya itu kembali.

Dan..

💕💕💕

Mereka kembali ke 2023?

"Aku sama Mas Zidan mau cerai Bu.." Ucapan itu yang tiba-tiba Luna ungkapkan begitu kembali dari masa lalu. Zidan pun sama. Luna terlihat bingung karena semua mata kini memandanginya.

Mampus!

Gimana nih?

"Maaf Bu.. Barusan Luna sama Zidan berantem. Kayaknya kita perlu bahas lagi di dalam. Permisi Bu.." Zidan datang menyelamatkan Luna dari kumpulan keluarga besar Zidan yang terlihat syok mendengar ucapan Luna tadi.

Zidan kembali membawa Luna masuk ke dalam kamar tamu itu lagi.

"Lu kurang konsen!" Cecar Zidan.

"Gimana mau konsen BANGKE! Abis di cium tiba-tiba begitu." Keluhnya.

Namun meski mengeluh, Luna malah memegangi bibirnya seolah masih merasakan bibir Kaisar yang menciumnya tadi.

"Girang banget lu? Inget ya, di sini lu istri gue." Zidan mengingatkan. Kenangan pernikahan mereka masih belum berubah meski sudah ada banyak perbedaan tentang perasaan mereka masing-masing.

"Eh? Jam berapa ini?" Tanya Luna.

"Hampir jam delapan malam." Ungkap Zidan setelah melihat jam di tangannya.

"Kaisar gimana?" Tanya Luna lagi.

"Kita tunggu aja. Gue percaya sama dia." Zidan menenangkan.

Oke. Jika menunggu adalah solusinya, tak ada yang bisa Luna lakukan lagi.

Setidaknya sejauh ini, perasaannya mulai terkonfirmasi. Jika bersama Zidan adalah penyesalan karena merasa di rendahkan, dan berpotensi berujung dendam, perasaan Luna pada Kaisar sepertinya lebih dari itu. Seperti kebutuhan atau mungkin adiksi. Padahal jika dibandingkan dengan Zidan, waktu kebersamaan mereka sangatlah singkat. Tapi ternyata sama sekali tidak menentukan betapa hebatnya cinta mereka.

"Lu beneran jatuh cinta sama dia." Zidan memperhatikan dan menyimpulkan sendiri.

"Gue gila kalau mikirin dia." Ujar Luna.

"Berdosa lu Lun."

"Kenapa?"

"Lu istri gue. Kenapa malah jatuh cinta sama cowok lain?" Tanya Zidan tak terima.

"Siapa suruh nyiptain alat aneh dan rubah masa lalu orang lain seenaknya?" Luna malah balik mempersalahkan.

"Serah lu deh. Heran, kenapa juga gue pernah suka sama Lo?" Zidan menggeleng tak percaya dengan perasaannya sendiri.

"Suka? Kenapa lu bilang gak pernah suka? Munafik lu!" Ungkap Luna.

"CK.. Lu gak liat Kaisar udah pucet banget waktu di restoran Hanoi? Kalau gue jawab gue pernah suka, bisa-bisa dia kena serangan jantung di sana. Gila lu.." Alasan Zidan cukup menyentuh. Dia bahkan memikirkan Kaisar dulu sebelum dirinya sendiri.

"Lu sahabat yang baik." Ungkap Luna kagum.

"Mau sama gue aja Lun? Kita lupain Kaisar dan mulai hidup baru. Mau?" Goda Kaisar.

"Sinting!"

💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top