Perpisahan terkeji

.
.
.
.
.
.
.

"Kita pisah aja.."

Deg!

Kalimat itu meluncur bebas tanpa terdengar ragu sama sekali. Padahal sampai ke apartemen pun sepertinya masih beberapa menit lagi. Dengan posisi yang masih sama, Zidan memutar kemudi seolah sedang membicarakan hal biasa. Luna bahkan sama sekali tidak melihat raut bingung ataupun setengah hati. Zidan sepertinya sudah memikirkan ini dengan seksama sebelumnya.

"Udah pisah terus apa?" Tanya Luna sedikit menekan suaranya. "Gimana sama Ayah?" Tambahnya lagi karena memang masalah ini sudah mengakar. Luna tau, setiap kali Zidan ingin berpisah, Ayahnya selalu menentang. Alasannya tentu karena nama baik keluarga. Bagi mereka, perceraian itu aib. Entah teori dari mana, namun keluarga pejabat itu terlihat sama sekali tak bahagia karena hidup mereka tergantung penilaian orang lain.

Tak ada jawaban atas pertanyaan Luna tadi. Zidan memang selalu bungkam soal itu. Dia memang selalu kalah jika menyangkut soal Ayahnya.

"Kamu bener-bener gak bisa nerima aku?" Tanya Luna dengan suara rendah berharap masih ada kesempatan untuk bisa bahagia bersama Zidan. Bukankah rencana itu tidak buruk? Zidan pun bukan orang jahat. Pikir Luna.

"Gak usah bahas itu." Zidan selalu menolak pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

"Kenapa? Kamu belum bisa lupain Karin?" Luna kembali menekan. Namun nyatanya, Zidan benar-benar bungkam. Menunggu pun percuma. Bisa dipastikan Luna tidak akan mendapatkan jawaban apapun.

"Berhenti." Ujar Luna.

"Hujan.." Tolak Zidan masih dengan wajah dingin.

Cklek..

Luna langsung membuka pintu mobil hendak lompat langsung dari sana meski meski Zidan tak menghentikan mobilnya.

"Gila! Angelin!" Sentak Zidan selagi tangan kirinya menahan tubuh Luna. Tentu saja laju mobilnya terganggu hingga oleng. Untung jalanan sepi hingga terhindar dari kecelakaan fatal.

"Berhenti!" Balas Luna dengan frustasi.

Zidan terpaksa menghentikan mobilnya lalu kembali menutup pintu di samping Luna kemudian menguncinya rapat-rapat.

"BUKA!!" Sentak Luna.

"Jangan kayak anak kecil Lun!" Zidan melotot dengan suara penuh penekanan.

Luna tertegun. Ia bisa melihat pandangan Zidan tak seperti biasanya. Ia kira ini akhirnya. Hubungan tak jelas ini sudah sampai di ujung sekarang.

"Kiran bilang paling enggak bertahan sepuluh tahun." Ungkap Luna yang masih mengingat dengan jelas amanat temannya dulu. Padahal melewati tahun demi tahun itu tak mudah. Luna selama ini bagai mengemis.

"Kalau gini caranya, lu terobsesi sama Kiran. Gila yah! Gue gak nyangka lu se-gila ini." Ujar Zidan tak percaya.

"Lu gak sayang apa sama Kiran?" Luna ikut tersulut juga akhirnya.

"SAYANG! Gue udah jawab itu berkali-kali! Tapi gak gini caranya Angelin!"

"Terus gimana?! Gue cuma bantu Lo! Gini cara Lo berterima kasih?" Luna kali ini ingin Zidan tau bagaimana beratnya bertahan selama ini. Setidaknya berusaha untuk kali terakhir.

"Ya makasih.. Tapi kalau di lanjut kayaknya gue gak sanggup.." Ungkap Zidan terlihat penuh sesal bahkan terdengar putus asa. "Lu juga tersiksa Lun.." Tambahnya.

"Gue gak ngerasa tersiksa." Jawab Luna kembali. Intinya, Luna enggan berpisah dengan Zidan.

"Tapi gue tersiksa!" Ungkap Zidan.

Hening. Luna tak lagi bisa membalas. Matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis sejak tadi.

Ya! Menjijikan! Memalukan! Luna bahkan benci pada dirinya sendiri sekarang. Memangnya hati Zidan terbuat dari apa? Kenapa begitu sulit hanya untuk sekedar menerimanya saja?

Tuk
Tuk
Tuk

Seorang pria dengan payung hitam dan juga jas hitam tiba-tiba mengetuk kaca mobil Zidan. Sepertinya membutuhkan bantuan.

"Pak! Pak! Permisi Pak!" Ketuknya.

Zidan sempat menoleh ke arah Luna kemudian membuka sedikit kaca mobilnya dengan hati-hati.

"Ya?"

"Maaf Pak! Ban mobil saya bocor, kebetulan saya gak ada ban serep. Hp saya juga mati, boleh saya pinjam hp bapak buat..." Tiba-tiba kata-katanya terhenti ketika memperhatikan dengan jelas wajah Zidan meski dalam celah sekecil itu.

"Zidan!" Panggilnya. Tentu si pemilik nama mengerjap kemudian perlahan membuka kaca jendelanya untuk lebih memastikan. "Kaisar! Temen SMA. Ingat gak sih?" Tanyanya kembali sambil menunjuk-nunjuk wajahnya.

"Oh! Hoah.." Zidan langsung membuka pintu mobilnya kemudian menyambut teman baiknya itu dengan ramah bahkan memeluknya tanpa canggung. "Apakabar lu?" Tanya Zidan.

Entah karena suasana sudah mulai menghangat, hujan pun tiba-tiba mereda. Kaisar yang tadinya membawa payung akhirnya melipatnya kembali.

"Wah.. Pangling banget sih lu? Kok jadi kayak oppa-oppa Korea gini sih?" Ungkap Zidan saking senangnya bertemu dengan sahabatnya itu.

"Bisa aja .." Kaisar masih senyum-senyum sendiri mendengarnya. "Oh..? Luna?" Dia menunjuk ketika Luna ikut turun dari mobil Zidan untuk ikut menghampiri mereka.

Ah.. Zidan melupakan ini.

Melihat Kaisar memandanginya dengan penuh tanya, ia tiba-tiba berubah kikuk.

"Ya. Istri gue. Luna." Jelas Zidan.

"Ah?" Kaisar mematung. Rautnya seketika berubah dengan senyuman yang seketika menguap entah kemana. Ada ribuan pertanyaan yang seharusnya tumpah saat itu. Namun mana mungkin meluap begitu saja setelah hampir sepuluh tahun lamanya dia menghilang dari mereka.

Yang pasti, hatinya kini terasa tertampar ketika mendapati kenyataan bahwa, sahabatnya malah menikah dengan wanita yang sejak awal SMA begitu ia idam-idamkan.

💕💕💕

Tak lantas meninggalkan Kaisar setelah tukang bengkel panggilan datang, Zidan memilih untuk menemaninya tentu saja. Luna memilih duduk di bahu jalan alih-alih menunggu di dalam mobil.

Sesekali ia melirik ke arah Zidan dan Kaisar yang begitu asyik berbincang seperti tak ada habisnya.

Sabarrr.. satu tahun lagi, genap sepuluh tahun. Dia akan segera menyelesaikan amanat terakhir Kiran. Setelah ini, dia bersumpah akan menjalani hidupnya sendiri. Mewujudkan mimpi-mimpi yang sempat tertunda, dan kalau bisa, mengembalikan semua harta yang sempat Zidan berikan selama sepuluh tahun ini.

"Lun..?" Tiba-tiba Kaisar menghampiri dan duduk di samping Luna selagi menunggu Zidan yang ternyata mendapat panggilan telepon entah dari siapa.

"Hm?" Luna merespon namun tanpa senyuman sama sekali hingga membuat Kaisar kebingungan harus mulai dari mana.

"Apakabar Lun?" Tanyanya canggung.

"Kalau gak salah ingat, dulu lu deket banget kan sama dia?" Luna malah balik bertanya seolah sama sekali tak mendengar pertanyaan Kaisar selagi menunjuk suaminya dengan dagu. Mendapat pertanyaan seperti itu, Kaisar langsung mengangguk mengiyakan.

"Dia se-cinta itu sama Kiran?" Luna kembali bertanya. Dan pertanyaan itu entah mengapa membuat Kaisar malah menghela napas berat. Meski begitu, ia enggan mengecewakan wanita ini. Dia berusaha mengingat-ingat keadaan duabelas tahun lalu itu.

"Kiran?" Luna mengangguk ketika Kaisar menyebut nama itu lagi. "Zidan dulu kasar sama Kiran."

"Hah?" Jawaban Kaisar benar-benar diluar ekspektasi Luna. Bukankah dulu mereka saling mencintai?

"Terus kenapa.." Luna heran namun tak bisa melanjutkan ucapannya karena kedatangan Zidan.

"Sar?! Kayaknya kita harus duluan deh.. Barusan ada telepon dari rumah katanya Eyang masuk rumah sakit." Zidan tiba-tiba mendekat kemudian berbicara pada Kaisar dan Luna silih berganti.

"Oh.. Ya udah.. Kalian pergi aja. Thanks banget Dan.." Kaisar bangkit dan terlihat sedikit kikuk. Sedangkan Luna malah terlihat muak mendengarnya. Dia bahkan sama sekali enggan bangkit dari duduknya.

"Lun!" Ajak Zidan.

"Gak! Lu aja! Gue mau pulang ke rumah Ibu." Ungkap Luna yang membuat suasana menjadi semakin canggung. Apalagi Kaisar masih di sana dan ikut memperhatikan keadaannya.

"ANGELIN!" Zidan menahan tangan Luna ketika ia hendak menjauh dari sana. Dia bahkan menekan suaranya seolah mengancam.

"Lepasin!" Sorot mata Luna kini benar-benar tajam. Sebenarnya ia enggan berdebat lagi. Apalagi Kaisar masih di sana. Namun, untuk kembali kesana, Luna benar-benar enggan.

"Eyang masuk rumah sakit." Zidan kembali menekan suaranya seolah permintaan bahkan lebih terdengar seperti perintah.

"Lo lupa? Lo bilang kita harus pisah kan? Oke! Kita pisah! Gue gak mau balik ke sana!" Ujar Luna. Zidan tentu tak enak hati. Kaisar masih memperhatikan tak jauh dari mereka. Entah alasan apa yang bisa membuatnya mundur dari perdebatan rumah tangga ini. Ia pun kebingungan.

"Mas, mobilnya udah selesai.." Tukang bengkel akhirnya memberi Kaisar jalan untuk kabur dari keadaan ini.

"Oh.. Makas..."

Sreet...

"Luna!! ANGELIN!! Ngapain sih?!" Zidan berteriak karena Luna malah merebut kunci mobil Kaisar dan membawanya kabur. Namun percuma saja. Luna sama sekali tidak berniat mendengarkan teriakan Zidan sama sekali.

Dan yang mengherankan, entah terlalu sayang pada mobil mewahnya, atau bagaimana, Kaisar malah ikut masuk ke dalam mobilnya bersama Luna.

Tanpa menghiraukan apapun, Luna melesat menggunakan mobil Kaisar dengan kecepatan tinggi. Tak ada pikiran apapun di dalam otaknya selain meninggalkan Zidan sejauh-jauhnya.

Karena.. Zidan BANGSATD!

💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top