Penjelasan Logis
.
.
.
.
.
Keesokan harinya, Luna kembali ke sekolah dengan wajah tegap. Tentu saja. Setelah bikin baper cowok paling populer di sekolah kemarin, Luna kini merasa jadi cewek paling oke di sekolah. Percaya dirinya meningkat entah berapa persen.
Setelah mengantarnya pulang kemarin, Luna bahkan bermimpi indah tentangnya. Masa depan cerah nan bahagia yang dia impikan akhirnya terwujud semenjak ada Kaisar. Ia harap, apa yang ada dalam mimpinya itulah yang memang akan terjadi di masa depan. Tak ada lagi harapan yang menganga tanpa jawaban pasti. Juga, tak ada lagi perpisahan mengerikan yang selalu ia takutkan.
Semoga.
"Angelin!"
Tau siapa yang memanggil Luna seperti itu?
Yap.
Zidan.
Kali ini rautnya sudah seperti ingin menghakimi. Pertemuan mereka di apartemen itu dan penjelasan Zidan soal AI itu sepenuhnya sudah seperti omong kosong bagi Luna. Bisa dipastikan dia sudah berada di kubu Kaisar sekarang.
"Ikut gue." Zidan langsung merampas tangan Luna untuk membawanya pergi.
"Lepas!" Luna tentu saja menepis karena enggan mendengar apapun yang Zidan ucapkan kali ini.
"Sebentar.." Zidan hendak mengamit tangannya lagi namun Luna buru-buru menepis. "ANGELIN!" Sentak Zidan.
"Apa?!"
"Kemarin kemana aja?" Tanya Zidan.
"Apa urusan Lo?" Luna heran karena Zidan malah makin protektif.
"Sama Kaisar kan?" Tanyanya lagi berusaha meredam suara serendah-rendahnya meski beberapa orang yang lewat terlihat membicarakan mereka. Luna saat itu dikenal karena dekat dengan Kaisar. Jika sekarang malah terlihat dekat dengan Zidan, tentu saja merusak citranya.
"Sinting lu!" Luna berusaha menghindar namun lagi-lagi Zidan menghadang.
"Di apartemen gue udah jelasin." Zidan berusaha mengingatkan.
"Gue gak percaya." Luna kembali menatapnya tajam hingga membuat Zidan berusaha meredam emosi, bahkan menelannya dalam-dalam.
"Gak masalah kalau lu gak percaya. Gue cuma mau mastiin kalian semua selamat." Ungkap Zidan tiba-tiba.
"Maksud Lo?" Luna sempat tertarik dengan pernyataan Zidan meski sedetik kemudian kembali meralat. "Ah.. Oke! Gue gak mau denger. Silahkan berimajinasi sesuai dengan kapasitas otak lu. Jangan bawa-bawa gue oke?" Ungkap Luna yang akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan Zidan tanpa ingin tau apapun.
Zidan terlihat menahan sesal. Dia bahkan kebingungan sekarang. Entah apa yang ada dalam otaknya, tak ada yang tau.
"Kenapa?" Kaisar sempat melihat Luna berbicara dengan Zidan, namun begitu mendekat, ternyata pembicaraan mereka sudah selesai.
"Dia gila." Luna hanya menggeleng seolah meminta Kaisar untuk buru-buru pergi dari sana.
"Ngobrolin apa?" Kaisar masih penasaran meski beberapa saat lagi sampai di kelas.
"Gak tau. Dia ngaco terus ngomongnya." Luna enggan membahasnya lagi. Namun berbeda dengan Kaisar yang malah terus memikirkan hal itu bahkan setelah duduk di bangkunya.
"Pulang sekolah mau kemana?" Tanya Luna bersama senyuman manisnya. Ia harap suasananya berubah. Jika Zidan merusaknya tadi, kali ini Luna ingin memperbaikinya lagi. Memandangi Kaisar seperti ini bukankah obat dari segala masalah? Ya kan?
"Oh.. Kemarin Papah kamu bilang apa?" Luna penasaran dengan hasil keberaniannya kemarin.
"Dia.." Kaisar terlihat memandangi Luna dalam-dalam. Entah mengapa sekilas merasa khawatir jika Ayahnya berbuat sesuatu yang lebih mengerikan dari kemarin. Meski sejak lahir sudah bersama ayahnya, Kaisar merasa sama sekali tidak pernah mengenalnya. Mungkin karena tidak ada sosok penengah bernama ibu. "Langsung pulang ke Kanada." Lanjut Kaisar.
"Gak bilang apa-apa?" Tanya Luna heran. Kaisar mengangguk. Luna pun tak lagi membahasnya.
Kaisar sempat terdiam beberapa saat seperti sedang berpikir. Setelah bulat, ia baru mulai lagi membicarakannya.
"Lun.."
"Hm?"
"Kita ngobrol sama Zidan aja yuk! Bertiga lebih baik daripada berdua. Mungkin dia memang tau sesuatu."
"Ngapain? Dia mungkin bakal bikin kita jauh se-jauh jauhnya. Kamu mau kita pisah?" Luna malah merajuk.
"Ck.." Kaisar menyundul kepala Luna dengan jari telunjuknya. "Memangnya seorang Zidan bisa pisahin kita? Yakin, hubungan kita se-dangkal itu?" Tanya Kaisar yang kembali membuat debaran jantung Luna makin heboh.
Awch.. Kaisar jago banget memang.
"Iya juga yah?" Luna baru menyadari ini.
"Males aku ketemu dia." Keluh Luna.
"Halah.. Katanya kamu gak mau cerai sebelum sepuluh tahun?" Kaisar masih mengingat cerita Luna yang ini.
"Dih.. Cemburu.." Goda Luna.
"Makannya kita harus bahas ini sama Zidan. Biar bisa tenang. Yah?" Kaisar kembali membujuk.
"Ya udah.." Luna menyerah juga pada akhirnya.
Percayalah..
Menolak permintaan Kaisar itu, bukan hal mudah.
💕💕💕
Pertemuan itu akhirnya terjadi juga. Padahal Luna sebenarnya enggan mendengarkan Zidan lagi sebenarnya. Tapi apa boleh buat? Jika ini permintaan Kaisar, mungkinkah dia mengabaikan?
Dimana?
Mereka memutuskan bertemu di sebuah restoran siap saji yang sepi pelanggan. Maksudnya biar tidak terlalu ramai dan tidak repot dengan gangguan nantinya.
Lalu dimana?
Zidan membawa mereka ke restoran milik keluarganya di sebuah mall. Kaisar memang kali pertama ke sana karena tak tau menahu soal restoran itu. Tapi Luna dan Zidan tentu sangat mengenal restoran itu. Mereka berdua tau betul jika dalam lima sampai enam tahun ke depan, restoran itu akan tutup karena bangkrut.
"Hanoi?" Tanya Luna pada Zidan yang kini berjalan beriringan bersama Kaisar juga tentunya.
"Mm.." Zidan mengangguk selagi berjalan lurus tanpa menoleh sama sekali. Melihat komunikasi mereka, Kaisar sebenarnya sedikit cemburu. Bukankah artinya mereka memang banyak tau satu sama lain?
Meski kini berada di masa lalu bersama-sama, tapi tidak dapat dipungkiri jika Luna dan Zidan pernah menjalani masa depan bersama. Entah itu bahagia atau tidak, faktanya mereka tetap bersama dan itu cukup lama. Waktunya sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Kaisar. Jauh.
"Pantes bangkrut. Sekarang pun sepi." Celetuk Luna lagi.
"Kalau ganti gaya Korea kayaknya gak bakal bangkrut." Zidan dan Luna seperti sedang berdiskusi dengan bisnis mereka sendiri.
"Coba aja." Ujar Luna yang lalu masuk ke dalam resto yang cukup eksklusif bergaya elegan dengan kursi-kursi mewah.
"Mau duduk dimana?" Luna baru ingat pada Kaisar dan bertanya dengan ramah.
"Di sana!" Tunjuk Kaisar dingin bahkan mendahuluinya dan terlihat sedikit kesal. Kaisar benar-benar cemburu. Hanya saja, Luna tidak menyadari.
"Mas, tutup aja." Ujar Zidan pada pegawainya lalu menyusul Luna yang mengejar Kaisar menuju salah satu meja di sana.
"Kenapa?" Tanya Zidan yang melihat Luna sedang mempertanyakan sikap dingin Kaisar.
"Langsung aja." Ujar Kaisar seketika membuat Luna berhenti bertanya padanya.
"Mulai dari mana?" Tanya Zidan.
"AI yang Lo maksud?" Kaisar penasaran. Zidan terlihat memutar otak karena kemarin sempat berbohong soal ini pada Luna.
"Oke. Maaf gue bohong Lun." Ujar Zidan akhirnya. "Tapi gak sepenuhnya bohong juga." Lanjutnya.
"Jelasin Dan.. Lu temen gue kan?" Kaisar lebih tenang sekarang. Bahkan sepertinya siap mendengarkan apapun yang akan Zidan jelaskan nanti.
Zidan sempat terdiam seperti menimang-nimang.
"Oke!" Dia menggenggam kedua tangannya kemudian bersiap menjelaskan. "Bokap lu.." Ungkap Zidan membuat Kaisar langsung mengerjap bahkan memperbaiki cara duduknya.
"Lo tau kan, bokap gue bisa jadi walikota pun karena bantuan bokap Lo?" Tanya Zidan meski Kaisar sepertinya tidak tau apa-apa. "Dia minta gue gimanapun caranya, Lo harus hidup sampai usia 40 tahun atau bahkan lebih karena dia gak mau liat Lo mati sebelum dia. Dia percaya kalau hidupnya hanya sampai 60 tahun. Tapi ditengah jalan, lu kayaknya memang gak bisa bertahan di usia 35 tahun. Dia marah bahkan ancam semua keluarga gue sampai bokap gue meninggal juga karena serangan jantung."
"Tunggu. Jadi lu dari berasal dari tahun 2028?" Tanya Luna sambil menghitung-hitung.
"2030.." Jawab Zidan meralat. "Dua tahun setelah kematian Kaisar, gue dapat cara buat balik ke masa lalu. Gue tanam chip di otak Luna sama Lo.."
"Jadi soal AI itu beneran?" Luna masih tak percaya.
"Buat apa gue bohong soal itu? Menurut Lo memangnya penjelasan logis apalagi selain itu?" Ungkap Zidan. "Dan soal magnet chip itu, gue juga gak bohong. Sumpah! Demi apapun, waktu hidup Kaisar, yang awalnya di angka 35 tahun, gak tau kenapa malah jadi 30 tahun setelah ketemu sama Luna. Maksud gue mempertemukan kalian itu biar Kaisar bisa sedikit bahagia dan bokap Lo gak akan ancam gue sama keluarga gue. Tapi gak tau kenapa malah makin kacau. Jujur gue udah puluhan kali bolak-balik merubah memori kalian bahkan sempat nikah sama Lo biar angka hidup Kaisar kembali di angka 35. Tapi gue gagal." Zidan menjelaskan dengan mata memerah. Bahkan berkali-kali mengusap kepalanya saking frustasinya.
"Artinya waktu yang berjalan ada dimana? 2030? Atau 2023?" Tanya Kaisar.
"Gak tau. Gue hampir gila. Kayaknya mati aja lebih mudah." Zidan menunduk makin dalam saking tak tau harus berbuat apa lagi.
"Kita gak kena skizofrenia kan?" Celetuk Luna tiba-tiba.
Diantara mereka tak ada yang bisa menjawab karena mereka pun tak bisa mengartikannya. Keadaan tak masuk akal ini memang membuat kinerja otak kian melambat.
"Ada berapa kematian gue yang Lo ulang?" Tanya Kaisar tiba-tiba penasaran.
"Puluhan. Lebih.." Jawab Zidan.
"Penyebabnya rata-rata apa?" Kaisar masih penasaran.
"?.." Zidan terlihat berpikir lebih keras. Dia sepertinya belum sempat memikirkan ini sebelumnya. "Kecelakaan, ditabrak, ditusuk, tenggelam,.. SAR!" Zidan sepertinya menyadari sesuatu. "Lu di bunuh?" Tanya Zidan dengan wajah terkejut karena baru menyadarinya.
Kaisar terdiam seolah kembali berpikir. Jantungnya sudah berulah sejak tadi sebenarnya. Namun, ia berusaha untuk tidak memperjelasnya.
"Artinya chip itu gak ada pengaruh apapun kan?" Ungkap Luna menyimpulkan.
"Kayaknya iya.." Zidan setuju dengan ini.
"Terus.. Siapa yang niat banget.." Luna menoleh ke arah Kaisar yang masih tenggelam dalam pemikirannya sendiri.
Hening. Mereka sama-sama berpikir meski entah mengapa tak juga ada jawaban pasti. Luna kini bisa mengerti kenapa sikap Zidan selama delapan tahun ini terkesan sangat tidak konsisten bahkan tak jarang membuatnya kesal setengah mati.
Apa tadi? Mati lebih mudah katanya? Terbayang bagaimana frustasinya Zidan saat itu. Mengotak-atik memori orang lain tentu tak mudah. Apalagi memastikan orang-orang tersayangnya selamat tentu hal yang mustahil. Dia bukan malaikat penjaga. Zidan hanya manusia biasa yang hanya menggunakan otak sekecil itu untuk menciptakan tekhnologi diluar nalar. Itu saja sudah termasuk keajaiban.
"Tapi.." Kaisar kembali membuka suara. Luna dan Zidan tentu saja langsung mengerjap seolah bersiap mendengarkan dengan seksama.
"Kenapa lo harus nikah sama Luna?" Tanya Kaisar yang masih sempat-sempatnya memikirkan ini.
"Kalau gue gak nikah sama dia, bokap Lo memangnya bakal diem aja?" Ungkap Zidan. Benar. Kaisar pun sempat mengkhawatirkan soal ini. Ternyata Zidan sudah memikirkannya bahkan sebelum dia sadar tentang ini.
"Lu suka sama Luna?" Tanya Kaisar kembali penasaran. Begitu pun dengan Luna yang sepertinya mulai memasang kedua telinganya baik-baik.
Zidan menoleh ke arah wanita yang dia perjuangkan selama ini. Bahkan Zidan sempat berbuat kesalahan pada Kiran karena berusaha menjauh dari Luna. Apa boleh, sekarang egois? Apa sekarang waktunya? Pikir Zidan.
"Gak.." Jawab Zidan dengan sesal yang tentu menyeruak bagai ombak.
Ah..
Begitu rupanya. Hati Luna pun sempat kecewa. Lalu, apa yang kira-kira Kaisar rasakan melihat keadaan itu?
💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top