Masih Kaisar

.
.
.
.
.
.
.

"Ngaco!" Luna langsung melempar tangan tangan Kaisar karena sudah berbicara sembarangan. "Memangnya mau bunuh diri?!" Pertanyaan sarkas Luna membuat Kaisar kembali tersenyum.

"Lun, andai aku bilang sebenernya aku datang dari masa depan, kamu percaya?"

Deg!

Benarkah Kaisar pun dari masa depan? Luna kembali mematung mendengarnya. Kaisar terlihat menerawang dengan mata sedikit menyipit seperti berusaha mengingat sesuatu.

"Di masa depan, kita sama sekali gak saling kenal. Bukan hanya gak kenal, kita bahkan sangat jauh. Padahal sempat satu sekolah bahkan satu kelas kan?" Dia menoleh seolah meminta di verifikasi meski tak mendapat jawaban apapun dari Luna. Walaupun begitu, Kaisar tetap melanjutkan. "Tapi yang terjadi di masa depan itu, aku dan kamu sama sekali berbeda dari yang sekarang. Aku gak berani deketin kamu meski mau, dan kamu kayak punya kehidupan sendiri tanpa aku." Ungkapnya yang kemudian kembali menerawang. Luna mendengarkan dengan seksama. Mengira-ngira, apa cerita dalam ingatannya sama dengan cerita yang Kaisar maksud.

"Bertahun-tahun kemudian setelah kita pisah, aku ketemu lagi sama kamu. Tapi kamu katanya sudah menikah dengan Zidan."

Deg!

Apa benar-benar sama?" Gumam Luna.

"Karena itu kemarin aku marah pas kamu nyebut-nyebut nama dia. Aku gak berharap mendengar nama itu dari mulut kamu sekarang." Sejauh ini, Luna bisa memahami semua perkataan Kaisar dengan hati terbuka karena memang sejak awal, dia sama sekali tidak mencurigai apapun. Bahkan Luna merasa Kaisar juga sama bingungnya seperti dirinya.

"Entah semua itu cuma mimpi, atau mungkin bahkan sekarang kita sedang bermimpi?" Kaisar seolah bertanya. "Aku takut karena di masa depan, ketika kita sama-sama lagi, aku malah meninggal. Padahal masih banyak hal yang belum aku sampaikan sama kamu." Ungkap Kaisar yang kini kembali mengamit tangan Luna dengan lembut. "Karena itu mulai sekarang aku gak akan menyia-nyiakan waktuku sama kamu. Andai waktuku tiba-tiba berhenti, aku gak akan merasakan penyesalan seperti yang pernah aku rasakan di masa depan itu."

Benar-benar sama.

Lalu siapa yang harus Luna percaya jika seperti ini? Penjelasan ilmiah Zidan kah? Atau cerita Kaisar yang memang hampir sama dengan apa yang ia pikirkan selama ini?

"Kaisar.. Kalau kamu bilang kamu dari masa depan, dan aku merasa aku pun dari masa depan yang sedang mengulang cerita kita dari awal, bisa gak kamu juga percaya kalau ini semua adalah tekhnologi buatan manusia?" Luna bertanya setelah memikirkannya matang-matang.

"Maksudnya?" Kaisar terlihat benar-benar bingung. Pandangannya semakin memperhatikan apa yang hendak Luna ungkapkan selanjutnya.

"Kalau misalkan di masa depan kamu ternyata punya artificial intelligence yang bisa bikin kita semua mengulang memori yang sama seolah mengulang masa lalu, kamu percaya?" Tanya Luna dengan hati-hati.

"Ada alat kayak gitu?" Kaisar malah balik bertanya dengan wajah kebingungan. Sepertinya bukan Kaisar yang berbohong. Pikir Luna.

"Di masa depan mungkin ada." Jawab Luna.

"Kalau gitu, artinya waktu kita tidak pernah berhenti kan? Maksudku, ketika aku mati di masa depan, artinya akan ada kehidupan lain yang tetap berjalan. Iya kan? Tapi anehnya, aku merasakan mati itu gak hanya satu kali. Ini sudah kali keempat. Dan ketika aku mati, lagi-lagi aku bangun di masa lalu sama kamu. Tambah lagi, waktu kematianku selalu di tahun dan bulan yang sama. Meski tanggalnya berbeda-beda."

Deg!

AI apaan maksud Zidan? Dia ternyata nipu lagi. Gumam Luna. Nyatanya Kaisar pun bisa merasakan apa yang selama ini Luna rasakan. Andai dari dulu dia mendiskusikannya dengan Kaisar, pasti akan lebih mudah. Dia bahkan mengingat dengan detil tahun, bulan bahkan tanggal kematiannya sendiri.

"Karena itu aku mulai ingin merubah masa laluku supaya tidak menyesal. Aku lebih berani mengejar kamu, bahkan sampai gak peduli lagi dengan yang lain. Sekalipun itu Zidan." Tatapan Kaisar sepenuhnya meluluhkan hati Luna. Benar-benar terlihat lugu dan teduh. Kaisar memang idaman.

"Kamu masih ingat alasan-alasan kenapa kamu meninggal di masa depan?" Tanya Luna. Kaisar kembali menerawang.

"..mm... Yang pertama, saat aku ketemu sama kamu dan ternyata kamu lagi berantem sama Zidan. Kalau gak salah.."

"Waktu itu aku mau cerai sama dia." Lanjut Luna.

Deg!

Agh.. Kalimat Luna entah mengapa tiba-tiba menyakiti jantung Kaisar. Dia sempat terkejut karena ternyata Luna tau. Ingatan mereka sama. Artinya, Luna juga berasal dari masa depan. Kaisar benar-benar baru tau soal ini.

"Kok?" Kaisar heran dengan sedikit mengerinyit karena denyut jantungnya mulai tak terkendali.

"Obat kamu mana?" Tanya Luna panik.

"Gak papa.." Kaisar hanya perlu menghirup oksigen lebih dalam kemudian kembali bisa mengontrolnya meski sempat terdiam beberapa detik.

"Ya udah.. Istirahat aja. Jangan di terusin!" Putus Luna yang hendak pergi mengambilkan air minum untuknya.

"Kamu naik mobil aku waktu itu.." Lanjut Kaisar. Luna mengangguk mengiyakan.

"Kita kecelakaan dan kamu melindungi aku.." Lanjut Luna dengan raut sesal. Dia bahkan hampir menangis. "Apa sakit?" Tanya Luna dengan linangan air mata yang mulai menyeruak tanpa bisa di tahan.

"Mm.." Kaisar mengangguk. "Maaf aku gak bisa bertahan dan malah bikin kamu sedih."

Sontak ucapan Kaisar malah membuat tangis Luna makin membanjir. Bisa-bisanya Kaisar masih memikirkan perasaan Luna ketika rasa sakit yang dia rasakan sudah luar batas kemampuannya sendiri. Sebesar itukah cintanya?

"Kenapa malah minta maaf sih?" Lirih Luna yang kemudian dipeluk erat oleh Kaisar. "Padahal kamu kesakitan.." Sambungnya yang masih tenggelam dalam pelukan Kaisar.

"Aku baik-baik aja sekarang.." Jawabnya.

Puas dengan tangisnya, Luna masih ingin mengkonfirmasi kematian-kematian Kaisar yang lain. Jika benar-benar sama dengan ingatannya, berarti mereka memang melakukan perjalanan waktu bersama.

"Dan kematian kamu yang kedua, gara-gara aku ngasih kamu alkohol." Ungkap Luna setelah mengurai pelukannya tadi. Kaisar tersenyum lagi lalu mengangguk untuk yang ke sekian kali. Benar-benar terkonfirmasi sekarang. "Itu juga sakit?" Tanya Luna lagi.

"Mm.." Kaisar kembali mengangguk dengan senyuman yang masih tak bisa lepas. Namun kali ini enggan menjelaskan seberapa sakitnya karena takut tangisan Luna malah makin parah.

"Maaf.. Aku gak tau kamu alergi alkohol. Dan aku mana tau kalau air bening itu ternyata alkohol." Sesal Luna.

"Gak papa. Mungkin bukan hanya karena alkohol itu. Bisa jadi karena malam itu aku terlalu senang karena kamu tiba-tiba nempel banget sama aku. Ini.." Kaisar menunjuk dadanya, lebih tepat ke jantung. "Emang gak berguna." Sambungnya.

"Tapi kamu kesakitan.." Lirih Luna yang masih saja belum bisa menghentikan tangisan itu.

"Sekarang gak papa. Aku gak papa." Kaisar sedikit bingung karena Luna terus menerus menangis. Entah apa yang harus ia katakan supaya dia berhenti menangis.

"Terus yang ke tiga?" Tanya Luna.

"Udahlah.. Jangan dilanjut ya?" Pinta Kaisar lembut selagi mengusap air mata di pipi Luna.

"Gak bisa! Aku pengen tau karena yang ke tiga tiba-tiba aku udah liat kamu meninggal di rumah sakit." Kaisar sedikit menghela napas berat kemudian kembali menggenggam tangan Luna lembut.

"Aku pun gak tau yang ketiga ini karena apa. Yang jelas, aku pikir sakitnya lebih hebat dari yang pertama dan kedua. Entah dua atau tiga hari sebelum meninggal, aku masuk rumah sakit karena demam. Awalnya ku pikir hanya demam dan sama sekali gak mau mengabari siapapun kecuali sopir pribadi aku. Dia bahkan yang mengantar aku ke rumah sakit dan katanya harus di rawat dan di infus. Aku gak ada curiga apapun karena memang selama ini hanya dia yang selalu jaga aku. Tapi sehari di rawat, bukannya membaik, tubuhku malah semakin lemas. Gak bisa bergerak sama sekali dan urat-urat nadiku kayak di sayat-sayat perlahan. Itu sakit banget." Jelas Kaisar yang membuat Luna makin menggenggam tangannya erat-erat.

"Semakin hari rasa sakitnya semakin nyiksa dan bener-bener gak bisa ditahan. Aku sempat dengar sopirku marah-marah di ruang rawat inapku karena dia minta petugas medis di sana untuk menghentikan pengobatan mereka. Mungkin dia curiga dokter-dokter itu suruhan orang lain yang memang sengaja memasukkan zat asing ke dalam tubuhku."

"Siapa memangnya yang ngelakuin itu sama kamu?"

"Gak tau." Jawab Kaisar yang masih juga tak mendapat jawaban hingga saat ini. "Yang jelas, aku memang punya banyak musuh. Pebisnis itu bukan orang baik Lun." Ungkap Kaisar dengan senyuman tulus.

"Aku pikir kamu harus mulai curiga sama Zidan."

"Zidan?"

"Ya." Luna mengangguk yakin. "Dia punya cerita berbeda untuk kematian kamu yang ketiga ini." Ungkap Luna. "Katanya kamu mati karena over dosis. Soalnya kamu tau aku sama dia sudah menikah. Katanya kamu frustasi jadi nyiksa diri kayak gitu. Dan lagi, kebohongan dia masih berlanjut dengan teori artificial intelligence yang aku jelaskan tadi. Sebenarnya itu yang Zidan bilang sama aku. Katanya kamu beli AI, terus merubah semua memori kita dengan chip yang ditanam di kornea mata yang bisa meresap ke dalam otak."

"Aku?" Luna mengangguk mengiyakan.

"Kayaknya omongan dia ada benernya juga." Ungkap Kaisar. "Kalau aku memang nyiksa diri karena kehilangan kamu, wajar kan?" Lanjutnya selagi mengelus pelan pipi Luna.

"Ck.. Sembarangan. Jangan lah.."

"Kenapa?"

"Bisa jadi itu bentuk penyesalan aku karena gak berani ngejar kamu." Luna tersenyum bahagia mendengarnya kemudian kembali melanjutkan pembahasan mereka.

"Dan katanya kamu tetap akan mati karena aku. Dia bilang magnet dari chip itu bisa bunuh kamu kalau selalu terkoneksi sama aku." Luna kembali menambahkan.

"Konyol." Kekeh Kaisar. "Dari kematian-kematianku aja, kamu udah bisa menyimpulkan. Bahkan alasan kematianku yang keempat, karena aku kehabisan darah setelah tiba-tiba ditusuk di sini." Kaisar menunjuk perut sebelah kirinya. "Artinya ada seseorang yang benar-benar pengen aku mati. Lagian mana ada AI yang bisa menghentikan waktu manusia. Apalagi seolah mengulang kematian. Pemikiran dia benar-benar konyol. Sepintar-pintarnya manusia, mana mungkin melebihi Tuhan." Keluh Kaisar tak percaya dengan pemikiran Zidan.

"Tunggu. Kamu di tusuk?" Jantung Luna benar-benar tersentak mendengarnya. Kaisar mengangguk meski dengan sedikit sesal. Tak seharusnya dia mengungkapnya. Itu pasti membuat Luna khawatir.

"Zidan se-jahat itu?" Luna benar-benar tak habis pikir.

"Kita belum bisa menyimpulkan kalau itu Zidan. Tapi kalaupun benar-benar dia, aku bisa ngerti." Kaisar kali ini terlihat lebih tenang. Ia bahkan bersandar seolah sudah lunas menceritakan semuanya pada Luna.

"Ngerti gimana? Dia psikopat." Komentar Luna.

"Saking sukanya dia sama kamu, dia jadi kayak gitu." Ungkap Kaisar.

"Jangan-jangan dia sukanya sama kamu. Bukan aku." Luna curiga.

"Kalau gitu, yang dia sakiti kamu. Bukan aku."

Ah.. Benar juga. Pikir Luna.

Hening. Untuk beberapa saat, mereka sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Berusaha mencerna semua cerita yang sudah mereka bagi. Sampai pada satu titik, Kaisar kembali bertanya.

"Lun.. Tau cerita Nabi Adam kan?"

"Ya. Nenek moyang kita kan?"

"Iya. Manusia pertama yang diciptakan Tuhan." Lanjut Kaisar.

"Kenapa malah bahas nabi Adam sih?" Luna masih tak paham arahnya.

"Tau siapa yang goda nabi Adam buat makan buah terlarang?"

"Iblis kan?"

"Bukan!"

"Siapa?"

"Istrinya Hawa."

"Jangan ngarang kamu." Luna menolak percaya.

"Iya. Katanya Hawa yang pengen buah itu dan bujuk nabi Adam buat ambil. Karena iblis gak akan mungkin bisa menggoda nabi Adam buat mengkhianati perintah Tuhan, tapi Iblis membujuk Hawa untuk membuat nabi Adam ingkar atas dasar cinta."

"Lah? Aku baru tau cerita ini."

"Intinya sejak awal penciptaan, laki-laki itu lemah dihadapan perempuan. Dia akan selalu rela melakukan apapun untuk cintanya meski harus mengkhianati Tuhannya sendiri." Ungkap Kaisar.

Luna terdiam mendengarnya seolah sedang mencerna apa maksud dari cerita Kaisar.

"Paham maksudku kan?" Tanya Kaisar lagi-lagi dengan raut penuh perhatian.

"Paham." Luna mengangguk.

"Aku pun sama. Kalau itu untuk kamu, aku rela meski harus mati berkali-kali." Kaisar bahkan mengusap surai indah Luna perlahan selagi tak henti-hentinya tersenyum. "Setidaknya Tuhan masih berpihak pada kita seolah tidak mengizinkan aku mati sia-sia." Tambahnya lagi kali ini seolah sedang mengucap syukur bahkan mencetuskan kesimpulan. "Dia bahkan memutar kembali waktu hanya untuk kita. Entah bagaimana caranya kita berterima kasih untuk ini."

Kata-kata Kaisar begitu dalam hingga membuat Luna tak lagi bisa menjawab saking sudah sempurnanya.

Benar.

Ini perjalanan waktu plus kesempatan dari Tuhan. Luna hanya beruntung karena dia terlibat dengannya. Dia yakin sebenarnya Tuhan hanya ingin memberikan keistimewaan ini pada Kaisar yang sudah hidup dengan sangat baik selama ini.

Ya kan?

💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top