khayalan semata
.
.
.
.
.
.
.
Luna, ayolah! Solusi dari merubah masa depan itu, adalah dengan belajar. Lu gak akan se-bego kemarin kalau rajin belajar kan? Gumam Luna saat sukses mengumpulkan buku-buku pelajaran di perpustakaan sekolah.
Kejadian kemarin tentu saja tidak akan pernah bisa dilupakan dengan mudah. Meski sudah menginjak kepala tiga, kenapa masih juga belum bisa menjadi wanita elegan yang terkesan pintar dengan tutur kata lembut dambaan semua orang? Harusnya Luna lebih bisa menahan diri meski ini adalah jatuh cinta tergila yang pernah ia rasakan. Setidaknya pelan-pelan bestie. Luna memang terlalu terburu-buru kemarin. Ajakan menikah itu konyol.
Hah .. Fokus belajar! Fokus! Fokus!
Luna membuka buku-buku itu berushaa keras supaya mendapatkan ilmu yang dia dambakan. Ingat slogannya? Buku itu jembatan ilmu. Benar gak sih?
Namun bukankah belajar tidak semudah itu? Jika hal terdasar dalam matematika saja tidak ia kuasai, mana bisa memahami pelajaran lainnya yang lebih tinggi? Mimpi.
Benar.
Mimpi nyatanya lebih indah. Mata Luna memberat seolah memang tak kuat menerima beban-beban pelajaran itu. Perlahan tapi pasti, Luna mulai mencari posisi ternyaman untuk bisa melipat matanya ditengah-tengah bacaan yang masih menumpuk itu.
"Ahhh... " Luna kembali menguap entah kali ke berapa. Matanya sudah tak sanggup dan akhirnya tertutup dengan sempurna.
Peringatan bagi orang-orang tipe-tipe seperti Luna, jangan coba-coba melakukan hal seperti ini ya. Di jamin tidak akan berguna!
Tapi jika gunanya untuk menarik perhatian Kaisar tentu saja ada. Ya kan?
Sadar Luna seperti menghindarinya sejak pagi tadi, Kaisar mencarinya bahkan sampai ke toilet wanita. Meski tidak juga menemukannya di sana, Kaisar tetap mencari dan makin lama makin panik sendiri. Jika seperti ini, mungkinkah Luna menyerah padanya? Pikir Kaisar.
Satu gedung lagi yang belum sempat ia obrak-abrik. Perpustakaan. Semoga Luna ada di sana meski kemungkinannya kecil. Kaisar tau jika Luna bukan tipe anak yang suka belajar. Dia memang cantik. Dan sepertinya hanya pintar dandan saja. Pikir Kaisar. Bahkan setelah masuk ke dalam pun, Kaisar tak begitu yakin jika Luna memang ada di sana. Dia berjalan semakin dalam, mencoba mencari siapa tau Luna ada di sudut-sudut terdalam.
Tapi..
Ternyata ada.
Kaisar terkekeh kecil ketika melihat Luna tertidur pulas dengan tumpukkan buku di sampingnya. Sebentar lagi bel berbunyi. Kaisar akan menunggunya bangun untuk kemudian mengajaknya ke kelas bersama.
Kriiinnnnggggg......
Kriiinnnnggggg......
Kriiinnnnggggg......
Se-berisik itu tapi Luna tetap tidak bangun dan malah mempernyaman posisinya. Lagi-lagi tingkah Luna membuat senyuman Kaisar makin mengembang. Lalu bagaimana?
Kaisar akhirnya memutuskan untuk duduk di samping Luna sambil memandanginya puas-puas.
Cantik..
Luna benar-benar cantik.. Kaisar yakin akan terus menerus jatuh cinta setiap kali melihat wajah itu. Jika Zidan bilang Luna mendekatinya hanya karena dia kaya, memangnya kenapa? Kaisar benar-benar tidak peduli. Justru bagus jika Luna menemukan alasan khusus kenapa dia harus mendekatinya. Jika Luna tidak se-gila itu, Kaisar mungkin hanya akan memendam tanpa berniat untuk mengungkapkan sama sekali. Dia tidak punya keberanian sebesar itu jika bukan karena Luna.
Nikah katanya? Kaisar kembali mengingat ucapan Luna kemarin. Sebenarnya dia menginginkan hal yang sama. Tapi untuk sampai pada tahap itu sepertinya Kaisar harus memperkuat pondasinya dulu. Akan ada banyak rintangan yang tak pernah ia tau kedepannya. Setidaknya Kaisar harus memastikan cinta Luna cukup kuat untuk tetap bertahan di sampingnya. Ya kan?
Perlahan tapi pasti, tangan Kaisar merayap menempelkan satu-persatu jemarinya untuk ia tautkan bersama tangan Luna. Lembut dan sangat halus. Ia tak ingin membangunkan Luna. Kaisar sangat berhati-hati hingga akhirnya kedua tangan mereka saling menggenggam satu sama lain. Kaisar ikut merebahkan kepalanya di atas meja seolah bersiap tidur bersama. Ia bahkan menutup matanya seolah benar-benar nyaman dalam posisi seperti itu.
Entah mengapa, mereka bahkan lolos dari guru jaga yang berkeliling. Cahaya matahari yang masuk lewat celah jendela itu pun sama sekali tidak mengganggu. Kaisar tertidur dengan senyuman yang mengembang selagi menggenggam tangan Luna.
Namun semakin lama dalam posisi itu, Luna sempat menggeliat dan perlahan sadar tangannya ada yang menggenggam.
Eh?
Mimpi yang benar-benar indah. Pikir Luna yang malah kembali melanjutkan khayalannya untuk mengagumi Kaisar yang tertidur sambil menggenggam tangannya. Apa ini nyata? Luna kembali bergumam.
Oh?
Tangan!
Sreet!!
Luna buru-buru menarik tangannya karena ada kemungkinan jika terus berpegangan seperti itu, mereka akan kembali ke masa depan. Bukan saatnya. Luna tidak mau melihat Kaisar mati di sana.
"Kenapa?" Kaisar bangun dan heran melihat Luna yang sepertinya terkejut karena mendapati dirinya di sana.
"Sejak kapan di sini?" Tanya Luna.
Kaisar bangun lalu dengan tenang melihat jam di tangannya.
"Kita udah setengah jam ketinggalan kelas.." Ujar Kaisar.
"Lu pegang tangan gue dari tadi?" Luna ingin memastikannya lagi.
Kaisar mengangguk kemudian mengusap matanya seolah ingin menyadarkan diri sepenuhnya.
"Kita masih kelas satu kan?" Pertanyaan Luna membuat Kaisar mengerinyit.
"Ya.. Kenapa?" Kaisar benar-benar tak paham.
Benar. Artinya Luna tidak melompati waktu sama sekali padahal kedua tangan mereka bertaut satu sama lain. Apa perlu di coba lagi? Pikir Luna selagi melihat tangan Kaisar kembali.
Tapi jika benar-benar terlempar ke masa depan, Luna takut takdir belum berubah dan Kaisar tetap mati.
"Kenapa?" Kaisar malah kembali mengamit tangan Luna seolah tau apa yang ia pikirkan sekarang.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Empat detik.
Lima detik.
Tidak terjadi apapun sejauh ini. Luna pun heran. Apa mungkin dia sudah tidak bisa kembali sekarang?
"Lun?" Kaisar dengan lembut kembali bertanya.
"Ah.. Gak. Ke kelas yuk!" Ajak Luna tiba-tiba.
"Eh? Kita bakal di hukum kalau balik sekarang." Kaisar menahan lagi.
"Terus gimana?"
"Kita keluar aja." Putusnya menunjuk arah jendela. Tentu mereka tidak akan bisa keluar dari perpustakaan dengan mudah karena ada petugas jaga. Satu-satunya cara supaya tidak ketahuan, dengan cara melompati jendela.
Luna tak sepenuhnya setuju, namun juga tak menolak. Kaisar membuka jendela lebar-lebar supaya Luna bisa keluar terlebih dahulu. Kemudian setelah mereka berhasil keluar, Kaisar masih menggenggam erat tangan Luna untuk membawanya ke pintu gerbang belakang.
"Waktu itu kamu ngajak aku kabur dari sini tapi malah nangis." Ujar Kaisar yang ternyata masih ingat dengan jelas ketika Luna akhirnya kembali ke masa depan di tempat ini. "Akhirnya kita malah ketahuan sama guru dan di hukum." Tambahnya lagi
Luna masih mendengarkan selagi masih heran karena genggaman tangan itu tidak juga menghasilkan apapun. Benar-benar tidak terjadi apa-apa seolah lompatan waktu itu hanya khayalan semata.
"Yuk!" Kaisar berjongkok meminta Luna menginjak lututnya untuk melompati pagar.
"Yakin?" Tanya Luna.
"Cepet!" Kaisar meminta Luna bergegas karena takut ketahuan lagi. Akhirnya Luna memberanikan diri hingga akhirnya berhasil melewati pintu pagar itu bersama Kaisar.
Lalu..
Apa memangnya yang akan mereka lakukan di luar sana?
💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top