Kesempatan kedua?

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tangisan Luna kian menyayat saking sakitnya. Sepertinya genggaman tangan itu masih terpaut satu sama lain. Nafas Luna kian tercekat sampai ia merasakan seseorang menepuk-nepuk bahunya cukup keras bahkan menepuk pipinya juga. Tangan itu akhirnya terurai. Begitu perlahan membuka mata, suasana tiba-tiba berganti menjadi ruangan UKS sekolah. Sekilas Kaisar terlihat mundur dan melepas tangannya dari Luna ketika melihatnya perlahan sadar.

Loh?

Luna berusaha memperjelas pandangannya berusaha mengamati sekitar. Jantung, nafas, otak, aliran darah, sepertinya sudah berhenti kah? Kenapa dia melihat orang-orang ini sekarang?

"Lun! Luna! Luna!!" Meski masih samar, Luna mendengar suara yang kemudian berusaha ia cari meski pemandangan itu masih saja belum bisa ia percaya sepenuhnya. Kayaknya dia lagi ketindihan kalau kata orang Jawa. Namun Luna berusaha untuk menghilangkannya sekuat tenaga hingga akhirnya mata itu terbuka dengan sempurna.

Debaran jantung Luna dan seluruh nadi-nadinya terasa kembali sekarang.

"Heh! Kenapa sih? Kok bisa pingsan?" Tanya seseorang yang tadi sempat memanggil namanya.

Deg! Eh? Apa dia belum benar-benar kembali? Pikirnya.

Aneh.

Luna rasa dia masih bermimpi sekarang. Diperhatikan seperti apapun, cewek yang ada di sampingnya dan bertanya dengan khawatir itu, adalah Kiran. Dan Zidan juga ada di sampingnya ikut memperhatikan bersama Kaisar yang malah melengos pergi setelah memastikan Luna bangun.

Hey, kenapa ketindihan kali ini cukup aneh dan membingungkan?

"Heh! Angelin!" Kiran kembali menepuk bahu Luna dan itu terasa sangat nyata. Bahkan sisa pukulan itu masih terasa sebelum ia bisa menyimpulkan keadaan itu dengan jelas.

Tapi..

Ah.. Siapa peduli? Yang terpenting, Luna bisa melihat Kiran dengan jelas seperti ini bukankah keajaiban? Meski Luna paham mimpi ini akan segera berakhir, apa salahnya untuk dinikmati dulu meski hanya sesaat?

"Ey.. Kenapa sih?" Tanya Kiran heran karena Luna tiba-tiba memeluknya dan menangis segukan. "Tadi pas pingsan, kayaknya juga Lo nangis terus. Kenapa sih Lun?" Karin tak menghindari pelukan itu, dan hanya berusaha mengusap punggung Luna perlahan untuk menenangkannya. "Kalau ada masalah tuh cerita Lun, jangan kayak gini. Di pendam sendiri malah tersiksa kayak gini kan akhirnya." Tambah Karin lagi.

"Kok lu banyak ngomong sih? Mimpinya lama banget perasaan. Gue gak mau bangun jadinya." Ungkap Luna yang lalu melerai pelukan itu.

Tuk

Awh..

Sakit.

Loh? Kenapa sakit?

Puk
Puk
Puk

Luna dengan sengaja menepuk keras kedua pipinya supaya terbangun dari mimpi itu. Namun nyatanya pipi itu malah terasa perih.

"Heh!" Kiran menahan tangan Luna supaya tidak menyakiti diri sendiri lagi.

"Ahz.. Makannya kalau ke sekolah itu jangan lupa sarapan! Jadi nyusahin orang kan lu?!" Celetuk Zidan yang kemudian pergi meninggalkan Luna dan Kiran yang melongo karena sikap jutek itu.

Benar. Sepertinya Luna pernah mengalami ini. Tepatnya sekitar tiga atau dua belas tahun lalu?

Zidan dan Kiran sepertinya masih saling asing artinya mereka belum pacaran. Gampangnya, kemungkinan besar Luna sedang memimpikan masa lalu kan?

Ya!

Luna masih berpikir jika ini adalah mimpi yang terasa begitu nyata.

"Ran? Kita baru masuk sekolah kan?" Tanya Luna.

"Iya."

"Lu abis liburan dari Jawa?" Masih untuk memastikan, pertanyaan Luna kembali di jawab anggukan kecil dari Kiran.

Artinya, ini sudah setengah semester semenjak Luna dan Kiran masuk ke SMA 59. Sekolah yang entah ada angin apa tiba-tiba dirasuki anak-anak konglomerat kayak Kaisar dan Zidan. Mungkin untuk kesetaraan atau mungkin keluarga mereka ada misi khusus di SMA 59. Entahlah.. Yang jelas, seluruh siswa tau persis jika Kaisar dan Zidan harus disegani karena kemungkinan mereka punya darah biru.

"Tau gak sih siapa yang bawa lu ke sini?" Tanya Kiran.

"Siapa?" Sekelebat ingatan tentang hari itu sepertinya agak lain. Dulu ketika Kiran bertanya seperti itu Luna enggan menanggapi dan malah mengajaknya masuk ke kelas. Namun kali ini, Luna penasaran.

"Kaisar." Jawab Kiran. "Dia kayaknya khawatir banget sama lu. Pegang-pegang tangan lu terus dari tadi."

Benar.

Dari yang ia tahu dari Zidan, Kaisar sepertinya memang punya perasaan khusus padanya. Meski baru tahu di tahun 2023, dan itu sangat terlambat, setidaknya Luna kali ini tidak bisa terlalu abai. Bukankah di masa depan Kaisar bahkan menyelamatkannya dari maut?

"Kemana dia sekarang?" Tanya Luna ketika mendengar nama itu.

Ingatannya terakhir kali adalah, ketika tangan mereka saling bertaut di ruang jenazah malam itu. Petugas wanita itu sepertinya punya kekuatan khusus sehingga Luna bisa bermimpi se-nyata ini. Mungkinkah dia malaikat? Atau mungkin perantara Tuhan? Entahlah..

"Barusan pergi." Jawab Kiran.

Kejar?
Ya!

Di masa depan, Luna hanya bisa menggenggam tangan Kaisar ketika sudah meninggal. Mungkinkah ketika menggenggamnya lagi Luna akan terbangun kembali?

"Kemanaaa?!" Teriak Kiran melihat Luna yang malah berlari ke luar UKS.

Harus di coba. Setidaknya untuk memastikan apakah ini benar-benar mimpi atau halusinasi. Kemungkinan jika sudah mulai berhalusinasi, bukankah sekarang dia ada di rumah sakit jiwa tapi otaknya sedang berkelana ke sini? Pikir Luna.

Apapun itu, setidaknya cara apapun harus ia coba untuk kembali ke masa depan. Luna enggan kembali merasakan rasa sakit kehilangan orang-orang tersayangnya. Apalagi merasakan susahnya melewati masa SMA yang ia pikir benar-benar kacau itu.

Langkah Luna sama sekali tidak ragu-ragu. Kiran bahkan dibiarkan teriak-teriak di belakang tanpa bisa menghentikan langkah Luna. Biar saja. Bukankah di masa depan ada banyak hal yang harus Zidan jelaskan padanya? Luna yakin suaminya selama ini menyembunyikan sesuatu.

"Kaisar!" Padahal bel masuk sudah berbunyi entah sejak kapan. Di kelas itu memang tak ada guru yang mengajar tapi sepertinya seisi kelas mendapat tugas hingga terasa sepi senyap.

Melihat kedatangan Luna yang tiba-tiba itu, tentu membuat semua orang memperhatikan dengan heran. Bukankah selama mereka menginjakkan kaki ke SMA 59 ini tak ada yang berani memanggil nama Kaisar seperti itu?

"Ngapain Lu?" Zidan menghadang seolah melarang Luna mendekati Kaisar yang masih duduk di bangkunya tanpa berniat menanggapi.

Luna kini berhadapan dengan Zidan. Wajahnya masih sama. Bagi Luna, paras itu hanya mengingatkannya tentang ketidakadilan yang ia dapatkan ketika dalam ikatan pernikahan itu selama delapan tahun.

Tidak. Terlalu tinggi jika mengharapkan cinta dari hubungan itu. Setidaknya Luna hanya ingin diperlakukan lebih baik. Mungkin dengan begitu, dia tidak akan terlalu menyimpan dendam sedalam ini.

Enggan menanggapi Zidan, Luna menyingkirkannya tanpa sepatah katapun. Sesekali ia ingin melakukan hal yang sama pada Zidan. Bukankah terakhir mereka bertemu, yang Zidan inginkan hanya perceraian?

"Ikut gue!" Luna menarik tangan Kaisar lalu membawanya ke luar.

Semua orang melongo. Sebelumnya tak pernah ada yang berani mendekati Kaisar sampai seperti itu. Luna adalah yang pertama. Entah seperti ada larangan khusus atau mungkin damage Kaisar yang terlalu istimewa, bahkan cewek tercantik di SMA 59 pun katanya insecure jika harus mendekati Kaisar. Gosip itu sudah umum ketika itu.

Namun tentu saja karena Luna dari masa depan, semua itu sama sekali tidak berpengaruh apapun.

"Heh!! Kemana?!!" Seorang guru piket berteriak ketika melihat Luna menggusur Kaisar menuju tempat sepi.

"Ke toilet Pak!" Jawab Luna asal tanpa berniat menghentikan langkahnya sama sekali. Namun alasannya itu sepertinya bisa diterima. Entah karena kebetulan arah toilet memang sama, atau mungkin karena guru itu kurang peka.

"Eh? Toilet?" Guru piket itu bergumam sendiri ketika Luna dan Kaisar sudah menghilang dari pandangan. Bukankah tidak normal cewek dan cowok ke toilet bareng?

Ah.. Sudahlah..

"Kemana?" Kaisar baru bertanya ketika Luna terlihat bingung di depan pintu gerbang belakang sekolah. Entah mengapa jantung Luna kembali berdesir ketika mendengar pertanyaan itu. Terdengar begitu santun, tanpa ada penekanan, bahkan nada suara itu mengingatkan Luna ketika mereka mengalami kecelakaan mobil di tahun 2023. Kaisar masih sama. Dia terdengar sama lembutnya seperti ketika itu. Padahal selama ini Luna tidak tau apa-apa.

Tes..
Tes..

Tanpa terasa, ketika pandangan mereka tertaut satu sama lain, ingatan Luna tentang rasa bersalahnya pada Kaisar kembali mencuat dan begitu melukai hatinya. Air mata Luna mengalir begitu saja tanpa bisa di tahan.

"Kenapa nangis?" Tanya Kaisar masih dengan nada lembut.

"Gimana jelasinnya??" Keluh Luna sambil menangis segukan. Dia pun kebingungan. "Gue harus gimana??" Luna hanya bisa berjongkok tanpa bisa memikirkan solusi apapun.

"Kenapa Lun?" Tanya Kaisar yang juga ikut berjongkok tanpa berani menyentuh apapun. Kaisar panik bukan main.

"Mana tangan!" Luna langsung mengangkat wajahnya meski air mata masih membasahi pipi. Ia mengulurkan tangan meminta Kaisar menyambutnya.

Meski kebingungan, Kaisar sepertinya mencoba menuruti apa yang Luna katakan saja. Dia menyambut tangan itu dan keajaiban pun terlihat nyata.

Entah darimana munculnya cahaya yang tiba-tiba mengelilingi mereka. Perlahan tapi pasti, bak membentuk lorong waktu, cahaya itu berputar seperti ada yang mengendalikan dari jauh. Bisa jadi ini sihir, atau mungkin sebab Tuhan yang mereka percayai itu. Yang jelas, setelah cahaya memenuhi segalanya, tiba-tiba semua mengilang dan gelap.

💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top