Kencan?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kaisar yang membawa Luna bolos, kini dia yang kebingungan sendiri. Berjalan lurus tanpa tujuan karena memang dia baru pertama kali menapaki jalanan itu. Kaisar benar-benar tidak mengenali lingkungan itu sama sekali. Yang dia lakukan hanya celingak-celinguk, sambil memperhatikan komplek perumahan yang ia masuki. Ia pun tak menyangka langkahnya malah nyasar ke perumahan warga.
"Kemana sih?" Tanya Luna mulai kesal sejak tadi hanya berjalan membuntuti Kaisar tanpa tau mau dibawa kemana.
"Ini dimana sih Lun?" Kaisar berbalik dan malah bertanya kebingungan.
"Lah?! Dari tadi jalan terus gue kira lu tau ini dimana. Gimana sih?" Tak habis pikir, padahal Luna sudah sangat lelah berjalan.
"Bentar lagi kayaknya hujan Lun.." Kaisar mulai sedikit panik. Ia pun berusaha mencari-cari solusi yang entah mengapa sejak tadi tak juga muncul di kepala.
"Ikut gue!" Ajak Luna yang memang sudah khatam mengenai lingkungan sana. "Kalau gak tau nanya! TERSESAT kan lu!" Omel Luna yang lalu beralih memimpin jalan.
"Ya maaf.." Kaisar hanya bisa pasrah dan menyesal. Dia tidak memikirkannya sampai sini.
"Bawa duit gak?" Tanya Luna begitu melihat sebuah warung di ujung jalan sana.
"Ada.." Kaisar mengeluarkan beberapa uang merah dalam sakunya kemudian ia berikan semuanya tanpa ragu pada Luna.
"Oh.. Gilak! Lu beneran kaya apa mau sombong sih? Banyak amat?" Luna bahkan menghitung uang itu yang ternyata ada sekitar enam lembar. "Di saku kanan ada enam ratus ribu. Di kiri ada berapa?" Tanya Luna setengah sarkas.
"Kiri.." Kaisar merogoh sakunya lagi kemudian mengeluarkan uang biru dan hijau yang ternyata ada beberapa juga. "Nih.."
"Wah.. Ada juga? Di saku baju?" Luna kembali menunjuk saku kemeja Kaisar.
Dan benar saja. Bahkan di saku bajunya pun ada selembar uang lima ribu. Kaisar pun sebenarnya tak sadar ternyata dia membawa uang sebanyak itu.
"Gue kaya abis malakin orang kaya." Kekeh Luna yang lalu malah membawa uang lima ribu itu, dan mengembalikan semua uang yang tadi ia kumpulkan. "Ini aja cukup kayaknya." Ujarnya lalu pergi menuju warung dan membeli sebotol minuman dingin.
"Kok cuma beli satu?" Tanya Kaisar begitu mendapati Luna menyodorkan minuman jeruk itu.
"Biar romantis.." Jawab Luna asal lalu merebutnya kembali setelah Kaisar membukakan tutup botolnya. Tingkah Luna itu tentu membuat Kaisar tersenyum semakin lebar. Apalagi ketika Luna kembali menyodorkan minuman itu lagi.
Meski jantungnya sedikit tak karuan, Kaisar tetap meminumnya meski nyatanya Luna terlihat sama sekali tidak mempedulikannya lagi.
"Kita ke warnet aja yuk!" Ajak Luna.
"Warnet?" Entah karena Kaisar baru mendengar istilah itu, atau mungkin kesan warnet lebih condong ke arah negatif. Ya! Tempat para murid bolos sekolah, atau tempat mereka pacaran dimana lagi kalau bukan di warnet? Pada jaman itu tentunya.
"Iya! Ada makanan juga di sana." Ungkap Luna karena memang tau persis lokasi warnet yang bisa sekalian memesan mie instan. "Atau ke tempat sewa komik?" Saran Luna lebih jadul lagi. Lagipula, ia tau semua tempat yang memang sering dikunjungi para siswa pada masanya.
"Terserah kamu aja." Kaisar pun bingung dan tak punya pendapat apapun soal tempat-tempat disana.
"Ya udah ayok!" Ajak Luna mulai kembali berjalan. "Kayaknya lebih deket rental PS.. Bisa main PS?" Tanya Luna.
".. Bisa.." Jawab Kaisar.
"Sip! Lu main gue makan. Deal?" Ungkap Luna bersemangat. Dua tawarannya di awal akhirnya tak ada yang terpilih. Pada akhirnya, tempat yang ia kunjungi adalah sebuah rumah dengan garasi besar yang mereka gunakan sebagai bilik-bilik rental PS. Ada sebuah etalase makanan yang sepertinya juga bisa di pesan. Pada tahun-tahun itu, jasa rental-rental seperti itu memang sedang naik daun. Mereka akan menemukan tempat-tempat seperti itu dimana-mana.
Jika ini tahun 2023, sepertinya usaha seperti ini sudah tidak akan relate lagi. Usaha mereka pasti sudah beralih dan kebanyakan gulung tikar karena perkembangan teknologi yang sangat cepat itu. Gumam Luna ketika memasuki satu bilik yang ia pilih.
"Main dulu aja. Gue pesen makanan dulu." Ujar Luna yang lalu kembali ke depan untuk memesan makanan.
"Oh.. Iya.." Kaisar kikuk karena memang ini kali pertama. Bukankah di rumahnya pun ada? Kenapa juga harus sewa? Pikirnya.
"Udah?" Luna dengan cepat kembali menemani Kaisar yang masih juga belum memulai karena bingung apa yang harus dimainkan.
"Kok cepet?" Tanya Kaisar.
"Tinggal bilang doang. Tar di bawa kesini. Katanya mau di masak dulu."
"Oh.."
"Main apa?"
"Gak tau."
"Ah.." Luna hanya bisa melihat Kaisar menscroll game-game itu. Suasana berubah menjadi hening dan kikuk. Entah mengapa tak ada diantara mereka yang berusaha mencari obrolan karena memang benar-benar kehabisan tema. Mereka menjadi sangat canggung.
"Lun.."
"Hm?" Tanya Luna tanpa berusaha menoleh atau memperhatikan wajah kaisar yang juga masih fokus ke layar tv. Bukan apa-apa, jika menoleh atau melihatnya, Luna takut malah jadi salah tingkah. Ia tau persis Kaisar yang wajahnya terpantul sinar dari layar tv itu akan semakin mempesona. Ya kan?
"Soal omongan kamu yang waktu itu,.."
"Essss.. Lupain! Jangan di bahas lagi. Gue malu." Potong Luna tiba-tiba berdebar saat Kaisar malah membahas soal obrolannya waktu itu. Kaisar terkekeh.
"Bukan gitu.." Mencoba menjelaskan, Luna pun menoleh penasaran meski pipinya mulai memerah. "Kenapa buru-buru banget pengen nikah? Karena aku kaya?" Tanya Kaisar selagi menatap Luna dengan lembut dan penuh perhatian.
Luna tertegun. Ingatannya meracau ke masa depan. Tak hanya kaya, tapi Kaisar bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk Luna. Apa alasan itu bisa di terima? Atau karena memang dia se-meresahkan itu hingga membuat Luna dengan mudah melupakan cintanya pada Zidan padahal sudah hampir sembilan tahun bersama?
"Kalau kamu gak mau nikah gak papa. Asalkan ada deket aku terus sih gak masalah." Ujar Luna merubah sedikit gaya bicaranya. Mungkin karena tak enak hati sebab Kaisar selalu lembut padanya. Dan berkata seperti itu pun bukan berarti Luna tidak menginginkan Kaisar. Hanya saja, dia sendiri tak yakin jika mereka menikah, apakah bisa menyelamatkannya dari maut?
Apalagi mendengar cerita ibunya tentang perjanjian dengan Tuhan. Bukankah artinya mustahil?
Mendengar jawaban seperti itu, Kaisar benar-benar kecewa. Tadinya yang ingin cinta Luna bisa kuat untuk menghadapi keluarga besarnya tapi ternyata hanya sebatas itu saja. Kaisar patah hati disini.
"Sar.."
"Hm?"
"Kalau takdirnya aku malah nikah sama orang lain gak masalah kan?" Dari yang Luna ingat, ketiga penyebab kematian Kaisar yang terakhir karena patah hati kan?
"Sama siapa?" Raut wajah Kaisar sudah benar-benar berubah sekarang. Tak lagi lembut bahkan tak lagi ada senyuman sama sekali.
"Sama orang lain.." Jawab Luna.
"Siapa?" Kaisar serius penasaran. Jangan sampai Luna menyebut orang yang selama ini dia waspadai.
"Ada.. Orang lain misalnya.. Siapapun.." Luna menjawab dengan kekehan kecil berharap Kaisar tidak menganggapnya terlalu serius. Tapi percuma. Dia sepertinya tak lagi ingin tersenyum dan malah mengehela napas panjang terlihat jelas sedang menahan emosi.
"Siapa Lun?" Meski terlihat marah, ucapannya tetap lembut. Tapi itu menakutkan. Luna bahkan hampir tidak mengenalinya.
".. Zidan.. Misalnya?" Meski ragu, Luna akhirnya menjawab.
Tau reaksi Kaisar?
Meski tertegun sesaat setelah mendengar nama itu, dia akhirnya bangkit lalu pergi meninggalkan Luna di sana tanpa berkata apapun.
"Eh? Kemanaaa??" Luna mengejar meski sempat membayar makanan yang ia pesan terlebih dahulu di etalase depan.
"Kaisar!!!" Luna mengejar meski harus dengan effort yang lebih. Dan sialnya lagi, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya tanpa belas kasihan. Kenapa juga harus sebut nama itu sih?! Pikir Luna dalam hati.
"Hujan!!" Tahan Luna yang bahkan melindungi kepala Kaisar dari derasnya air hujan. Namun Kaisar menepis pelan kemudian melanjutkan langkahnya.
Luna kembali mengejar dan menahannya lagi. "Jangan marah.." Pinta Luna yang lagi-lagi berusaha melindungi kepala Kaisar
dari hujan dengan tangannya. Luna melihat sekeliling lalu menemukan sebuah toko yang sedang tutup. Sepertinya bisa mereka jadikan tempat berteduh. Luna menarik tangan Kaisar lalu membawanya ke sana.
Bukannya berhenti, hujan malah semakin deras. Mereka benar-benar kedinginan. Kaisar melihat sekitar untuk mencari tempat untuk duduk.
"Coba kalau kita masih di rental. Bisa neduh sambil makan mie instan." Gerutu Luna yang kemudian mengikuti Kaisar duduk sambil bersadar di rolling door toko. "Kenapa?" Kali ini Luna melihat wajah Kaisar mulai pucat pasi.
Ah.. Gak mungkin! Masa kena air hujan aja mati? Pikir Luna.
"Sar?" Luna makin panik karena sejak tadi Kaisar tidak berbicara sama sekali. Entah apa yang kini ia pikirkan, Luna pun penasaran. "Kaisar.." Luna menelungkup wajah Kaisar berharap dia mendengar suaranya lagi. Dingin. Dia terasa sangat dingin ketika Luna menyentuhnya.
Please.. Jangan lagi.. Gumam Luna.
"Lun.."
"Hm? Apa?" Luna mulai memperhatikan dengan seksama apa yang hendak ia bicarakan.
"Ini.." Kaisar menunjuk dadanya sebelah kiri. "Jantung ini.. Dari lahir udah cacat.."
Deg!
Dia punya penyakit jantung? Luna merasa tertampar dengan kenyataan itu.
"Gak kehitung berapa kali mereka belah dada ini dan gak tau kenapa aku masih hidup juga." Kaisar kembali menjelaskan. Luna mulai merayap untuk menggenggam tangan Kaisar erat-erat. Se-memilukan inikah kisahnya?
"Sejak ketemu sama kamu, akhirnya aku tahu kenapa aku harus hidup." Mendengar ucapan Kaisar Luna merasa seperti ada sayatan besar di dadanya. Sebodoh itu dia hingga melewatkan semua ini?
"Tapi.. Zidan? Aku benar-benar gak berharap nama itu kamu sebut." Tambahnya lagi dengan kekehan pilu.
"Dia pernah bilang, kalau kamu deketin aku gara-gara aku kaya. Dia juga bilang, kamu gak bener-bener suka sama aku dan cuma mainin aku aja. Dia bahkan gak ngasih tau waktu Abang kamu meninggal padahal dia tau." Ungkap Kaisar yang seketika membuat Luna tertegun selagi bertanya-tanya.
Memangnya untuk apa Zidan melakukan itu? Bukankah di masa depan, dia malah ingin berpisah? Sejauh ini, dia masih belum bisa percaya apa yang Kaisar katakan. Bukankah dia jauh lebih mengenal Zidan daripada Kaisar?
"Zidan?" Luna mempertanyakan.
"Kamu gak percaya?" Kaisar lebih sensitif. Apalagi kini dia terlihat masih emosional. Luna terdiam. Ia tau apapun jawaban yang ia ungkapkan akan salah di saat-saat seperti ini.
"Jangan ngomong lagi." Luna malah mendekap erat, memeluk Kaisar berharap bisa sedikit menghangatkannya. Apalagi wajahnya terlihat semakin mengkhawatirkan dengan bibir bergetar. "Bisa hubungin sopir gak?" Tanya Luna makin panik.
Kaisar menggeleng. "Hpnya ada di tas.." Jawabnya yang tentu saja mereka tidak membawanya. Tubuh Kaisar semakin lama semakin terlihat lemas seolah tenaganya benar-benar sudah habis. Rasanya Luna ingin menangis sekencang-kencangnya karena khawatir. Dan kenapa hujan tak kunjung berhenti? Apa Kaisar akan meninggalkannya lagi? Bukankah masih ada waktu beberapa tahun ke depan? Kenapa sekarang? Pikiran Luna makin kacau. Dekapannya benar-benar erat sekarang.
"Kalau kamu meluk aku kayak gini, apa artinya bener-bener suka?" Tanya Kaisar pelan.
"Berisik banget sih lu?!" Sentak Luna yang malah disambut kekehan kecil dari Kaisar. "Ngapain ngejar-ngejar kalau gak suka!" Tambahnya lagi kembali terdengar kasar saking kalutnya.
Agh..
"Gak! KAISAR!!! BRENGSEK!! JANGAN GINI!!" Tubuh Kaisar benar-benar meruluh. Dia hilang..
💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top