Kantor polisi

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Zidan dan Luna mencari kantor polisi yang memungkinkan Kaisar ada di sana. Namun begitu sampai, katanya Kaisar sedang di tangani di rumah sakit. Zidan dan Luna kembali mencari rumah sakit yang di tunjuk.

Dan akhirnya ketemu!

Ada banyak polisi yang berjaga udah kayak menjaga buronan. Padahal Kaisar dengan tubuh seperti itu mana bisa lari?

Zidan langsung berbicara dengan salah satu polisi yang bertanggung jawab. Sepertinya meminta izin supaya bisa menemui Kaisar yang baru saja ditangani. Begitu mendapat izin, Zidan bergegas membawa Luna masuk ke ruang IGD itu.

Baju tahanan yang Kaisar kenakan masih menempel erat. Dia bahkan tidak mendapatkan selimut sama sekali. Jarum infus yang menempel di tangan kirinya menambah kesan pilu. Apalagi saat sadar dengan kedatangan Luna, masker oksigen yang ia kenakan berembun lebih banyak.

Kaisar mencoba bangkit meski harus mengerahkan tenaga lebih banyak. Dia bahkan melepas masker oksigen itu dengan tangisan yang sudah tak bisa ia bendung.

Mereka akhirnya saling berpelukan seolah menuntaskan rasa rindu selama ini. Meski hanya sekitar tiga hari tak berjumpa, namun kesadaran mereka tidak bertemu dalam belasan tahun. Tentu ada banyak perubahan yang Luna dan Kaisar rasakan satu sama lain.

"Tau gini kenapa gak ngajak kita sih? Kenapa malah sakit sendirian?" Luna mengurai pelukannya lalu mengusap pipi Kaisar yang kini benar-benar terlihat lelah.

"Aku masih hidup Lun.." Ujar Kaisar dengan senyuman miris. Luna kembali membawanya ke dalam pelukan. Mendengar Kaisar mengatakan itu, membuat hati Luna kembali tersayat. Dia sudah berjuang sendiri.

"Bro.." Zidan menepuk bahu Kaisar setelah mereka selesai berpelukan. "Sekarang giliran kita bantu Lo.." Ujarnya seolah ingin mendengar cerita Kaisar lebih lengkap.

Kaisar mengangguk meski masih dengan wajah sedih. Kehilangan Ayah dengan cara seperti itu, dan kenyataan pedih tentang cara berpikir ayahnya yang berbeda itu benar-benar menyakiti hati Kaisar. Bahkan ketika mengingatnya saja membuat jantungnya sakit. Satu-satunya alasan dia bertahan adalah Luna. Setidaknya dia masih punya Luna. Ya kan?

"chipnya?" Tanya Kaisar.

"Alat konektornya dah gue bakar. Tinggal mengeluarkan chip kosong di dalam kepala kalian aja." Jawab Zidan yakin dan terlihat bukan membicarakan hal besar.

"Operasi?" Tanya Luna tiba-tiba memegangi kepalanya.

"Di vakum lewat kornea mata. Sayangnya alat vakumnya hanya ada di tahun 2030. Gue harus bikin lagi dan itu butuh waktu." Jelas Zidan. "Tapi gak masalah. Sistem AI-nya udah bener-bener berhenti chip itu gak mungkin berpengaruh apa-apa sama tubuh kalian. Tenang aja." Zidan berusaha menenangkan hingga mereka pun terlihat sepenuhnya percaya.

Suasana kembali hening. Mereka sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Tangan Luna dan Kaisar masih bertaut satu sama lain seolah enggan berpisah. Zidan yang melihatnya sedikit cemburu tentu saja.

"Permisi." Seorang polisi kembali datang bertanya dengan sopan pada Kaisar. "Gimana? Sudah mendingan?" Tanyanya. Kaisar mengangguk dan sepertinya harus bersiap kembali menjalani hukuman yang sudah menanti di depan.

"Gue cari pengacara terbaik. Lo tenang aja." Zidan lagi-lagi berusaha untuk membuat teman-temannya tak kehilangan tumpuan.

"Thanks.." Kaisar tak tau harus berkata apa selain ini.

"Kata dokter dia kenapa Pak?" Tanya Luna.

"Kayaknya terlalu syok." Jawab pakpol. Luna kembali mengusap tangan Kaisar berharap bisa memberikan tenaga lebih. "Kalau mendingan, kita pindah lagi ke lapas. Tenang aja, di sana juga ada peralatan medis. Mas Kaisar bisa dirawat lanjutan di sana. Meski tidak selengkap di sini, tapi untuk selang infus atau oksigen masih memungkinkan." Jelasnya ramah.

Luna mengangguk dan sempat mempertanyakan. Apa perlakuan kepolisian memang seperti itu pada setiap tahanan? Ramah sekali.

"Aku bakal kesana tiap hari. Nemenin kamu." Luna kembali ingin menenangkan Kaisar yang pasti sedang merasa takut sekarang. Apalagi dia sempat kembali memeluk Luna begitu mendengar ucapannya.

"Aku sayang kamu.." Bisik Kaisar.

"Aku juga.."

💕💕💕

Seminggu setelah Kaisar menjalani pemeriksaan ini itu dan menjalankan proses hukum yang tentu sangat rumit dan melelahkan, Luna kembali menemui Kaisar karena ia lagi-lagi dibawa untuk interogasi.

Entahlah.. Luna bahkan tak tau akan sangat panjang hingga memerlukan interogasi berulang-ulang. Luna bahkan sudah hapal betul dengan para petugas di sana saking seringnya berkunjung.

Hari itu, Luna tak bisa langsung bertemu karena Kaisar masih di ruang interogasi. Dia akhirnya menunggu di ruang tunggu dekat pintu keluar supaya lebih mudah berbicara dengan para petugas.

Namun, beberapa saat menunggu, tiba-tiba ia dikejutkan dengan keributan seisi kantor polisi di sebuah ruangan. Penasaran, Luna mendekat dan ternyata keributan itu berada di ruang interogasi tempat Kaisar berada.

"Kenapa?"

"Mas Kaisar pingsan Mbak.."

Deg!

Lagi. Entah mengapa ini sering sekali terjadi. Bahkan beberapa hari ke belakang, katanya Kaisar juga pingsan di dalam sel. Begitupun hari itu.

Luna bergegas menerobos masuk dan melihat Kaisar tengah berusaha di tolong oleh tenaga medis. Mereka melakukan CPR dan segera mempersiapkan oksigen, alat kejut jantung alakadarnya, dan beberapa suntikan obat. Entah apa semua itu, Luna hanya bisa berharap Kaisar tidak benar-benar mati di sana. Bukankah kita sudah berhasil? Kenapa Kaisar masih saja seperti ini?

Ah..

Petugas medis bisa bernapas lega setelah memastikan denyut jantung Kaisar kembali normal setelah memberinya pertolongan.

"Kenapa dia bisa kayak gini?!" Luna mempertanyakan pada salah satu petugas polisi yang sepertinya memang sedang mengintrogasinya tadi. "Pengacaranya mana? Kenapa gak ada? Kalian lagi ngapain sih?!" Luna marah-marah saking paniknya.

"Maaf Mbak.." Petugas polisi itu malah terlihat menyesal.

"Gob**lok!" Teriak Luna tanpa bisa dikendalikan lagi.

Luna lalu beralih pada Kaisar yang sepertinya belum bisa sepenuhnya sadar. Dia masih terlihat lemah dengan napas berat. Perlahan, Luna membantunya bangun lalu membiarkan Kaisar bersandar di bahunya.

"Panggil ambulance! Dia harus ke rumah sakit!" Sentak Luna lagi.

Beberapa diantara mereka terlihat langsung bergegas.

Apa karena Kaisar memang punya kuasa hingga mereka memperlakukannya berbeda? Tapi kuasa seperti apa? Uang?

Bahkan ketika Luna marah-marah pun, tak ada yang berani membantah. Benar-benar ironi.

Luna dan petugas polisi lain membantu Kaisar untuk segera masuk ke dalam ambulance. Mereka dengan cekatan menjaga Kaisar bahkan mengawal ambulance dengan moge-moge polisi supaya perjalanan lebih lancar. Bagi Luna, ini aneh. Tapi mungkin biasa bagi orang yang memang punya kapasitas untuk itu.

"Lun.."

"Hm?" Kaisar berbicara ditengah-tengah sirine yang membuat hatinya berdebar setiap kali melengking. Udah kayak jeritan orang-orang yang kesakitan. Luna benci perasaan seperti ini.

"Mereka mau bebasin aku.." Meski masih dengan napas terengah-engah, Kaisar memaksakan diri untuk bicara.

"Maksudnya?" Luna heran.

"Di rumah ada cctv. Mereka punya bukti kalau aku gak bunuh Papah.." Kaisar tersenyum meski masih terlihat kesakitan. "Dan tukang bengkel itu, mereka bilang aku bisa bebas karena terhitung berusaha membela diri. Dia juga gak nuntut apapun karena memang dia suruhan Papah.." Selesai mengatakan itu, erangan Kaisar malah makin menjadi. Dia meremas dadanya dan benar-benar kesakitan. Luna meminta petugas memeriksa dan akhirnya menyuntikkan sesuatu di tangannya.

Dia kenapa?

💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top